webnovel

BAB 5

"Begitulah hal-hal yang harus dilakukan di kelasku." Jika memungkinkan, suara Rowandy menjadi lebih lembut. "Aku tidak akan melewati seorang mahasiswa yang memiliki catatan kehadiran yang buruk selama setengah semester dan gagal menyerahkan tugasnya atau menyerahkan tugas dengan terlambat. Jika Kamu membaca silabus, seperti yang Aku katakan kepada mu semua agar dilakukan pada hari pertama semester, Kamu tidak akan berada dalam kesulitan seperti ini. Kamu hanya bisa berterima kasih pada diri sendiri. Apakah Kamu memiliki pertanyaan lain? Pertanyaan yag sangat cerdas?"

"Tidak," gerutu Taylor.

"Sekarang apakah kita sudah selesai dengan semua ini, atau apakah ada orang lain yang ingin membuang waktuku dengan pertanyaan tak berguna yang seharusnya kalian tahu jawabannya?"

Suasana keheningan hampir mencekam. Tidak ada yang berani bernapas.

"Bagus." Rowandy kembali ke mejanya.

"Wow," bisik Charles, nyaris tak terdengar. "Apa yang merangkak naik dan mati?"

Mungkin kesal karena dia tidak bisa mengecewakanku, pikir Samuel.

Kulitnya tertusuk. Dia mendongak dan mendapati Rowandy menatapnya dengan tatapan benci yang membuatnya merasa seperti diusir dari ruangan. Samuel mengangkat dagunya dan menatap tatapannya dengan tegas. Serius, apa orang itu sedang bermasalah? Bukannya dia memaksa untuk memasukkan penisnya ke dalam mulut muridnya.

Pikiran itu…. kenangan itu… membuat Samuel tersipu dan bergeser di kursinya dengan tidak nyaman. Melihat wajah Rowandy, sulit dipercaya bahwa itu sudah benar-benar terjadi.

Tapi itu memang terjadi.

Samuel melirik tangan Rowandy, mencengkeram wajahnya saat Rowandy mendorong penis ke dalam mulutnya….

Samuel menjilat bibirnya, kulitnya terasa panas dan tidak nyaman, lalu menatap lurus ke depan.

Dia tidak akan pernah memikirkannya lagi.

Dia tidak akan mau memikirkan kejadian hari ini.

******

Samuel mengira dia bisa menyingkirkan kejadian itu dari pikirannya. Dia mengira Rowandy akan mengabaikannya begitu saja setelah kejadian itu.

Tapi, Dia salah dalam kedua hal itu.

Samuel menghela nafas dan menatap murung pada tugas di depannya. Rowandy sangat sulit dimengerti untuk beberapa hari terakhir ini. Dia memberikan tugas dengan sangat brutal dan sulit secara terus-menerus. Lalu memarahi Samuel di depan semua orang ketika dia gagal menyelesaikan pekerjaan mereka untuk kepuasan Rowandy.

"Apakah kamu sudah selesai Samuel?" Tanya suara dingin yang familiar, dan tubuh Samuel otomatis mendadak menegang. Dia melirik Charles di sebelah kirinya, tetapi temannya menatap buku yang ada di depannya dengan minat yang berlebihan. Dasar pengkhianat.

"Aku akan segera selesai," Kata Samuel berbohong. Dia menegang ketika Rowandy meletakkan tangan di atas meja dan membungkuk untuk melihat kertas kosong di depannya.

"Aku mengerti," kata Rowandy.

Samuel menoleh untuk memelototinya dan terkejut melihat seberapa dekat wajah pria itu dengannya. Beberapa inci saja jaraknya. Mata gelap terkunci dengan miliknya sejenak sebelum bibir pemiliknya terpelintir mengejek. Rowandy menegakkan tubuhnya yang mengesankan dan berkata, "Tugasmu akan jatuh tempo dalam sepuluh menit lagi, Samuel."

"Tapi Bapak bilang….."

"Sepuluh menit lagi," ulang Rowandy dengan suara yang jelas-jelas mengatakan tidak akan ada argument lain.

Dia berjalan pergi, dan Samuel memelototi punggungnya.

Dia mengembalikan pandangannya ke kertas di depannya dan menatap dengan wajah cemberut. Ini benar-benar tidak adil. Bagaimana Samuel bisa menyelesaikan tugas ini dalam waktu sesingkat itu? Pertanyaan-pertanyaannya sangat sulit dan hampir tidak mencerminkan apa yang telah mereka pelajari di kelas. Mengapa bajingan itu tidak meninggalkannya sendirian? Rasanya seperti Rowandy bertekad untuk membuat hidupnya seperti di neraka, dan dia benar-benar berhasil.

Samuel cemberut, berusaha untuk menjaga emosinya dan gagal. Dia lelah, kurang tidur, lapar, dan sangat marah…., bukan kombinasi yang baik.

Kemudian, Rowandy akan menyalahkan segalanya pada kurang tidurnya Samuel. Dia akan menyalahkan kurang tidurnya karena menulis apa yang tidak akan pernah dia tulis, seandainya dia tidak begitu lelah, lapar, dan marah.

Samuel menyerahkan tugasnya tepat sepuluh menit kemudian dan berjalan kembali ke mejanya. Dia bahkan belum setengah jalan ke mejanya ketika Rowandy berkata, suaranya sangat lembut, "Samuel, datang ke kantorku setelah kelas selesai."

Mulut Samuel langsung kering. Lalu Samuel mengangguk pelan.

Bodoh, kata Samuel pada dirinya sendiri. Dia seharusnya tidak membiarkan emosi menguasai dirinya.

*******

Ketika kelas selesai, Samuel langsung menuju ke kantor Rowandy, seperti yang telah diperintahkan.

Mengambil napas dalam-dalam, Samuel mengetuk pintu yang sudah sangat dikenalnya.

"Masuk…."

Samuel masuk dan menutup pintu dengan sangat hati-hati.

Lalu dia berjalan ke meja Rowandy.

"Kamu sehat?" Tanya Rowandy sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Perlahan, Rowandy mendongak. Ekspresi wajahnya benar-benar dingin saat dia memindahkan selembar kertas ke arah Samuel, yaitu tugas yang telah dia berikan. "Apa artinya ini?"

Samuel mengambil kertas itu dan membaca ulang satu kalimat yang tertulis di atasnya, seolah-olah dia tidak tahu apa yang tertulis di kertas itu.

'Apakah Kamu ingin mengecewakan ku sehingga Aku tidak punya pilihan lain selain mengisap penis mu lagi?'

Dalam hati, Samuel sedikit meringis. Dia tidak percaya dia kehilangan kesabaran dan benar-benar menulis hal tersebut.

Tapi dengan keras, dia berkata, "Tidak bisakah Bapak membacanya Pak?" Hanya beberapa hari yang lalu, dia tidak akan berani menggunakan nada angkuh ini dengan Rowandy, tetapi tampaknya memiliki penis pria itu di mulutnya membuat suatu keajaiban.

Rowandy berdiri dan berjalan ke arah Samuel.

Dia berhenti hanya beberapa inci jauhnya.

Samuel tidak bergerak, dan menolak untuk diintimidasi.

"Aku bisa membuatmu dikeluarkan karena hal ini," kata Rowandy.

"Tentu, tapi itu akan membuat Bapak dipecat dan karir Bapak akan ternoda ketika semua orang tahu Kalau Bapak menukar nilai untuk seks."

Rowandy meraih lehernya. "Kamu bajingan kecil…. tengik." Tangannya mencengkram leher Samuel. "Apakah Kamu mengancam diriku?"

"Tidak," Kata Samuel serak. "Aku benar-benar tidak suka diintimidasi. Aku tidak memaksamu untuk memasukkan penismu ke dalam mulutku Profesor."

Lubang hidung Rowandy langsung melebar. Dia tidak mengatakan apa-apa, otot-otot di rahangnya bekerja.

"Serius, apa masalahmu denganku?" Samuel bertanya, berjuang untuk bernapas melalui tekanan cengkeraman Rowandy. "Aku tidak bisa menjadi satu-satunya mahasiswa yang bisa kamu gunakan. Aku tidak bangga dengan apa yang Aku lakukan, tetapi itu adalah kesepakatan yang adil, kita berdua mendapatkan sesuatu dari hal tersebut. Kenapa kau selalu di belakangku?"

"Aku tidak pernah menukar nilai untuk seks," Rowandy menjelaskan. "Kamu adalah satu-satunya pengecualian."

Samuel mengerjap. "Apa? Tapi aku mendengar cerita..."

"Ya, aku selalu mendapat tawaran, tapi aku melaporkan semua orang yang cukup bodoh untuk menyarankannya secara langsung. Apakah Aku terlihat seperti seseorang yang akan menukar nilai untuk apa pun Sam?"

Yah, tidak. Itulah mengapa Samuel sulit mempercayainya ketika Charles memberitahu dirinya tentang rumor itu.

"Tapi kemudian..." Samuel mempelajari Rowandy. "Lalu bagaimana denganku? Kenapa denganku?"

Keheningan terasa membentang sangat lebar. Dan membentang sekali lagi. Dan membentang kembali.

Oh.

Samuel menjilat bibirnya. "Kau menginginkanku." Dia mengeluarkan tawa yang tidak pasti. "Wow. Aku…. aku begitu sedikit tersanjung, kurasa….."

Rowandy memelototinya, cengkeramannya masih berada di leher Samuel. "Itu hanya nafsu, tidak lebih. Aku tidak akan memberimu perlakuan khusus."

"Kamu sudah memberi ku perlakuan khusus Profesor. Kau benar-benar brengsek akhir-akhir ini, bahkan lebih bregsek dari biasanya." Samuel menahan pandangannya. "Mari kita sama-sama jujur kawan. Aku tidak perlu mengecewakan kelas mu, jadi Aku menyedot Penismu. Aku tidak memaksa Kamu untuk menerima tawaranku. Kamu ingin penismu tersedot dan Kamu mendapatkan apa yang Kamu inginkan. Bukan salahku kalau kau tidak bisa menolaknya. Dan itu benar-benar bukan salahku jika aku membuatmu sangat bergairah. Jadi tolong berhentilah melampiaskan semua kekesalan padaku. Aku mengerti, Kamu frustrasi secara seksual, tetapi sekarang menjadi brengsek, atau bercinta dengan seseorang...."

"Aku rasa tidak," kata Rowandy dengn sangat lembut.

Nächstes Kapitel