webnovel

Identitas korban di sungai kanal

Di jalan menyusuri sungai kanal yang panjang, tidak membuat Arya dan Adamma menyerah. Keringat sudah bercucuran di dahinya, berjalan dari ujung ke ujung untuk menemukan sebuah petunjuk, tapi semua usahanya tidak membuahkan hasil.

"Hishhhhh!!! Sialan!" teriak Arya kesal membuat Adamma yang ada di belakangnya terkejut.

Adamma mulai membaca suara hati Arya yang mengatakan "Dimana kamu pembunuh sialan! Membuat teka-teki yang sulit seperti ini," Suara hati Arya yang sedang kesal.

Untuk menenangkan Arya yang sedang kesal, Adamma mencoba untuk menyemangatinya untuk tidak menyerah.

"Dulu Ayahku pernah berkata, bahwa tidak ada pembunuh yang tidak bisa tertangkap oleh polisi asalkan polisi itu memiliki 3S," ucap Adamma berjalan di samping Arya yang masih kesal.

"Apa itu 3S?" tanya Arya penasaran dengan cerita Adamma.

"Semangat, semangat, dan semangat," jawab Adamma tersenyum. "Kita harus semangat, apapun yang terjadi. Ingat tugas kita menjadi polisi adalah membrantas segela jenis kejahatan," lanjut Adamma yang sebenarnya dia juga merasa sangat lelah untuk menemukan pelaku yang sampai saat ini belum menemukan titik terang.

"Bukanya aku tidak semangat, tapi mungkin pelakunya lebih pintar. Sehingga aku sangat lelah mengerjakan kasus ini," ungkap Arya yang lelah berjalan seharian menyusuri kanal sungai.

"Dia hanya beruntung! Entah apa yang membuatnya beruntung," jawab Adamma yang memiliki dendam kepada pelaku yang membunuh Ayahnya.

"Mungkin, tapi akan aku pastikan untuk mencarinya sampai ke lubang tikus sekalipun. Aku tidak akan membiarkan psikopat itu bekeliaran di diluar sana," ucap Arya dengan nada yang di tekan.

Mereka melanjutkan pencarian barang bukti di sekitar kanal, dan tidak menduga Adamma menemukan bekas galian tanah yang menumpuk seperti bukit. Lalu dia memanggil Arya untuk menghentikan langkahnya.

"Arya…Arya," panggil Adamma dengan melangkahkan kaki melewati rumput liar untuk mendekati sesuatu yang membuatnya merasa curiga.

Arya berbalik dan melihat Adamma seperti menemukan sesuatu yang penting, dengan segera Arya berlari ke arah Adamma yang berhenti di depan tumpukan tanah merah.

"Ini seperti masih baru," ucap Adamma menunjuk tumpukan tanah itu.

"Biar ku coba gali lagi dengan tanganku," jawab Arya melepas jaketnya lalu berjongkok untuk menggali tumpukan tanah tersebut.

"Biar ku bantu," Adamma berjongkok lalu membantu Arya menggali tumpukan tanah tersebut.

Di rumah sakit Cahaya yang sudah sadar, menangis meminta pertolongan Risa untuk mengobati penyakitnya. Melihatnya membuat Vincent yang melihat merasa iba dengan orang yang memiliki gangguan skizofrenia.

"Dok, saya ingin sembuh. Saya cape kalau harus merasakan kambuh seperti ini setiap hari, saya ingin mati saja dok," lirih Cahaya menangis seraya memohon kepada Risa untuk menyembuhkan penyakitnya.

"Semua ini adalah suatu proses kehidupan yang harus kamu jalani, jangan menyerah. Saya yakin kebahagiaan akan segera menghampiri hidup kamu. Kamu masih muda, jangan mudah mengatakan ingin mengakhiri hidupmu," jawab Risa memegang tangan Cahaya.

Setelah melihat Cahaya lebih tenang, lalu Risa meminta Andin untuk memanggil keluarganya agar datang menjemputnya. Selesa itu Risa bersama Vincent keluar dari ruangan opname, lalu bertemu dengan rekannya Ratu yang berprofesi sebagai dokter spesialis anak.

"Hai kalian berdua disini," sapa Ratu kepada Risa dan Vincent.

"Iya, baru saja kita akan pergi keluar untuk minum kopi, kamu sibuk tidak? Jika tidak bisa pergi bersamaku?" ajak Risa kepada Ratu sambil melihat Vincent.

Ratu mengangguk menyetujui ajakan Risa, lalu mereka bertiga pergi keluar untuk minum kopi bersama.

Di badan forensik, Arya dan Adamma sedang melihat mayat perempuan yang dibuang di kanal sungai. Sembari memberikan bukti yang dia temukan kepada dokter, untuk mengetahui noda darah yang terdapat di dompet dan buku diary korban, selain itu mereka juga mencurigai ada sidik jari milik pelaku yang tertinggal.

"Ketika kami sedang mengautopsi tubuh jenazah ini, organ tubuhnya tidak lengkap. Ginjal, jantung, dan paru-parunya. Selain itu juga jari kaki milik korban hilang," ucap dokter sambil menunjukan jahitan dan bagian kelingking jari kaki sebelah kiri yang tidak lengkap di tubuh jenazah wanita itu.

Mendengar penjelasan dokter membuat mereka merinding, merasakan kekejaman pembunuh sadis yang mengambil organ dalam dari jenazah wanita itu.

"Kapan saya bisa tahu sidik jari, dan noda darah dengan bukti yang saya berikan?" tanya Arya kepada dokter forensik.

"Sekitar dua Minggu, saya akan memberitahu kamu secepatnya. Jika hasilnya sudah keluar," jawab dokter forensik kepada Arya.

Setelah selesai dengan urusannya, mereka pergi keluar dari gedung forensik menuju kantor polisi.

Di mobil Adamma mulai berspekulasi dalam benaknya, bahwa pembunuh itu memiliki jaringan hitam penjual organ dalam tubuh manusia, tapi ada satu hal yang membuat dia penasaran.

"Kenapa dia membunuh Ayahku? Apa hubungan Ayah dengan pelaku? Apa mungkin ayah mengenal baik pelakunya?" Dalam benak Adamma muncul pertanyaan yang membuat dia semakin penasaran.

Arya melihat Adamma yang sedang melamun, membuat dia penasaran tentang yang ada di pikiran Adamma.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Arya sembari menyetir mobilnya.

"Tidak, aku hanya sedikit berspekulasi saja tentang pembunuhnya," jawab Adamma melihat keluar kaca jendela.

"Sudah di pastikan pembunuh ini memiliki jaringan hitam, tapi untuk memastikan kita harus memiliki bukti yang mengarah pada pelaku," ucap Arya sesekali melihat Adamma yang sedang murung.

"Iya aku juga berpikir seperti itu," jawab Adamma yang masih memikirkan pertanyaan yang ada di benaknya.

Di depan gedung kantor polisi Rama sedang menunggu Adamma, untuk mengetahui kondisinya. Sejak kematian Ayahnya, Adamma sulit sekali dihubungi. Tidak lama Adamma dan Arya datang dari arah parkiran, melihat Adamma Rama langsung menghampirinya.

"Adamma," panggil Rama berlari kearah Adamma.

Arya yang melihat seorang polisi berlari kearahnya, dan melihat Adamma tersenyum pada polisi itu. Adamma dengan senang, berjalan untuk segera menemui Rama yang sedang berlari ke arahnya.

"Sedang apa disini?" tanya Adamma tersenyum melihat Rama.

Rama melihat Arya yang sedang bersama Adamma, membuat dia cemburu. Sebelum Adamma memperkenal rekannya, Arya langsung saja pergi meninggalkan Adamma.

"Aku duluan ya," pamit Arya berjalan memasuki gedung.

"Sombong sekali," ucap Rama melihat Arya yang sedang berjalan memasuki gedung.

"Aslinya dia baik," jawab Adamma yang tidak ingin Rama salah paham kepada Arya.

Adamma mengajak Rama untuk berbicara di kantin kantor, untuk menanyakan kedatangan Rama menemuinya.

"Ada apa kamu kesini?" tanya Adamma membawakan minuman kaleng untuk Rama.

"Kamu sulit sekali dihubungi," keluh Rama yang merindukan Adamma.

"Aku sedang sibuk mencari pelakunya," jawab Adamma tersenyum tipis kepada Rama.

"Belum menemukan titik terang?" tanya lagi Rama penasaran.

Adamma hanya menggelengkan kepalanya, dan tidak ingin Rama tahu hasil dari penyelidikan yang dia lakukan bersama timnya. karena itu sebuah rahasia, yang tidak boleh diungkapkan kepada departemen lainya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Nächstes Kapitel