webnovel

Tahu Banyak Hal

Setiap gerak-gerik Ella tidak terlepas dari pandangan Christian. Ia berdiri di pinggir tempat tidur, tetapi wanita yang ada di hadapannya itu sama sekali tidak menyadari keberadaannya.

Ella yang baru saja bangun tidur terlihat … bodoh.

Kata-kata itu terlintas di benaknya, membuat bibirnya menyunggingkan senyum tipis.

Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya Ella menyadari keberadaan Christian. Ia terkejut dan tanpa sadar meringkuk ke belakang. Setelah itu, ia mengeluh. "Kamu membuatku ketakutan setengah mati di pagi hari seperti ini …"

"Hah?"

"Eh, maksudku, pagi-pagi seperti ini kamu tiba-tiba saja berdiri di samping tempat tidur. Apa yang sedang kamu lakukan?"

Ella memandang Christian sambil mengusap wajahnya. Matanya menyipit, berusaha untuk sadar dari kantuknya. Ella yang baru saja bangun itu terlihat sangat menggoda di mata Christian.

Sebagian besar lebam di lehernya sudah memudar. Kalau ia memberikan salepnya sekali lagi, lebamnya akan segera menghilang.

Ella menanti jawaban dari Christian, tetapi jawaban itu tidak kunjung datang dan membuatnya semakin cemas. Ia tidak boleh menghancurkan kesempatan berharga yang ia dapatkan kemarin malam!

"Christian, ada apa?" Ella mengangkat selimut yang ia gunakan dan mendekat ke arah Christian. Ia memegang tangannya.

Mata Christian tertuju pada leher Ella.

Saat itu, Ella baru menyadari apa yang Christian pikirkan. Christian memikirkan mengenai lebam di leher Ella dan hal itu membuatnya mengerutkan bibirnya.

Yang membuatnya lebih kesal lagi adalah karena ia tidak menyukai lebam itu, lebam yang ia ciptakan dengan tangannya sendiri.

Ella mengangkat tangannya untuk menutupi lehernya. "Kalau kamu membencinya, tidak usah dilihat."

Saat Ella mengatakan hal ini, ia sudah mengalihkan pandangannya dan menarik tangannya dari lengan Christian

"Aku bilang aku membencinya?"

Christian tidak memahami apa yang dipikirkan oleh Ella. Ia melemparkan salep yang dibelinya kemarin kepadanya. "Obat."

Ella memandang obat tersebut dengan keheranan. Setelah itu, ia mengerutkan keningnya. Dasar pria jahat!

Ella mengangguk dan mengambil obat itu. Setelah itu ia segera pergi ke kamar mandi.

Namun, ia terkejut saat melihat lebam di lehernya tidak terlalu dalam.

Ia tahu betul bahwa ia memiliki jenis kulit yang mudah sekali memerah dan membekas. Seharusnya, lebamnya tidak setipis ini mengingat betapa erat cengkeraman Christian kemarin malam.

Apa jangan-jangan kemarin malam Christian sudah memberinya obat?

Saat pemikiran ini terlintas di benaknya, ia langsung menggelengkan kepalanya lagi.

Akan lebih baik kalau Christian tidak mencekiknya sejak awal.

Takut Christian tidak sabar dan menunggu di luar terlalu lama, Ella segera mandi dan menggunakan obat tersebut sebelum membuka pintu dan keluar.

Ia masih mengenakan jubah mandi dan mencari baju kerjanya kemarin malam. Namun, tidak peduli ke mana pun ia mencari, ia tidak bisa menemukan baju tersebut.

Christian melihat Ella yang mengelilingi ruangan dan berkata, "Aku sudah membuangnya."

'Aku hanya punya baju itu!' teriak Ella dalam hati, tetapi ia tidak berani mengatakannya.

"Selama kamu senang. Terserah saja," gumamnya.

"Ah? Aku tidak menyangka kamu akan pengertian seperti ini."

Christian menyadari bahwa apa yang keluar dari mulut Ella dan ekspresi di wajahnya berbeda.

"Hmm … Aku memang pengertian."

Ella berjalan dan menghampiri Christian. Ia memegang lengannya dan bersandar di pundaknya. "Aku memang pengertian. Kalau aku menjadi wanitamu, aku tidak akan mencari masalah dan menyulitkanmu. Aku tidak akan mengungkapkan identitasku. Aku akan selalu datang kalau kamu meneleponku. Apakah kamu yakin kamu tidak menginginkan aku?" katanya dengan manja.

Untuk mencapai keinginannya, Ella bersedia untuk melakukan apa pun, termasuk apa yang ia katakan baru saja ini.

Tanpa menunggu jawaban dari Christian, ia melanjutkan. "Aku juga tidak akan hamil dan melahirkan anak untuk mengancammu. Kamu tidak perlu khawatir akan ada anak lain yang bersaing dengan putramu untuk mendapatkan semua hartamu. Dan untuk semua itu, kamu hanya perlu sedikit membantuku. Bagaimana?"

"Kamu tahu banyak hal."

Christian memiliki seorang putra dan itu bukanlah rahasia.

Tetapi sepertinya wanita ini mengenalnya dengan baik.

"Untuk menjadi wanitamu, tentu saja aku harus tahu."

Ella mengecup bibir Christian dengan lembut. "Apakah kamu tidak mau mencobanya? Aku tahu kamu tidak bisa melupakan aku."

"Perjanjian …"

Christian menyentuh dagu Ella dan mengelusnya dengan lembut.

Sayang sekali kalau wanita ini mendekatinya, tetapi Christian mengabaikannya begitu saja. Ditambah lagi, Christian ingin memiliki wanita ini.

Seperti yang ia katakan.

Ia, Christian Adipamungkas, bukanlah seorang dermawan.

Kalau Ella bersedia menjadi mainannya untuk mendapatkan sedikit bantuan darinya, bagaimana mungkin ia menolak?

Mata Ella berbinar.

Perjanjian? Apakah itu artinya ia berhasil mendapatkan kesempatan langka ini?

Ia tidak mampu melontarkan pertanyaan itu, tetapi Christian tahu.

"Iya."

Napas Ella tercekat. Perasaan yang memenuhi hatinya saat ini tidak mudah untuk dikendalikan.

"Apakah kamu yakin?"

"Mengapa? Kamu mau aku menyesali keputusanku?"

"Tentu saja tidak," kata Ella dengan cepat. "Apa persyaratannya?"

Sampai saat ini pun, Ella membiarkan Christian untuk berbicara terlebih dahulu. Tidak peduli apa pun syaratnya, tidak peduli meski Ella harus mengalami kerugian sekali pun dalam perjanjian ini, Ella membutuhkannya!

"Aku tidak akan memberikan uang untukmu."

Christian memicingkan matanya dan mengamati ekspresi Ella.

Ella sama sekali tidak keberatan dengan hal ini. Semakin banyak yang ia terima dari Christian, akan semakin sulit untuk melepaskan dirinya. Tawar menawar dengan pria yang seperti iblis itu, sama saja dengan menyerahkan diri pada kematian.

"Kamu tidak boleh keluar untuk bekerja di malam hari."

Itu adalah syarat kedua yang Christian berikan.

Kecemburuan berkobar di hatinya saat ia membayangkan ada banyak pria yang memandangnya dalam pakaian yang terbuka seperti itu.

Ella adalah wanitanya dan hanya ia yang boleh memiliki Ella. Hanya ia yang boleh memandangnya.

Bagaimana mungkin ia membiarkan Ella berjalan di luar sana dengan banyak mata serigala memandangnya?

Ia tidak akan membiarkan siapa pun menginginkan apa yang dimilikinya.

"Tidak bisa. Aku butuh uang."

Apakah pria ini bercanda? Christian tidak berniat memberikannya uang dan ingin memotong sumber penghasilannya?

Kalau ia tidak mau memberi uang, setidaknya jangan melarangnya untuk bekerja!

"Kamu bisa bekerja di tempat lain."

Christian tahu bahwa permintaannya itu tidak masuk akal, tetapi ia tidak ingin melihat Ella berada di bar itu. Jadi, ia memberikan kelonggaran atas persyaratannya itu.

"Gaji di bar itu sangat tinggi."'

Ella masih tidak mau menyerah.

Christian sudah memiliki segalanya. Ia tidak tahu betapa sulitnya untuk mencari uang, apalagi untuk orang yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwa.

Tidak ada orang yang mau memberikan pekerjaan pada orang gila.

Aneh kalau sampai ada perusahaan yang mau menerimanya.

Melihat wajah Christian yang menjadi dingin, Ella langsung menggandeng lengan Christian dan memohon dengan manja. "Kamu tahu kesulitanku. Aku tidak punya pendidikan yang tinggi. Aku harus membayar sewa tempat tinggal, membayar air dan listrik, membeli baju, makan. Aku butuh banyak uang …" katanya dengan memelas.

Nächstes Kapitel