“Kakak, tolong aku.” teriak Vera dalam kegelapan. “Vera!” teriak Vin putus asa. Mencari ke sana kemari keberadaan adik perempuannya. Hari yang gerimis seharusnya menjadi hari yang selalu membuat Vera tersenyum. Karena Vera yakin saat gerimis akan datang pelangi. Sayangnya tidak berlaku untuk hari ini. “Kakak, tolong aku.” pekik Vera dengan suara tertahan. Vin, dengan sekuat tenaga mencoba mengendalikan kekuatan yang selama ini dia tutupi, telekinesis. Tapi, mendengar jeritan pilu adik perempuan satu-satnya, Vin tidak punya alasan lagi... “Dasar penjahat, matilah kau!” raung Vin marah. Dan semua benda di sekitar Vin melayang, meluncur lalu menyerbu penjahat bertopeng.
PYL 1
-playlist chapter: Prelude in C Major, BMW 836 by Johann Sebastian Bach, Alistair McGowan
...
Tik tok tik tok!
Bunyi meja kayu usang terdengar sumbang ketika jari-jari kurus seorang remaja laki-laki memainkan melodi yang tidak kalah buruk. Bukan itu masalahnya. Tapi matanya yang gelisah menunjukkan berbagai ekspresi yang tidak bisa dia tunjukkan.
Vin duduk di meja kecil kusam menunggu Vera pulang dari les matematika. Tidak biasanya adik perempuannya terlambat hingga lebih dari sepuluh menit. Vin gusar dan tidak bisa tenang.
Bukan tanpa alasan Vin risau. Kompleks tempat tinggal mereka yang kumuh dan banyaknya penjahat aneka golongan dapat sewaktu-waktu beraksi. Mereka dapat berbuat sesuka hati dan tidak mengenal waktu. Mereka tidak akan memilih korban atau menaruh beras kasihan.
Belum lagi Vin dan Vera hanya anak yatim piatu yang ditelantarkan paman dan bibinya setelah orang tua mereka meninggal dunia beberapa tahun lalu. Kecelakaan mobil beruntun merenggut nyawa kedua orang tua Vin.
"Vera, kamu sudah sampai di mana?" tanya Vin dalam panggilan telepon.
"Kak, tunggu sebentar. Aku harus membeli alat lukis baru. Besok ada tugas melukis untuk ulangan tengah semester." balas Vera pelan.
Vin, sejak lama sudah mengenal kelakuan satu-satunya adik perempuannya tiba-tiba merasa ada yang aneh. Jika itu tugas sekolah maka suara Vera pasti terdengar riang gembira. Tidak seperti hari ini. Suaranya terdengar dipaksakan.
Tegang.
Vera adalah tipe anak yang gila sekolah. Tidak aneh jika Vera menduduki peringkat satu setiap tahun. Tidak ada anak yang sanggup atau berani mengalahkan kegigihan Vera Alamba.
Vera juga tidak akan berani bertindak bodoh atau ceroboh seperti tidak pulang ke rumah dulu untuk membeli keperluan sekolah. Vin yang selalu menyediakan.
Vin curiga.
Vin resah dan segera berlari menuju minimarket langganan mereka. Tidak biasanya Vin merasa sangat panik mendengar suara Vera yang terdengar sedang meminta tolong. Vin lari secepat kilat menuju tempat di mana Vera seharusnya berasa.
Minimarket itu kecil dan satu-satunya tempat mereka biasa membeli keperluan sekolah Vera. Lampu neon yang berkedap kedip aneh semakin membuat rasa curiga Vin bertambah. Biasanya minimarket itu ramai sepanjang waktu.
Namun, salah satu jendelanya terlihat setengah terbuka dan engselnya lepas secara paksa. Pemilik minimarket itu adalah seorang pria tua yang baik hati. Kadang memberi diskon kepada Vin yang sering membeli alat sekolah Vera.
"Vera. Vera, di mana kamu?" teriak Vin tidak basa-basi.
Vin memiliki firasat jika dia harus segera menemukan Vera jika tidak sesuatu yang buruk mungkin terjadi.
Tidak ada tanda-tanda kehidupan saat Vin masuk ke dalam minimarket yang hari ini sangat suram dan lembab. Bunyi menderit seperti engsel jendela kayu beradu dengan angin berasal dari bagian belakang minimarket.
Hati-hati Vin melangkah memasuki bagian belakang minimarket. Ada sebuah pintu kayu tua yang setengah terbuka, ruangan di dalamnya terkesan gelap dan baunya aneh.
"Vera?" tanya Vin tetap mengeraskan suara.
Kadang kala, Vera bermain di bagian belakang minimarket untuk membantu pemilik nya mengerjakan beberapa tugas seperti menyulam baju yang sedikit robek atau memperbaiki seprei bantal yang terkoyak kucing peliharaannya.
Lampu di ruangan itu pun padam ketika Vin berusaha menyalakan namun tidak berhasil. Satu-satunya sumber cahaya berasal dari sisi belakang ruang tamu dimana ada sebuah jendela yang hampir lepas dari engselnya.
"Vera? Pak tua?" seru Vin semakin khawatir.
Minimarket dibiarkan begitu saja tanpa penjagaan bukannya keadaan yang bisa Pak Tua pemilik minimarket itu lakukan. Pria Tua yang pelit tapi sangat baik kepada Vera dan Vin.
"..."
Semakin ke bagian belakang rumah Pak Tua terdengar suara kran yang dibiarkan tidak dimatikan. Air mengisi penuh wastafel dan bak pencucian yang kini sudah membanjiri lantai dapur. Cahaya yang berhasil menembus kaca hitam di salah satu dinding dapur tidak membantu pemandangan memprihatinkan itu menjadi lebh baik.
Suara kertak dan isak tertahan terdengar dari balik pintu dapur yang menuju ke halaman belakang.
Dengan hati-hati Vin berjalan menuju pintu tersebut. Mengintip apa yang mungkin terjadi. Atau ada serangan hewan buas yang lari dari penangkaran. Karena itu tidak mengherankan sama sakali.
Pemukiman mereka sangat dekat dengan wilayah penangkaran hewan buas seperti singa, harimau!
"Tolong jangan lakukan itu. Aku mohon. Aku akan memberikan semua yang kamu inginkan." cicit Pak Tua memohon dengan posisi tersungkur.
Salah satu sudut mata Vin menangkap siluet tubuh Vera yang bagian atas seragam sekolahnya terkoyak seperti cakaran hewan buas. Vin masih belum bisa melihat siapa orang yang berbuat keji itu.
"Dasar penjahat. Awas saja kau berani menyakiti Vera, tidak ada kata ampun bagimu." geram Vin tetap berada di tempatnya. Mengamati keadaan untuk bergerak menyerang.
Vin tetap jongkok dibalik pintu dapur. Selama penjahat yang tidak terlihat wajahnya itu tidak melakukan sesuatu yang berbahaya kepada Vera maka Vin akan tetap menunggu.
Vin memiliki sebuah rahasia yang hanya Vera saja yang tahu. Rahasia tentang kekuatan yang membuat mereka diusir dari rumah paman dan bibi. Kekuatan yang Vin miliki sejak lahir tanpa dia inginkan. Kekuatan yang membuat hidupnya terasa rumit.
Tanpa sadar Vin telah melakukannya. Dengan mudah mengambil palu yang letaknya dua meter dari posisinya saat ini. Genggaman tangan Vin sangat erat saat penjahat yang ternyata bertopeng itu mulai menginjak dada Pak Tua pemilik minimarket.
"Apa yang kamu inginkan dariku? Setiap bulan aku selalu memberi uang padamu, apa masih kurang? Seharusnya kamu berterima kasih pada ibumu yang telah membesarkanmu meski aku memintanya untuk meninggalkan dirimu pada organisasi?" kata Pak Tua pemilik Minimarket terbatuk-batuk.
"Akan lebih baik kamu membunuhku ketika aku lahir. Seharusnya kamu memisahkan aku dan ibu sejak lahir. Karena itu akan lebih baik untukku dan kalian. Tidak melahirkan aku itu jauh lebih baik lagi.
Apa kamu tahu pria tua, aku yang sekarang hanya robot suruhan organisasi. Tukang jagal yang tidak bisa disembuhnya. Sedangkan kamu dengan tanpa malu memungut gadis kecil ini? Membantunya bertahan hidup seharusnya kau bisa menutup mata seperti saat menyerahkanku pada organisasi?" erang penjahat itu kesal.
"Gadis ini tidak tahu apa-apa, dia hanya kebetulan lewat dan sedang membutuhkan alat lukis untuk sekolah. Kenapa kamu berpikir begitu?" bentak Pak Tua.
"Sayangnya, gadis malang ini sudah tahu semuanya. Sayangnya dia tidak akan selamat meski kamu memohon menukar nyawamu dengannya. Karena kematianmu terlalu mudah jika kau melakukan apa yang kamu minta." penjahat itu terkekeh penuh kepuasan.
"Jangan lakukan itu, tolong, anakku." erang Pak Tua.
...
-TBC-
Yuk dukung cerita ini dengan tambahkan dalam daftar bacaan kamu, tulis komentar atau review, vote dan power stone supaya yang menulis jadi tambah semangat.
Terima kasih telah membaca dan semoga harimu menyenangkan.