webnovel

Cinta Itu Tak Memiliki Batas

Namun, sebenarnya daripada memilih jalur bertempur, Camila sebagai seorang ratu, lebih berharap agar kedua kubu ini bisa menjalin koneksi hubungan kerja sama yang baik. Itulah salah satu tujuan dari pesta ini diadakan.

Yang Mulia tersebut ingin menunjukan pada mereka semua, bahwa ikatan darah yang membedakan mereka tak begitu berpengaruh karena keduanya sama-sama memberikan peranan dan konstribusi penting bagi negara ini. Tak peduli walau mereka memiliki gagasan dan pendapat yang berbeda, selama tujuan akhir mereka semua sama.

***

"Anna," sahut Isabelle yang menyampari wanita itu terlebih dulu.

"Yang Mulia," balas Anna sembari menundukkan pandangannya.

"Santai saja. Jangan bersikap begitu formal terhadapku," ujar sang putri.

Sang princess tentu saja memulai pembicaraan mereka dengan bertanya-tanya mengenai proyek yang sedang ditangani oleh Anna, sang kakak dan Putri Alice. Isabelle tentu saja tersenyum bahagia mendengar bahwa proyek itu ternyata akan berlangsung dengan sukses. Ia berpikir, setidaknya ada satu hal baik yang terjadi di sini.

Namun sebenarnya alasan dirinya menyampari Anna adalah untuk mencari tahu tentang perkembangan hubungan asmara di antara wanita yang merupakan seorang aktivis ini dengan saudaranya Adam, sang pangeran. Rasanya putri Isabelle sedikit kecewa bahwa ternyata ekpektasinya tak setinggi dengan realita yang didapatkannya.

"Anna aku ingin kau bersikap jujur padaku. Ada hal penting yang ingin aku ketahui dari dirimu," sahut sang princess berusaha memancing wanita itu.

"Tentu saja yang mulia. Aku akan mengutarakan segalanya yang ingin kau ketahui," balas Anna dengan sikap polos seperti biasa.

Namun sebenarnya Putri Isabelle merasa ragu dalam mengutarakannya. Akan tetapi mendengar balasan Anna membuat dirinya yang sudah semakin penasaran kembali bersemangat untuk berbicara. Dari getaran suaranya, tampak sepertinya Anna sedang sedikit merasa gugup.

Sang putri kembali membuka mulutnya secara blak-blakkan, "Menurutmu saudaraku itu adalah orang yang attractive … menarik atau tidak?"

Mendengar pertanyaan yang spontan seperti itu membuat Anna semakin merasa gugup dan sedikit malu. Dia bahkan kecekikan sebelum akhirnya menjawab, "Maaf tapi Yang Mulia, kau tak harus menanyakan hal ini padaku. Tentu saja beliau orang yang luar biasa dan begitu menarik."

"Diriku tidak bertanya mengenai hal itu dari prespektif kaca mata umum, yang ingin aku ketahui adalah dari versi kaca mata pandang milikmu. Aku ingin tahu pendapatmu secara jujur," jelas Isabelle menkankan pertanyaannya.

"Ten… tentu saja pangeran orang yang tampan dan menarik," ungkap Anna dengan sedikit malu.

Sang putri kali ini bergerak lebih dekat pada Anna, dirinya berbisik, "Terus apakah mungkin jika kau memiliki perasaan pada dirinya?"

Isabelle secara sengaja kembali menyerangnya dengan kalimat yang dilontarkan dengan spontan untuk bisa melihat reaksi wanita itu secara langsung.

Satu pertanyaan yang dilontarkan itu, tentu saja membuat wajah Anna jadi memerah. Dirinya bahkan tak bisa menyembunyikan rasa malunya sendiri. Karena terus merasa diintimidasi, Anna menjawab perlahan, "Apakah pantas bagi orang biasa sepertiku memikirkan hal tersebut?"

Dengan senyuman manis yang masih terukir pada wajah Isabelle, dirinya menjawab, "Tentu saja, semua orang memiliki takdir mereka masing-masing. Cinta itu tak memiliki batas."

Kata-kata sang putri tentu saja membuat pertahanan Anna semakin merenggang. Pasalnya selama ini Anna berusaha keras memisahkan antara kehidupan professional miliknya dengan kehidupan pribadinya sendiri.

Bibirnya tentu saja ingin membantah semua perkataan Putri Veliz, akan tetapi hatinya tak bisa berbohong. Setelah menghabiskan banyak waktu dengan sang pangeran, menerima perlakuan dan sikap khusus yang jelas membuat Anna mulai merasakan sesuatu di dalam sana. Hanya saja dirinya tak begitu yakin, betapa sungguh nyatakah hal tersebut.

"Kau terlihat begitu tegang, ayo ikut diriku. Akan aku ambilkan kau minuman terlezat yang ada di sini," ujar sang princess.

"Maaf, bukannya aku bermaksud untuk menolak, tapi diriku tak begitu terbiasa dalam urusan minum-minum," ungkap Anna mencoba menolak ajakan Isabelle.

"Ayolah, aku pastikan bahwa minuman yang ada di sini berbeda dengan yang mereka sajikan di luar sana. Kualitasnya sangat jauh berbeda. Dirimu terlalu banyak menolak, belajarlah untuk mulai menerima, maka hidup akan jauh lebih berwarna," tutur Isabelle.

"Tapi putri, bukankah dirimu masih berusia tujuh belas tahun?" tanya Anna dengan ragu.

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna, membuat sang putri mentapnya dengan seringai tajam. Anna yang melihat hal itu tentu saja mulai merasa canggung, berpikir bahwa dirinya baru saja mengatakan hal yang salah.

"Yah memang benar. Aku sadar legal age yang berlaku di negara ini yakni minimal usia delapan belas tahun. Tapi di sana juga tertera, bagi yang berusia enam belas tahun dan tujuh belas tahun yang tetap ingin mengkonsumsinya, maka harus memiliki pendamping yang berusia legal untuk mengawasinya. Dan setahuku, Anna kau sudah berusia dua puluh dua tahun, kan?" balas sang putri dengan sedikit tegas.

"Ah iya, kau memang benar putri," respon Anna yang tak ingin memulai perdebatan.

***

Di sisi lain, seseorang yang sudah di kenal sang ratu itu berjalan menuju ke arahnya. Pria muda yang tampan itu berucap, "Maaf harus menganggu waktumu Yang Mulia, tapi ada hal penting yang cukup mendesak dam harus aku bahas denganmu sekarang."

Sang ratu degan ekpresi yang penuh ramah tamah membalas singkat, "Baiklah, kalau begitu."

Keduanya kini pergi ke bagian sisi istana yang tampak tak begitu ramai. Ratu pun berkata, "Apa hal yang ingin kau bahas itu?"

Perdana menteri itu mengeluarkan beberapa dokumen yang tentu saja mengejutkan Yang Mulia ratu. Beliau kembali menyahut, "Albert, kita sedang berada di tengah-tengah acara pesta. Tak bisakah kau menunda hal yang berkaitan dengan urusan pemerintahan itu."

Dengan tegas perdana menteri termuda kedua itu berkata, "Maaf kalau aku harus membawa semuanya kemari. Di pertemuan yang pertama, kita terlalu banyak basa-basi dan hal itu membuang waktu yang tidak sedikit. Lagi pula aku berdiri mewakili rakyat, maka tak ada sedetik pun waktu bagiku yang berhak aku buang secara percuma."

Perdebatan kecil antara sang penguasa negeri ini dan pemenang hati rakyat itu sedikit membuat keadaan menjadi lebih terasa panas. Karena merasa di sindir oleh pria yang memegang jabatan sebagai seorang perdana menteri, sang ratu terpaksa menuruti permintaan pria itu, yang menatapnya dengan sinar mata biru yang sedang terlihat meledek dirinya sebagai sang penguasa.

Camila yang sudah merasa muak dan hina, membuat dirinya tak banyak membuang waktu bersama perdana menterinya itu. Dia langsung mendatangani beberapa dokumen yang dijelaskan oleh perdana menteri itu tanpa bertanya apa pun.

Setelah semuanya selesai, sang ratu akhirnya meninggalkan Albert. Tapi, beliau tentu saja melakukannya dengan cara yang paling anggun dan elegan sehingga tak memberi kesan negatif.

**To Be Continued**

Bagaimana menurut kalian chapter yang satu ini? Tinggalkan gift, vote, like dan juga opini kalian di kolom komentar. Trims!

M_Jiefcreators' thoughts
Nächstes Kapitel