"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Ren.
"Hanya ingin menyapa. Sudah kukatakan kita sangat lama tidak bertemu," jawab wanita itu kembali menampakkan deret gigi runcingnya.
Ren semakin lemah. Namun dia memutuskan untuk melepaskan anak panahnya pada wanita itu.
Zztt!
"Ehh?" Ren dikejutkan dengan tubuh wanita itu yang dapat ditembus oleh anak panahnya. Wanita itu bahkan tidak bereaksi sedikitpun karena serangannya.
"Hahaha rupanya kau mudah untuk didapatkan," ucap wanita itu dengan suara tawa yang mengerikan.
Wanita itu lalu mendekati Ren dan mencekiknya dengan sangat kuat. Ujung kukunya yang tajam bahkan ia tusukkan pada leher Ren hingga membuatnya berdarah.
"Ahh aku sangat menyukai darah bangsawan," ucap wanita itu yang menghirup dalam-dalam aroma darah di leher pangeran Soutra.
Tubuh Ren menjadi semakin lemah. Dirinya mulai tidak dapat merasakan ujung jemarinya hingga membuat busur panah terjatuh ke tanah.
Kedua matanya melotot membulat dengan terus mengerang kesakitan.
Sementara wanita bertaring itu terus tersenyum menampakkan deret giginya dan beberapa kali menghirup dalam-dalam aroma darah seraya mengecap.
Telapak tangan kiri wanita itu nampak bercahaya. Ren masih dapat meliriknya sedikit, dia hanya melihat ada segumpal cahaya yang sangat menyilaukan.
Tidak perlu berlama-lama, wanita itu segera menyerang Ren dengan cahaya di tangan kirinya itu. Dia membiarkan kekuatan cahayanya itu masuk ke tubuh sang Pangeran Utara melalui perut hingga membuat pria itu kejang untuk sementara lalu tidak sadarkan diri.
Roh hutan wanita itu membiarkan tubuh Pangeran Soutra terjatuh di tanah. Selalu waspada dengan sekitar, dia lalu memerintahkan semua makhluk terbang bercahaya untuk membawa tamu sekaligus tawanannya itu ke tempat yang lebih aman.
"Dia manusia, energinya sangat sempurna. Sangat tidak rugi aku kehilangan peri wanita sialan itu," geramnya dengan tatapan mata yang sangat tajam.
Dengan sekali kibasan rambut panjangnya, wanita itu menghilang seiring dengan meredupnya cahaya terang yang semula memenuhi sebuah pohon besar yang telah berusia ratuhan tahun.
--
--
Di tempat peristirahatan para petualang. Corea masih memainkan api unggun, dia sesekali meniupnya untuk menjaga agar api tetap menyala dengan stabil. Dia juga terus menambah jumlah kayu.
Dia sempat melirik si bocah yang sedari tadi banyak bicara menanggapi kisahnya, Ser tidur dengan posisi tubuh melingkar khas sekali bocah yang sedang kedinginan.
Corea melepaskan mantelnya untuk dipasangkan pada bocah yang baru ia kenal beberapa jam yang lalu.
Corea merasa ada yang berbeda dari sekitarnya, dia tidak dapat menemukan pangeran rambut panjang merah muda di dekat Wedden. Dia ingat kalau sebelumnya pria itu duduk disana, tidak begitu jauh dari sang pewaris darah Raja Elf.
Sementara itu, Wedden masih sangat fokus dengan percobaan sihirnya. Dia telah berhasil menggerakkan batu yang tidak memiliki arti apapun, karena gerakan itu sama sekali tidak akan memberikan bantuan apapun untuknya jika ada hal buruk yang terjadi.
"Sial! Apa ini? Apa aku sungguh keturunan Elf? Kenapa aku payah sekali," gerutunya.
Wedden sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sejak tadi diperhatikan oleh si peri cantik.
"Hey! Kemarilah! Aku mungkin bisa mengajarimu sedikit keahlianku," ujar Corea pada Wedden.
Si keriting Wedden hanya menoleh sebentar, sama sekali tidak tampak tertarik.
"Asal kau tahu saja, kami sebagai peri lembah juga memiliki kekuatan sihir. Walau tidak seberapa, tapi inilah salah satu kelebihan dari bangsa peri yang sesungguhnya," ucap Corea lagi.
Wedden menarik napas panjang. Jika boleh jujur, si pria Vitran itu sudah sangat lelah dan bosan. Dia bahkan mulai berpikir kalau semua ini hanya bualan belaka yang membodohi dirinya.
"Kau memiliki makanan?" tanya Wedden saat ia menghampiri peri wanita itu.
Corea menggeleng, "Bocah itu telah menghabiskan semuanya."
Wedden menatap Ser, lalu pandangannya tertuju pada beberapa tempurung buah hutan yang sebelumnya dimakan oleh Corea dan Ser.
Corea memberitahu Wedden kalau bangsa peri lembah seperti mereka setidaknya memiliki keahlian pengendalian angin. Hanya saja, dia tidak sehebat sang ayah yang dapat benar-benar mengendalikan udara. Dia dan Hatt hanya mampu meniupkan angin yang dingin dan berjarak jauh.
Namun mereka juga dapat mengendalikan musuh hanya dengan menatap kedua mata mereka dalam keadaan fokus tingkat tinggi.
"Kau bisa melakukan hal semacam itu? Kenapa kau tidak melakukannya pada monster …," pertanyaan Wedden terhenti saat wanita itu meliriknya.
"Apa kau tidak merasa bersalah setelah bertanya?" ucap Corea yang membuat Wedden segera menundukkan kepalanya.
"Makhluk itu, ah maksudku … monster itu sangat agresif dan mengerikan, aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk bergerak. Lebih tepatnya, kita semua tidak memiliki kesempatan untuk bergerak."
Wedden mengangguk samar, jelas dia menyetujui perkataan peri wanita itu.
Corea tiba-tiba menepuk keras bahu pria Vitran itu hingga Wedden sangat terkejut. "Tegakkan punggungmu! Biarkan tubuhmu berada pada posisi nyaman lalu cobalah untuk fokus!" perintahnya.
Wedden yang merasa masih sangat junior dalam bidang persihiran atau kekuatan apapun itu hanya menurut dengan perkataan Corea. Dia melakukan semua hal yang disuruh oleh peri wanita itu.
Corea kembali melihat sekitar, sudah cukup lama sejak dia menyadari kalau pangeran Soutra tidak ada di tempat.
"Dimana dia?" tanyanya. "Pria menyebalkan itu," imbuhnya.
Wedden yang paham segera berbalik badan untuk melihat ke tempat dimana tadi Ren merebahkan tubuh.
"Apakah dia buang air kecil?" tanya Wedden.
"Apakah se-lama itu?" ucap Corea.
Mendadak mereka merasakan angin dingin yang berhembus menyapa kulit keduanya.
Hening, namun hawa dingin semakin menjadi-jadi.
Wush!
Api unggun mati.
"Hey jangan bercanda!" Wedden menatap Corea yang juga ternyata kebingungan.
"Argh sial! Dia pergi kemana?" Wedden mulai tidak tenang.
Keduanya lalu sepakat untuk membangunkan Ser dan membiarkannya tersadar untuk kembali bersiaga.
Ser bangun dengan mengerang karena kesal mendapatkan beberapa pukulan pada wajahnya dari Wedden.
Dari balik pohon yang cukup jauh, Wedden melihat ada makhluk terbang yang nampak bercahaya. Dia memicingkan kedua matanya untuk memastikan penglihatannya itu.
Seketika dia menyadari kalau pangeran Soutra tidak sedang pergi begitu saja. Busur dan anak panah milik Ren tidak ada di tempat, jelas sekali kalau pangeran Soutra itu pergi dalam keadaan siap untuk bertarung.
Wedden dan Corea mencoba untuk mengikuti arah perginya Ren dari bekas jejak yang tidak begitu nampak di dalam hutan yang sangat gelap. Keduanya masih harus menjaga Ser yang belum sepenuhnya terbangun.
Bocah itu masih merengut dan sesekali bergumam kesal, namun dia berjalan dengan baik diantara Wedden dan Corea.
"Ser, bisa kau ceritakan kembali tentang makhluk terbang bercahaya yang pernah kau lihat sebelumnya?" tanya Wedden. "Apa itu terlihat seperti … yang diatas pohon itu?"
Wedden berhenti dan menunjuk makhluk seperti burung yang menempel di salah satu ranting pohon di dekat mereka. Makhluk itu diam, sama sekali tidak mengepak dan nampak mati.
Ser mengerjapkan kedua matanya beberapa kali sebelum akhirnya dia mengiyakan.
Ketiganya terdiam untuk beberapa saat, mereka memperhatikan makhluk itu baik-baik, hingga tiba-tiba makhluk itu meledak dan hancur berhamburan.
Sepihan kecil tubuhnya nampak seperti jutaan kunang-kunang yang berhamburan segera.
"Waaahhh …," Corea terbius dengan keindahannya.
Pandangan Wedden tertuju pada dua serpihan yang meletup saat saling bersentuhan. Hal itu membuatnya segera melepas mantel dan mengibaskan ke segala arah untuk menjauhkan serpihan cahaya itu dari dia dan kedua rekannya.
"Itu bahaya! Lari!" ujarnya segera setelah mengibaskan mantel yang membuat Ser dan Corea sangat terkejut.
***