webnovel

Chapter 23 : Song Tianchen Kembali

Ketika Dabao dan Erbao keluar, kembali kembali berbelanja di tempat yang sama dengan dua hari lalu. Karena Yan Mao berbelanja banyak barang, dia akhirnya mengenal Yan Mao. "Nyonya, ada yang ingin kamu beli?"

"Aku membutuhkan gula. Tolong berikan aku 20 jin gula." Ketika penjaga toko mendengar, dia tercengang. Kemarin dia membeli 10 jin gula, hari ini membeli 20 jin gula. Namun penjaga toko segera tersenyum.

"Tentu, tentu, lalu apa lagi Nyonya?"

Yan Mao menatap kearahnya. "Apakah kamu punya bibit sayuran?"

Penjaga toko segera menganggukkan kepalanya. "Semuanya ada disini."

Yan Mao mengambil semuanya. Dia juga membeli minyak makan sebanyak 20 jin. Karena beras masih banyak. Dia hanya berbelanja tiga jenis saja. Yan Mao mengeluarkan 1,5 tael berbelanja di sini. Dia menyerahkan uangnya dan segera pelayan membantunya mengantarkan ke tempat Paman Qian.

Ayah Yan mengikuti pelayan dan membawa barangnya. Sedangkan Daddy Yan pergi mengikuti Yan Mao. Mereka pergi ke tempat penjualan daging. Sebenarnya daging yang dia beli kemarin sudah habis. Dia ingin membeli daging yang baru.

Dia pergi ke tempat tukang daging, ketika pria gemuk itu melihat kearah Yan Mao. Dia menjadi bersemangat. "Nyonya, apa yang ingin kamu beli?"

"Aku ingin daging tanpa lemak dan berlemak. Masing-masing 4 kati, tulang, usus, dan iganya masing-masing 2 kati."

Tukang daging segera menganggukkan kepalanya. Segera dia menyiapkan semuanya. "Nyonya ini dia. Aku memberimu banyak tulang."

Yan Mao tersenyum. Dia menyerahkan uang sebanyak 138 sen, tukang daging tersenyum lebar. "Terima kasih Nyonya."

Daddy Yan menatapnya. "Tidakkah kamu belanja terlalu banyak untuk daging saja?"

Putranya benar-benar suka berbelanja. Meskipun dia tahu bahwa putranya menghasilkan banyak uang. Jika dia berbelanja seperti ini, lama kelamaan dia akan menghabiskan seluruh uangnya.

"Daddy jangan khawatir. Aku berbelanja banyak karena kedua anakku butuh makanan yang sehat. Lihat mereka betapa kurusnya mereka sekarang." Yan Mao menggosok kepala kedua putranya. Daddy Yan tahu betapa sulitnya kehidupan putranya sebelum ini.

Dia akhirnya menganggukkan kepalanya. Yan Mao meminta Daddynya untuk membawa kedua anaknya ke gerobak. Dia harus membeli sesuatu lagi. Daddy Yan menganggukkan kepalanya. Mereka kembali ke gerobak sapi Paman Qian.

Yan Mao pergi ke toko kain, dia membeli banyak potongan kain. Dia akhirnya menghabiskan 3 tael perak untuk kain. Dia hanya bisa menghela napasnya dengan lembut. Uang sangat mudah dihabiskan.

Yan Mao kembali dengan banyak barang di keranjangnya. Dabao dan Erbao menatap kearah dua kekasih yang bertengkar. Dia menatap kearah Daddynya. "Daddy lihat, dua orang itu sedang bertengkar."

Ketika Yan Mao menatapnya, dia melihat bahwa pihak lain sebenarnya bukan berkelahi namun saling menggoda. Ketika Yan Mao melihat kearah Ger itu. Dimana aku melihat Ger itu? Terasa tidak asing?

Yan Mao berpikir sebentar, lalu dia mengangkat bahunya. Paman Qian mengatakan bahwa mereka akan segera kembali ke desa. Mereka berlima naik ke kereta dan pergi.

______

Deretan langkah kuda dan kereta melewati beberapa sawah didepan sebelum memasuki desa. Banyak orang yang sibuk bekerja. Begitu mereka mendengarkan suara telapak kuda dan kereta. Mereka berhenti bekerja dan memperhatikan siapa yang datang.

Melihat bahwa semua orang sangat gagah, beberapa orang ketakutan. Siapa yang datang ke desa mereka. Sebelum memasuki desa, seseorang mengenal mereka. "Ini... Song Tianchen?"

Song Tianchen menatap kearah pria itu. "Paman Cheng."

"Wow, ini benar-benar kamu, Song Tianchen."

Ketika dia melihat ke belakang, semua adalah orang-orang desa. "Kalian semua kembali. Kalian semua kembali."

Paman Cheng melihat mereka semua. Song Tianchen tersenyum. "Paman Cheng, kami baru saja dalam perjalanan. Kami akan kembali dan beristirahat."

Paman Cheng segera berjalan ke tepi. "Silakan, silakan."

Song Tianchen memasuki desa, dia menatap desa sedikit sepi, jarang orang-orang ada di desa pada saat ini. Hanya beberapa yang sudah menyelesaikan pekerjaannya yang berada di rumah.

"Hei, bukankah itu adalah Song Tianchen dan rombongannya?"

"Benar-benar Song Tianchen dan rombongannya." Masing-masing dari mereka memiliki rumah yang mengarah ke gunung. Keenam orang berjalan bersama, karena sudah memasuki desa, mereka hanya memerintah kudanya untuk berjalan.

Ger Tong kebetulan keluar dari rumahnya, begitu dia melihat kelompok pria berkuda, hatinya sedikit ketakutan. Kenapa ada orang berkuda? Namun ketika orang semakin dekat, tiba-tiba mata Ger Tong melebar.

"Song... Song Tianchen?"

Song Tianchen sedikit mempercepat langkah kudanya. Dia berhenti tepat didepan rumahnya. Dia turun dari kuda, Song Tianchen melompat ke tanah. Ger Tong hampir ketakutan. Dia segera menangis.

"Oh Tianchen, kamu akhirnya kembali. Suami A-Mao kembali."

Song Tianchen tersenyum. "Ger Tong, senang bertemu denganmu. Di mana Istri dan anak-anakku?"

Ger Tong sangat senang sampai dia menangis dengan keras. Song Tianchen harus menepuk beberapa kali bahunya sampai Ger ini menjadi tenang. Dia memiliki mata merah namun dia sangat senang.

"A-Mao dan anak-anakmu pergi ke pasar, tidak hanya mereka bahkan Ayah dan ibu mertuamu juga pergi bersama." Ger Tong menjelaskan dengan mata merah. Beberapa dari pemuda desa yang ikut dengan Song Tianchen. Mereka juga berhenti didepan rumah Song Tianchen.

Mereka melihat bahwa Song Tianchen sedang berdiskusi. Mereka semua berbicara. "Tianchen, kami akan kembali sekarang."

Song Tianchen menganggukkan kepalanya. "Ya, temui keluarga kalian."

Mereka semua menganggukkan kepalanya. Lalu kelima kuda dan kereta menjauh dari kediaman keluarga Song Tianchen. Ger Tong segera menghapus jejak air matanya. Song Tianchen merasa bahwa Ger Tong benar-benar bahagia.

Dia membuka pintu pagar, Song Tianchen menyuruh Ger Tong untuk masuk.

"Ger Tong, ayo mengobrol di rumah." Song Tianchen mempersilakan Ger Tong untuk masuk ke rumahnya. Ketika Song Tianchen membuka pintu rumah, rumahnya bersih dan rapi. Dia masuk ke dapur dan ada beberapa selai dan pasta paprika yang di tinggalkan oleh Yan Mao.

Song Tianchen mengerutkan alisnya, namun karena ada tamu di luar. Dia mengambil air dan membawanya keluar. Ger Tong menjadi lebih tenang, Song Tianchen menuangkan air ke gelas dan akhirnya menyerahkannya pada Ger Tong.

"Ger Tong, apakah Istri dan anak-anakku baik-baik saja selama aku pergi?"

Ger Tong menggelengkan kepalanya. "Sebelumnya mereka menderita, tapi setelah Ger Mao jatuh ke sungai, dia menjadi lebih termotivasi dan lebih ceria dari sebelumnya."

Song Tianchen mengepalkan tinjunya dan ekpresinya terkejut. "Jatuh ke sungai? Ger Tong, katakan apa yang terjadi?"

Ger Tong menatapnya. "Ini semua karena Daddy tirimu. Selama kamu pergi ke kemiliteran, dia tidak melakukan apapun kecuali hanya meminta istrimu bekerja di ladang mereka. Ger Mao melakukannya, dia bahkan terkadang mengabaikan lahannya sendiri. Setahun setelah itu, berita perperangan muncul. Kalian semua menghilang dan semua orang menganggap kalian sudah mati. Daddy tirimu menjadi semakin tidak bermoral. Dia memperlakukan Ger Mao menjadi lebih keras. Kamu tahu, setelah menghasilkan banyak uang dan membeli tanah. Daddy tirimu mengambil semua tanah dan hanya menyisakan 1 mu lahan subur. Beberapa hari lalu dia meminta Ger Mao menyerahkan akta rumah. Dia mengatakan itu adalah milikmu. Kamu tahu betapa kejamnya Daddy tirimu. Dia menjual rumah itu, bagaimana Ger Mao dan putramu bisa tinggal. Namun Ger Mao marah dan tidak ingin menjualnya. Mereka bertengkar di tepi sungai. Daddy tirimu mendorong Ger Mao, aku melihat itu dan aku segera meminta bantuan pada penduduk. Ger Mao akhirnya selamat, aku pikir dia akan meninggalkan putra-putramu juga. Setelah Ger Mao bangun, dia mulai berbisnis di kota, menjual sesuatu dan menghasilkan banyak uang. Dia membeli banyak daging dan meninggalkan Dabao dan Erbao di rumah. Namun Daddy tirimu datang dan merampok daging yang dibeli oleh Ger Mao. Ger Mao memberinya pelajaran dan dia meminta kepada Kepala Desa untuk membuatkan surat perpisahan dia harus membayar 1 mu tanah lahan subur sebagai kompensasi dari perpisahan."

Nächstes Kapitel