Sang-dong, Mokpo-sj
Jeollanam-dong, Korea Selatan
13 Agustus 2021
[22.00 KST]
Tik... Tik... Tik...
Sisa air hujan sore tadi menetes di atas pot bunga dari genting di luar jendela. Udara masih terasa dingin dan berkabut. Membuat siapa pun lebih memilih untuk meringkuk di balik selimut tebal di atas kasur demi sedikit kehangatan.
Tapi, berbeda denganku...
Ada Mas Agung di sini menemaniku.
Karena hari ini kita berdua sedang libur dari pekerjaan kami masing-masing.
"Sally... I love you..." Bisik Mas Agung ke telingaku.
Aku yang berada di bawah tubuhnya, merasa sedikit geli. Tapi aku suka saat dia mengatakan bahwa dia mencintaiku.
"Aku juga mas..." Balasku lalu mengecup lembut bibir tipisnya. Mas Agung membalas kecupanku dengan ciuman yang lebih lagi. Aku bisa merasakan bagaimana hasratnya sangat membara malam ini. Nafas hangatnya terasa berhembus menggebu. Yah, namanya juga sudah beberapa minggu kami tidak bertemu. Tepatnya, tidak bisa bertemu. Karena dia bukanlah laki-laki biasa yang bisa kukencani kapan saja aku mau.
Mas Agung adalah seorang idol!
Seorang idol dengan rambut pendek, penampilan yang selalu rapi karena selain idol, ia juga merupakan keturunan bangsawan. Ia seringkali datang ke negaraku dengan alasan berlibur padahal hanya karena dia merindukanku dan bermalam di rumahku selama beberapa hari.
Walau dia seorang idol, di mataku dia tetaplah laki-laki biasa. Laki-laki yang kurasakan bahwa ia tulus mencintaiku. Aku pun tidak peduli apa profesinya.
Malam ini... Aku dan Mas Agung memutuskan untuk meluapkan rasa rindu kami dengan saling bergumul di balik selimutku yang kumal ini untuk sekadar berbagi kehangatan setelah sebelumnya melepaskan semua pakaian yang menempel di tubuh kami.
Jari-jemarinya yang panjang dan berurat, menyentuh setiap jengkal kulitku mulai dari ujung kaki, menciumi tubuhku dan mengelus naik hingga ke pahaku, melewati bagian sensitifku dan terus naik hingga tangannya menyentuh bagian dadaku yang ranum.
Dia remas dengan lembut buah dadaku. Sesekali lidahnya berputar-putar memainkan putingku. Bergantian kanan dan kiri.
Aku hanya bisa melenguh kecil setiap dia mengulumnya. Geli tapi juga nikmat.
"Aaahhh..." Hanya suara itu yang keluar dari mulutku. Kulihat wajah Mas Agung merah padam. Mungkin juga sama dengan wajahku saat ini.
Lalu Mas Agung kembali mencium bibirku dan kami bergumul melampiaskan segala kerinduan dan hasrat yang selama ini tertahankan.
Kusentuh bagian belakang punggungnya yang basah karena tetesan peluh dari kenikmatan yang kami berdua rasakan.
Mas, aku sungguh mencintamu...
• • • •
06.28
Drrttt... Drrttt...
Ponsel milik Mas Agung yang entah bagaimana bisa berada di lantai, bergetar sejak tadi. Cukup lama ponsel itu terus bergetar sampai akhirnya Mas Agung bangun dari memelukku dan mengambil ponselnya.
Ia tatap sejenak layar ponselnya. Ia tampak ragu untuk mengangkat panggilan itu. Lalu Mas Agung berdiri dan memilih keluar kamar untuk duduk di kursi depan televisi.
"Hallo." Ucap Mas Agung saat menerima panggilan itu.
"Hmm. Oke. Bilang padanya suruh tunggu. Mungkin saat makan siang nanti, aku sudah di sana. Baik. Sampai jumpa." Mas Agung menutup panggilan ponselnya.
"Yank, aku harus balik sekarang." Kata Mas Agung seraya mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi.
"Gitu ya? Hari ini udah ada jadwal baru lagi?" Tanyaku sambil duduk di tempat tidur.
"Iya. Jadwal hari ini udah ditentukan dari 3 bulan yang lalu sih. Jadwalnya bareng sama anak-anak yang lain juga. Biasa... Buat iklan." Jawab Mas Agung dari kamar mandi.
Aku tidak menyahut kembali perkataannya. Aku bangun dan berjalan menuju pantry untuk membuat secangkir kopi hitam favoritku. Setelah kopiku jadi, kubawa cangkirku kembali ke tempat tidur.
Aku duduk sambil menatap ke arah jendela yang berada tepat di sisi atas tempat tidurku.
Ternyata pagi ini masih saja gerimis. Beberapa hari ini hujan terus turun, membuatku sedikit kesulitan ketika harus berangkat dan pulang dari tempatku mengajar bahasa asing.
Selang beberapa menit, Mas Agung telah menyelesaikan mandinya. Ia keluar hanya dengan membalut tubuh bagian bawahnya dengan handuk putih milikku yang terdapat inisial nama kita berdua di ujungnya.
Mas Agung menghampiriku lalu duduk di sampingku.
"Maaf ya, kali ini kita hanya bisa bertemu sehari saja. Lain kali akan kuusahakan untuk mencari waktu lebih untuk kita berdua." Ucap Mas Agung sembari memegang kepalaku dan mengecup keningku.
Aku menoleh padanya dan tersenyum pertanda bahwa aku baik-baik saja.
Mas Agung lalu kembali bangkit untuk mengenakan pakaiannya dan berdandan. Setelah dirasa penampilannya sudah cukup baik, ia kemudian mengambil duffle bag-nya yang kemarin dia letakkan di sofa di sudut kamar tidur.
"Sayang, aku pergi dulu. Nanti kuhubungi kembali saat aku sudah tiba di sana. Love you!" Mas Agung yang sudah berpakaian rapi dengan tidak lupa memakai bucket hat dan masker hitamnya, berpamitan padaku dengan melambaikan tangan dan ia pergi berlalu begitu saja dari pandanganku. Aku masih membalasnya hanya dengan senyuman. Ya, aku tidak mengantanya pergi sampai di luar rumah. Kami tak mau ada orang yang sampai mengenali dirinya. Bisa hancur seketika karir yang sudah dia bangun belasan tahun ini.
Kulihat dari jendela ini, dia terlihat sedang membuka pintu taksi yang sudah dia hubungi tadi.
Sepertinya dia sadar bahwa aku memperhatikannya. Mas Agung melambaikan tangannya sekali lagi padaku sebelum masuk ke dalam taksi.
Aku hanya bisa menatapnya pergi semakin menjauh dan menghilang dari penglihatanku...
Kuhembuskan nafas dalam-dalam lalu kuminum kopi hitamku.
I Love You Too Mas Agung...
• • • •
03 September 2021
[12.10 KST]
Kupandangi secangkir Americano dan sepotong Croissant yang ada di hadapanku. Seharusnya aku makan siang bersama dengan beberapa teman kerja hari ini, tapi aku terlanjur ada janji dengan sahabatku yang sudah lama tidak kutemui. Namanya Aoki.
Terakhir bertemu dengannya saat reuni universitas tahun lalu. Saat itulah dia mengatakan padaku bahwa ia harus berangkat ke Seoul keesokan harinya. Karena ternyata ia diterima bekerja di salah satu perusahaan komunikasi terbesar di sana.
Saat itu aku merasa sedih karena dia adalah satu-satunya sahabatku.
"Geujeo chinguyeosseossdeon niga
Eoneusae dallajyeo boyeo..."
Terdengar lagu yang mengalun syahdu. Lagu solo dari salah seorang anggota idol yang kini mengisi hidupku..
Lagu yang sedang diputar oleh staff di kedai kopi ini membuatku merindukan Mas Agung.
Kenapa harus lagu ini yang diputar?
Sudah 3 minggu sejak terakhir aku bertemu dengannya saat itu dan hingga kini dia belum juga menghubungiku kembali. Aku pun tak berani menghubunginya lebih dahulu. Kuaduk cangkir kopi dengan sendok kecil ini sambil menopang dagu.
"Sally!" Teriak seorang wanita di dekat pintu masuk coffee shop. Ternyata itu Aiko!
"Aikooo!! Sini!" Kupanggil dia. Aiko menghampiriku dengan senyum lebarnya.
"Kangen banget astaga!" Ucap Aiko sambil memelukku lalu duduk di kursi di sebelah kananku.
"Iya, aku juga kangen ih! Kamu tumben balik ke sini? Kukira kamu udah nikah aja sama om-om tajir di sana makanya lupa sama aku." Kataku sewot.
"Eh aku udah ga doyan om-om ya. Sekarang aku sukanya sama abang-abang ganteng aja! Aku juga ke sini demi kamu nih!" Sahut Aiko tetap dengan gayanya yang centil. Berbeda denganku yang lebih terlihat tomboy.
"Abang-abang ganteng? Siapa nih?" Tanyaku penasaran.
"Kalau aku jawab, kamu bakal percaya nggak ya?"
"Emang siapa sih? Baru juga ketemu udah bikin penasaran. Nggak usah tebak-tebakan lah. Hidupku sendiri udah nggak jelas. Kamu jangan ikut-ikutan." Jawabku kesal tapi masih juga penasaran.
"Anu... Sebenernya aku lagi deket sama dua orang cowok. Dan salah satu dari mereka tuh..." Aiko menghentikan ucapannya. Aku yang tak mengerti, hanya bisa menaikkan alisku.
"Seorang idol!" Aiko meneruskan perkataannya namun kali ini dengan setengah berbisik di telingaku. Aku terkejut. Aku jadi ingat dengan hubunganku dan Mas Agung.
"Serius?" Tanyaku lembut padanya.
"Ya serius lah neng. Sebenernya aku nggak boleh cerita ke siapa-siapa sih. Tau kan gimana idol itu. Tapi kupikir nggak masalah. Toh aku dan dia belum ada hubungan apapun. Hanya sekadar dekat aja." Jawab Aiko memberi penjelasan padaku.
"Eh, kamu belum pesan makanan ya? Aku pesankan ya?" Astaga, aku lupa kalau belum memesankan makanan atau minuman apapun padanya. Aku berjalan menuju ke tempat pemesanan dan memesankan makanan untuk Aiko, sahabatku.
Siang itu, kami berdua menghabiskan waktu makan siang bersama dengan bercanda dan bernostalgia tentang masa muda kita berdua saat masih sekolah. Tapi... Inilah awal dari semuanya.
• • • •
Aku berjalan kaki menyusuri trotoar di tengah kota Mokpo. Pekerjaan hari ini sungguh berat. Rasanya tenagaku telah habis terkuras. Apalagi tungkai kakiku juga lecet karena harus berdiri seharian.
Tiba-tiba mataku tertuju ke layar videotron pada sebuah sisi gedung di ujung jalan.
Sebuah layar yang menampakan sebuah iklan mobil Eropa dengan brand ambassador seorang idol tampan. Ya, dia Mas Agung.
Melihatnya tertawa di dalam sebuah iklan membuatku berpikir, apakah dia merasakan sakitnya kerinduan seperti yang kurasakan kini?
Dengan tubuhku yang sedang sangat merasa lelah, ditambah dengan melihat Mas Agung yang tampak seperti hidupnya baik-baik saja walaupun tanpa aku di sisinya, sungguh rasanya hatiku ingin menjerit keras.
Kenapa aku harus mencintaimu sedalam ini?
Kenapa kamu juga memberikanku harapan seolah-olah kamu akan melakukan apapun demi diriku?
Aku mengepalkan tanganku sekuat mungkin untuk menahan rasa sakit ini. Aku benar-benar merasa sudah tidak tahan lagi. Apakah kesabaranku menunggumu selama dua tahun ini masih belum cukup?
Air mataku mulai menetes... Langit pun seolah mengerti. Rintik hujan mulai membasahi tubuhku.
Aku hanya bisa menunduk lesu. Berharap setidaknya hujan ini menyamarkan kesedihanku.
Mas, apakah kamu akan kembali padaku?
Aku tahu ini konyol. Tak seharusnya kamu dan aku bersama. Terlalu jauh jarak di antara kita. Aku sendiri merasa tak pantas bersanding denganmu.
Belum lagi jika aku mengingat bahwa tempatku tinggal juga adalah buah dari rasa sayangmu padaku. Atau mungkin itu hanya sebagai bentuk kemurahan hatimu pada seorang wanita yang menyedihkan ini.
Sebuah apartemen mewah di kota Mokpo, kamu berikan padaku. Ya, Mas Agung membelikannya untukku. Dan ia sengaja membelikannya di sini karena jarak antara Seoul dan Mokpo yang jauh, membuat kemungkinan untuk hubungan kami tercium oleh publik menjadi sangat kecil.
Semua biaya hidupku pun ia tanggung. Jadi walaupun tanpa aku bekerja, hidupku tak kan kekurangan.
Biasanya paling tidak sebulan sekali ia datang ke sini untuk melepaskan rindunya padaku. Dan setiap hari pun pasti berkomunikasi denganku melalui chat kakao talk.
Tapi... Ini sudah tiga minggu. Tiga minggu tanpa kabar apapun darinya. Dan minggu depan adalah jadwalnya untuk datang kemari mendatangiku.
Kalau begini, aku terpaksa harus pasrah jika ia benar-benar pergi meninggalkanku.
Sungguh keadaanku saat ini sangat buruk.
Pikiranku kacau.
Aku memaksakan diri untuk kembali berjalan pulang. Hingga ketika tinggal beberapa blok lagi aku sampai di depan gedung apartemenku, aku melihat seorang wanita sedang berciuman mesra dengan seorang laki-laki di salah satu gang sempit di sebelah bar.
Wanita itu menoleh padaku.
"Aiko!?" Ternyata wanita itu adalah Aiko. Tapi, siapa laki-laki yang bersamanya.
"Sally?" Aiko menghampiriku disusul oleh laki-laki itu.
"Kamu ngapain di sini?" Tanyaku padanya.
"Aku tadi datang ke apartemenmu. Tp ternyata kamu belum pulang jadi aku ke bar ini sambil menunggumu." Jawab Aiko.
"Terus, siapa laki-laki itu? Kulihat kalian tadi sedang berciuman di sana." Aku kembali bertanya padanya.
"Ah, dia? Dia Sun Woo. Tadi aku berkenalan dengannya di bar." Jawab Aiko malu-malu.
"Tapi kamu ngapain jalan hujan-hujan gini?" Aiko kembali bertanya padaku sambil melirik ke arah tas yang kubawa. Terlihat ada lipatan payung kecil di dalamnya tapi sengaja tidak kupakai.
Aku hanya menggeleng pelan.
"Sun Woo, sudah dulu ya. Temanku sudah datang. Terima kasih sudah menemaniku." Ucap Aiko genit pada laki-laki itu.
"Oke. Nanti kuhubungi lagi ya. Bye." Laki-laki itu melangkah pergi menjauh.
"Ayo Sal! Kita ke rumahmu. Kamu harus cepat ganti bajumu. Nanti masuk angin!" Ajak Sally.
Kami berdua berjalan bersama menuju apartemenku. Beruntung, di saat aku kalut seperti ini, ada seorang sahabat yang menemaniku. Setidaknya, mungkin aku bisa sedikit berhenti memikirkan Mas Agung.
• • • •
Aku membuka pintu apartemen dan mempersilakan Aiko masuk.
"Masuk Ko. Duduk aja. Aku mau ganti baju dulu." Kusuruh Aiko duduk di sofa di depan televisi lalu aku masuk ke kamar untuk mengganti bajuku.
Aiko hanya mengangguk sambil tersenyum.
Di sudut meja kecil di samping televisi, kuletakkan sebuah pigura foto. Tampak Mas Agung yang sedang memelukku sambil mencium pipiku di dalam foto itu. Foto yang kita ambil dua tahun lalu. Saat kita berdua memutuskan untuk berkencan setelah Mas Agung dengan penuh kasih sayang, memberikanku sebucket bunga mawar merah favoritku dan sepucuk surat cinta darinya yang mengatakan bahwa ia mencintaiku dan ingin menjadikanku satu-satunya miliknya.
Ah! Bahaya! Aiko tidak boleh sampai melihatnya!
Aku yang belum benar-benar selesai memakai pakaian, berlari secepat mungkin keluar dari kamar.
"Aiko!!!" Aku berteriak memanggil Aiko yang ketika aku membuka pintu kamar, kulihat dia sedang berdiri di depan meja pantry sambil memencet tombol coffee maker hadiah dari Mas Agung untukku.
"Hah? Kenapa!?" Tanya Aiko padaku dengan ekspresi wajahnya yang kebingungan.
Ah leganya... Sepertinya Aiko belum melihat fotoku dengan Mas Agung. Cepat-cepat aku menuju ke meja kecil di sudut ruangan sebelum Aiko menyadarinya.
• • • •