webnovel

Perasaan Nyaman

"Fer tolong angkat dulu telpon ku, beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Anggap saja ini yang terakhir dan aku tidak akan menghubungimu lagi."isi pesan suara Andi.

"Penjelasan apa lagi sih?! Buang buang waktuku saja!"gumam Fera kesal.

Andi pun merasa bersalah karena apa yang telah dilakukannya, karena hingga saat ini Fera sama sekali tidak membalas pesan Andi lagi.

"Fer nanti malam kamu ga pergi kemana mana kan? Bu Arni ngajak kita makan malam dirumahnya."ujar Mama.

"Duh, apa lagi ini Ya Tuhaaan…."ucap Fera dalam hati.

"Hmmm, iya Ma." Fera mengangguk pasrah.

Fera dan Daffa sama sekali belum berkomunikasi semenjak kejadian di hotel malam itu.

Karena merasa bersalah, Siska mencoba bicara lagi dengan Daffa pagi ini.

Tok.. Tok..

"Ka Daffa, ini sarapan dulu. Aku bawakan bubur ayam kesukaan kakak."

"Terimakasih Sis."

"Ehh.. Kak, bagaimana kondisi kakak hari ini? Apa sudah lebih baik?"tanya Siska.

"Baik."ucap Daffa dengan ekspresi datar.

"Aku minta maaf karena tidak berkomentar apapun soal masalah kemarin malam. Kali ini kalau ada hal yang ingin kakak ceritakan, aku siap mendengarkan dan membantu selagi aku mampu."

Daffa menoleh pada Siska dengan tatapan kosong.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku Sis. Aku sangat benci situasi ini. Tapi tanpa kusadari, aku pun menikmati nya."

"Menikmati apa kak?"

"Saat Fera berperan sebagai Feli. Sedikitnya aku merasa nyaman dengannya. Aku tahu mereka tidaklah sama. Namun, mereka memberi kenyamanan dari sisi yang berbeda juga."

"Apa kakak menyukai Kak Fera juga?"

"Tidak. Tentu saja tidak."

Siska kebingungan dengan pernyataan Daffa. Tapi ia mencoba untuk tetap mendengarkan cerita kakaknya itu.

"Aku hanya tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini Sis."

"Kak, kalau Siska boleh kasih pendapat, mungkin ini bisa jadi pertimbangan untuk kakak. Dari yang aku pahami, mungkin kaka bisa memulai semuanya dari nol bersama Kak Fera."

"Mulai dari nol? Sebelumnya kami kan sudah saling kenal." tanya Daffa keheranan.

"Ya betul, tapi itu kan hanya sekedar kenal biasa saja. Maksudku, kalian coba lebih mengenal satu sama lain dengan pelan saja. Orang tua Fera dan Mama kan memberikan waktu sebebas mungkin untuk kalian berhubungan. Jadi, manfaatkan waktu sebaik mungkin…"

Daffa mengerutkan dahi nya, di tengah percakapan. Mama masuk ke kamar Daffa yang pintunya terbuka setengah.

"Daffa, Siska.. Malam ini Mama mengundang keluarga Gunawan untuk makan malam bersama. Kalian bersiap ya nanti. Oh ya Siska, nanti bantu Mbok Irah dan Mama masak ya."

"Ba-baik Ma."jawab Siska.

Siska dan Daffa saling bertatapan selepas Mama pergi. Daffa hanya diam dan sesekali menutup wajah dengan kedua tangannya seperti sedang memikul beban pikiran yang sangat berat.

"Kak, mungkin ini waktunya. Ajak Fera ngobrol baik baik. Kalau nantinya tidak ada kecocokan antara kalian, aku rasa orang tua kita dan Kak Fera akan mengerti."jelas Siska sambil mengusap bahu Daffa.

"Baiklah akan kucoba. Mudah mudahan berjalan lancar, aku sih tidak berharap banyak karena ini soal perasaan. Fera bukanlah tipeku."

Senyuman kecil muncul di bibir Siska, ia mengetahui sesuatu tentang Daffa yang bahkan tidak disadari oleh kakaknya itu.

"Aku yakin kalian akan saling jatuh cinta nantinya, aku bisa melihat itu dari mata Kak Daffa. Tapi kalian masih gengsi mengungkapkan itu. Daffa dan Kak Fera cuma butuh waktu."ujar Siska dalam hati.

Mengetahui akan ada acara bersama keluarga Daffa nanti malam, secara reflek tiba tiba Fera masuk ke kamar Feli lalu mencoba pakaian kembaraanya seperti saat dulu berperan sebagai Feli.

"Ada apa dengan diriku ini?! Mereka kan sudah tahu aku, untuk apa aku mencoba lagi pakaian Feli. Ih! Fera.. Fera! Bodohnya kau!"ujar Fera saat bercermin mengenakan baju Feli.

Fera kembali ke kamarnya, dan ia memutuskan memakai pakaiannya dengan 'gaya' nya sendiri. Ia memilih rok bermotif kotak kotak berwarna hitam dengan panjang setengah betis, dan kaos pendek berkerah seperti polo shirt berwarna putih.

"Aduh.. Anak Mama cantik sekali, kamu mau pakai baju itu nanti Nak? Mama setuju!"ujar Mama di pintu kamar Fera yang sudah terbuka setengah.

"Ehh Mama, ngapain disitu."jawab Fera salah tingkah dan nampak malu.

"Kebetulan saja tadi Mama lewat sini.. Kamu terlihat sudah lumayan ceria sekarang Nak. Gimana perasaanmu?"

"Ma aku ini bukan anak kecil lagi, jangan tanyakan aku hal seperti itu. Aku lagi coba coba baju aja."

"Buat nanti malam kan? Mau ketemu Daffa ya? Hehehe."kata Mama mencairkan suasana.

"Ihh apaan sih Ma, udah ah aku mandi dulu."

Mama pergi dari kamar Fera dengan senyum bahagia yang sudah lama tak terlihat semenjak kepergian Feli.

"Benar juga kata Mama, kenapa aku jadi begini ya? Padahal aku sedang merasakan kekecewaan atas semua ini. Ditambah lagi dengan Andi. Tapi.. Setelah sekian lama akhirnya aku bisa melihat kembali senyuman Mama, mungkin.. Ia bahagia melihatku bahagia juga akan perjodohan ini."gumam Fera.

Entah apa yang dirasakan Fera, ia terlihat excited menghadiri acara makan malam nanti walaupun ia tidak mengakuinya secara langsung. Sementara, di sisi lain Andi merasa sangat tak tenang mendengar perjodohan Fera dan Daffa.

"Dijodohkan? Yang benar saja! Ini bukan zaman Siti Nurbaya! Aku gabisa tinggal diam, aku harus cepat pulang demi mencegah semua ini!"ujar Andi yang sedang mondar mandir gelisah sambil memegang hp nya.

Kriiing.. Kriiing…

"Halo Mas Andi, ada apa?"jawab Pak Basuki.

"Pak Bas, bisa tolong ubah jadwal kepulanganku tidak?"

"Yang ke indonesia bulan depan ? Bisa Mas bisa. Mau diganti jadi tanggal berapa dan jam berapa Mas?

"Hari Rabu pagi penerbangan jam 6 pagi ya Pak."

"Loh kok mendadak sekali Mas? Saya tidak yakin bisa, tapi sebentar saya cek dulu."

"Baik Pak, tolong kabari saya, soal biaya tambahan dan lain lain tidak jadi masalah."

Andi sudah berencana untuk pulang ke Indonesia bulan depan. Namun, mendengar kabar tentang Fera ia tidak bisa lagi menunggu kepulangannya. Entah apa yang membuat Andi begitu khawatir sampai memaksakan diri untuk pulang secepatnya dan menelepon Pak Basuki orang kepercayaan keluarganya selama 15 tahun itu.

"Halo Mas Andi, kalau untuk hari Rabu minggu ini tidak ada yang kosong Mas, tapi kalau Mas Andi mau berangkat besok, masih ada sisa 1 seat di maskapai American airlines."ucap Pak Basuki menelepon kembali.

"Tak apa, besok lebih baik. Penerbangan pagi kan Pak?"

"Jam 09.40 Mas, sampai sekitar jam 23.50. 2 kali transit Mas."

"Ok, itu saja Pak, booked untuk saya ya. Lampirkan saja biaya administrasinya via WA"

"Baik Mas Andi."

Nächstes Kapitel