Zelyn sengaja ingin meninggalkan Axel dan Rania karena merasa sangat mual jika melihat kemesraan dua orang yang menurutnya sama-sama menjijikkan tersebut, sehingga ia langsung naik ke dalam pesawat setelah ada panggilan untuk boarding.
Saat masuk ke pesawat, ia memperhatikan nomor kursi yang tertera di boarding pass dan meletakkan tas kecilnya pada bagasi di atas kompartemen yang tersedia. Ia pun langsung duduk di kursi yang menurutnya sangat nyaman karena adalah tempat para konglomerat.
Pesawat Garuda Indonesia yang menjadi pilihan Axel Alcatraz, membuat Zelyn ikut merasa senang karena bisa naik pesawat yang merupakan salah satu kebanggaan orang-orang di negaranya. Di ruangan First Class tersebut sangat lengkap fasilitasnya.
Setiap seat mempunyai pintu geser yang bisa digunakan untuk mendapatkan privasi tambahan. Dengan panjang 82 inch dan lebar 22 inch sudah mampu membuat tubuh merasa nyaman.
Bahkan seat itu dapat diubah menjadi sebuah kasur untuk tempat beristirahat, lengkap dengan bantal, guling, dan sprei. Tiap seat juga sudah dilengkapi dengan panel kontrol yang touchscreen, ditambah sudah mempunyai lemari dan lampu baca pribadi.
Bahkan selama perjalanan, dapat menikmati hiburan yang sudah disediakan oleh Garuda Indonesia. Bisa memilih film, permainan, atau musik dengan layar sebesar 23,5 inch.
Zelyn yang sudah duduk di kursi yang nyaman tersebut, terlihat menyandarkan kepala dan memejamkan kedua mata untuk menikmati sensasi kenyamanan berada di ruang kelas satu pesawat yang pertama kali ia rasakan karena ia tidak mungkin mengeluarkan banyak uang hanya untuk perjalanan bisnis.
Berbeda dengan hari ini, karena semuanya telah diatur oleh Axel.
"Nyaman sekali rasanya berada di sini dengan segala kemewahan. Aku pikir Axel akan naik pesawat pribadi milik perusahaan. Ternyata dia hanya membohongiku dan sudah mengatur semuanya sendiri. Sepertinya dia juga mencari tahu tentang KTP-ku dari perusahaan untuk memesan tiket pesawat."
Baru saja Zelyn menutup mulut saat berbicara sendiri dengan lirih, indera pendengarannya menangkap suara bariton dari sosok pria yang sudah berdiri di sebelah tempat duduknya dengan tangan bersedekap dada.
"Sepertinya kamu merasa sangat nyaman duduk di situ?" Axel yang merasa kesal karena Zelyn tidak menunggunya, ingin memberikan pelajaran. "Karena kamu telah membuatku kesal, aku akan memberimu hukuman."
Zelyn merasa takut saat mendengar kalimat terakhir yang menurutnya terdengar menakutkan. Refleks ia langsung berdiri dan membungkuk hormat. "Maafkan saya, Tuan Axel. Saya sengaja meninggalkan Anda agar bisa berduaan dengan wanita itu."
"Pergilah ke belakang dan cari wanita itu! Suruh dia pindah ke sini karena kursi itu akan aku berikan padanya." Axel mengibaskan tangan dan mendaratkan tubuhnya di kursi yang berada di sebelah tempat Zelyn berada.
Awalnya ia berpikir bisa melihat Zelyn dari jarak dekat. Akan tetapi, tiba-tiba mood-nya mendadak buruk setelah melihat kesombongan wanita tersebut. Tanpa melihat ekspresi dari Zelyn, Axel sudah memejamkan kedua matanya agar tidak menatap wanita yang membuatnya merasa kesal.
Sedangkan Zelyn langsung mengambil tasnya dan berlalu pergi dari ruangan First Class tersebut tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Entah mengapa ia merasa sangat kesal saat posisinya direbut oleh wanita murahan.
"Sialan, gara-gara Rania, aku tidak jadi merasakan nyamannya duduk di sana. Akan tetapi, harusnya aku merasa senang tidak melihat wajah si berengsek itu, bukan! Iya ... aku harusnya berpikir seperti itu."
Dengan mengedarkan pandangannya ke kursi yang sudah ditempati oleh para penumpang, Zelyn yang tengah berjalan di dalam pesawat, sibuk mencari keberadaan dari wanita dengan mengenakan pakaian seksi mencolok berwarna merah. Tidak sulit baginya karena ia sudah menemukan wanita yang dianggapnya sangat menjijikkan itu di bagian paling belakang.
"Kamu pindah saja ke ruangan First Class, karena tuan Axel ingin kamu menemaninya," ucap Zelyn yang menatap ke arah Rania. Bisa dilihatnya sosok wanita tersebut langsung tersenyum menyeringai padanya dan juga bangkit berdiri.
"Baiklah. Terima kasih, Zelyn. Bukankah tadi kita belum sempat berkenalan?" Rania mengulurkan tangannya dan menunggu hingga Zelyn mau membalasnya.
Awalnya Zelyn tidak ingin bersentuhan dengan wanita yang dianggapnya tidak mempunyai malu itu, tetapi karena menurutnya hal tersebut tidaklah sopan, sehingga membuatnya langsung menyambut uluran tangan yang masih menggantung di udara tersebut.
"Aku sudah mendengar semua hal tentangmu dari Ardhan. Jadi, tidak perlu menceritakan tentang apapun, Rania. Sepertinya kamu harus segera pergi, karena tuan Axel sudah menunggumu. Jangan membuat dia kesal dengan menunggumu terlalu lama karena aku tidak bisa bertanggungjawab jika nyawamu melayang."
Rania menelan salivanya saat merasa aura mengerikan langsung menyelimutinya begitu mendengar kalimat terakhir dari Zelyn. "Astaga, kamu membuatku takut saja, Zelyn."
Tanpa menunggu jawaban dari Zelyn, Rania buru-buru berjalan ke depan sebelum hal yang dikatakan itu benar-benar terjadi.
Sedangkan Zelyn yang merasa perkataannya sangat keren, terkekeh geli melihat ekspresi ketakutan dari wanita yang sudah pergi ke ruangan First Class. Ia menganggukkan kepalanya kepada dua orang pria yang duduk di sebelahnya sebelum mendaratkan tubuhnya di seat penumpang.
"Lebih baik di sini dan aku akan merasa nyaman saat tidak ada yang menggangguku," batin Zelyn yang merasa sangat lega tidak berada di dekat Axel.
Saat ia asyik berguman di dalam hati, didengarnya suara bariton dari pria yang sangat tidak asing olehnya. Refleks ia menoleh untuk melihat ke arah sumber suara dan dilihatnya sosok pria yang tadi tidak sengaja menabraknya ada di sebelah kanan.
Karena tadi dia fokus menatap Rania yang mengenakan pakaian mencolok, membuatnya sama sekali tidak menyadari bahwa di sebelahnya ada pria yang tidak ia ketahui namanya.
"Kita berjumpa lagi, Nona manis. Kamu pergi sendiri? Maksudku, apa kekasihmu yang tadi tidak ikut pergi?" tanya pria yang tak lain bernama Reyhan dengan seulas senyum terbit dari bibirnya.
"Anda juga pergi ke Bali? Kebetulan sekali," sahut Zelyn yang membalas senyuman pria tersebut dengan anggukan kepala. "Tadi calon suami saya yang memberikan kejutan sebelum kami berpisah selama satu bulan karena urusan pekerjaan."
Reyhan hanya mengangguk perlahan tanda mengerti dan berniat mengajak wanita incarannya mengobrol dengan mengawali pembicaraan mengenai masalah pekerjaan. Namun, suara dari awak kabin yang memberikan instruksi, membuatnya tidak jadi melakukannya.
Salah satu pramugari mulai menjelaskan peraturan yang harus dilaksanakan, yaitu harus mematuhi instruksi awak kabin untuk mendukung kenyamanan dan juga keselamatan penerbangan, seperti mematikan handphone, tidak merokok di dalam toilet, memperhatikan awak kabin yang memperagakan berbagai instruksi penerbangan, seperti cara memakai dan melepas sabuk pengaman, lokasi pintu darurat, pelampung dan sebagainya.
Setelah semua penumpang mengikuti instruksi, pesawat mulai lepas landas.
Selama beberapa menit, Reyhan yang ingin mengakrabkan diri dengan Zelyn, kembali memulai perbincangan. "Oh ya, kalau boleh tahu, pria yang tadi berdiri tak jauh darimu, memangnya siapa?"
Saat Zelyn hendak menjawab pertanyaan dari pria yang menurutnya terlalu banyak bertanya tersebut, ia berjenggit kaget saat mendengar suara tembakan dari arah depan, di mana ruangan First Class berada.
"Astaga! Siapa yang menembak? Apa pria berengsek itu yang membuat kekacauan?" tanya Zelyn yang langsung melepaskan sabuk pengaman.
Semua orang yang mendengar suara tembakan tersebut, kini terdengar bising saat merasa ketakutan.
Tanpa memperdulikan apapun, Zelyn buru-buru berjalan ke arah ruang First Class untuk memastikan apa yang dilakukan oleh Axel. Yang ada di pikirannya saat ini adalah Rania berakhir mengenaskan karena memancing amarah dari pria yang merupakan mafia tersebut.
Begitu sampai di ruangan tersebut, Zelyn membekap mulutnya saat melihat Axel yang masih mengarahkan pistol pada korban yang sudah bersimbah darah.
To be continued...