webnovel

Di antara kenangan pahit Theria dan Melianor

Terawangan Melianor tak pernah salah. Theria berputar melihat sekeliling. Dia mencoba menemukan jejak. Siapa tahu Elia meninggalkan sesuatu yang memperjelas posisinya saat ini. Sayangnya tak ada. Bukti satu-satunya bahwa Elia pernah ada di sana hanyalah sisa makanan di atas piring dan sendok terbuka.

Elia belum selesai makan, kata Theria dalam hati.

Ketika tak menemukan apapun di atas meja dan sekitarnya, Theria melihat rak buku yang diposisikannya sendiri sebelumnya. Dia mengamati rak buku itu dari atas sampai bawah, dia tak melewatkan sepotong pun. Sekilas tak ada yang berubah.

Untuk memastikan dugaannya, dia menarik sebuah buku dari buku yang tersusun rapi di rak. Dia menemukan hal yang membuatnya terkesan.

Ini adalah bukti nyata Elia berada di suatu tempat, di zona magi yang sangat kuat dan hanya dia yang bisa mengeluarkan diri sendiri dari sana. Ini baru pertama kali terjadi setelah sekian lama. Orang dan makhluk terakhir yang mengalaminya adalah Max.

Pikiran Theria dipenuhi badai saat kedua bola matanya melihat halaman-halaman buku kosong. Jantungnya berdegub melebihi frekuensi biasanya. Dia terkesan, untuk sekian lama dia tak merasakan degup jantungnya seperti itu. Ini membuatnya bersyukur karena itu artinya dia masih makhluk hidup. Walaupun begitu, sejenak kemudian, perasaannya dilanda kekhawatiran.

Tak ada satu huruf pun tertera dalam setiap halaman buku yang dibuka. Dia membuka halaman buku yang lain dan semuanya dalam keadaan sama. Kertas yang dijilid rapi dan indah menjadi buku itu seharusnya berisikan syair-syair, tapi semuanya hilang, kertasnya bersih, seolah tak pernah ada yang menulis tangan di sana. Kinnaras merespon sesuatu dari Elia. Siapa sebenarnya dia? Theria berpikir macam-macam tapi akhirnya tak menemukan kemungkinan terbaik yang dipercayainya.

Agar menjadi lebih tenang, Theria menarik nafas dan menghembuskannya dalam mode meditasi. Setelahnya, Theria merasa lega. Untuk sesaat dia yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam situasi yang membuatnya seperti memasuki area perjudian.

Theria bergegas kembali ke ruang aula kerja Melianor. Kali ini dia tidak menggunakan teleportasenya. Dia sadar, tetap harus hemat energi.

Tak lupa, Theria menenteng beberapa buku di tangannya. Dia juga mengembalikan rak buku ke perpustakaan dengan kekuatan maginya. Dalam sekali klik, rak buku sudah berpindah.

Sesudah itu, Theria keluar ruangan. Pintu tertutup sendiri di belakangnya. Saat Theria berjalan cepat di lorong, dia terlihat seperti seorang cendekiawan berprestasi.

Ketika Theria memasuki aula kerja Melianor kembali, dia melihat Melianor sudah duduk bersandar lemah di kursi santai kesukaannya. Di depannya ada Max yang memperhatikan Melianor dengan serius. Keduanya seperti baru saja bersitegang lalu Max berusaha minta maaf. Max tak mengenakan atasan. Rambutnya yang basah menunjukkan dia baru saja selesai keramas dan bergegas ke sini ketika merasakan aura Melianor bergejolak.

Theria tak suka pemandangan itu, tapi dia tahu keduanya tidak bertengkar, Max kemungkinan baru saja mendengar penjelasan dari Melianor yang membuat Melianor sendiri kelelahan. Max membantunya duduk di kursi santainya agar mental dan fisiknya segera membaik.

Theria mendekati keduanya dengan informasi yang harus segera disampaikan.

"Ruang makan kosong dan Elia hilang. Tulisan di halaman buku-buku Kinnaras juga hilang." Theria lalu meletakkan buku-buku yang dimaksudnya.

Seperti tak ingin mempercayai kata-kata Theria, tangan Melianor bergerak lemah, menarik sebuah buku, meletakkannya di pangkuannya kemudian membuka halamanannya dan menemukan isinya kosong seperti yang dikatakan oleh Theria. Tatapan matanya yang sayu kemudian berpindah ke sisi lain.

Max dan Theria mengikuti tatapan Melianor. Ketiganya kini sama-sama melihat Gelombang bergerak tak karuan di atas penampang peta dunia.

Melianor masih merasakan sakit di kepalanya, sehingga dia berusaha menyeimbangkan diri saat berdiri dan berjalan menghampiri sisi meja berisi penampang dunia itu.

"Potensi sejarah berulang sangat tinggi," kata Melianor dengan suara yang masih lemah. Tenaganya seperti terkuras dalam waktu singkat. Theria merasa tak nyaman dengan keadaan Melianor, tapi dia tahu diri untuk fokus pada apa yang bagi Melianor lebih penting daripada dirinya sendiri.

"Kita semua punya andil dalam hal ini dan Elia memegang kunci penting," bisik Melianor lagi. Max menopang bahunya saat keseimbangannya oleng. Pada saat itu, Max bisa merasakan tubuh Melianor menggigil.

Pada saat yang sama Theria yang berpura-pura tidak melihat aksi Max menyadari kalau Melianor sedang teringat masa lalu yang menyakitkan bagi siapapun yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung saat itu. Theria juga ada di sana.

Saat itu terjadi, Theria dan Melianor masih remaja. Keduanya tak bisa melupakan kenangan itu selamanya. Agar tak terulang, keduanya bersumpah akan menjaga Gelombang apapun resikonya.

Bagi Theria, Max adalah anak kemarin sore. Sejak awal, dia agak sebal ketika Melianor memilihnya sebagai pasangan.

"Di mana tepatnya Elia berada?" Max bertanya pada Theria. Hal itu membuat Theria menoleh padanya.

"Kemungkinan di zona hampa."

"Apa?" kening Max mengeryit. Dia ingat pengalamannya tertarik arus zona hampa itu. Dia menelan ludah. "Itu tak mudah, tidak bisakah kita ikut campur?" dia bertanya pada Melianor dan Theria bergantian seolah dia tak tahu menahu soal zona hampa.

Melianor menggeleng.

"Tidak. Seperti yang terjadi padamu. Itu zona sensitif. Aku pun tak tahu di mana persisnya lokasi zona hampa, bagaimana itu terbentuk, bagaimana itu bekerja, sama sekali tak tahu." Melianor mengingatkan status zona hampa pada Max dengan lembut. Dia meletakkan kedua telapak tangannya di kedua pipi Max kemudian berjinjit, sampai payudaranya yang dibalut terusan menyentuh dada Max. Mereka berciuman.

Theria memalingkan wajahnya. Dia enggan melihat pemandangan itu. Entah bagaimana dia terpaksa harus mengakui Max memiliki tubuh proporsional yang selaras dengan Melianor. Cara bicara dan gesture tubuh Melianor pada Max menunjukkan hubungan mereka sudah semakin intim. Theria mengepalkan tangannya.

"Sekarang kita fokus pada apa yang bisa kita lakukan. Melianor yakin Elia bisa lolos dari zona hampa," kata Theria membantu Melianor menjelaskan tantangan yang terpaksa harus dilalui Elia seorang diri.

"Jika dia ingin menemukan kebenaran di balik kematian ibunya, ujian pertama ini hanya permulaan," kata Theria dengan ekspresi wajah yang tidak berubah.

Melianor melepaskan gelayutan manjanya pada Max. Dia lalu mendekati meja. Nuansa intim yang tadi terasakan oleh Max dan Theria menghilang, tergantikan oleh aura fokus Melianor yang sedang menganalisis situasi. Max dan Theria kemudian memposisikan diri, masing-masing di sisi kanan dan kiri Melianor.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang selagi menunggu Elia keluar dari zona itu?" Max memulai rapat strategi.

"Informasi dari JoydaG akan mengarahkan kita. Langkah selanjutnya akan bergantung pada informasi itu," kata Max. Sikapnya menjadi seperti komandan.

"Sebelum itu, kita bisa analisa dulu informasi yang kamu dapat dari dunia luar. Setelah itu kita gabungkan dengan informasi dari JoydaG nanti," kata Melianor pada Max. Ada perubahan intonasi saat dia bicara hanya pada Max.

"Ah, sebaiknya kita duduk di sana," Melianor memberi kode dengan dagunya.

Max duduk berhadapan dengan Theria, sedangkan Melianor duduk di kursi santainya. Dalam formasi itu, Melianor terlihat seperti pemimpin wanita yang terhormat dan dihormati.

Aura kepemimpinan terpancar dari diri Melianor. Karena hal itu, tidak ada perbedaan status antara Theria dan Max. Untuk sementara, Max bukanlah kekasih, begitu pula dengan Theria, dia bukan teman sejak kecil. Keduanya adalah rekan kerja.

Kecemburuan yang diam-diam ditekan oleh Theria berhasil dimasukkan kedalam cangkang yang sangat kuat di dalam diri Theria. Ada musuh di luar sana yang harus ditekan atau dimusnahkan agar bencana besar atau mungkin pertumpahan darah di antara saudara tak terjadi. Mengatasi hal itu lebih penting daripada perasaannya sendiri.

Terima kasih sudah mampir kembali dan terima kasih juga telah memberikan komentar. Ini akan meningkatkan daya kreatifitas saya.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya :)

Mutayacreators' thoughts
Nächstes Kapitel