webnovel

Bak Tuan Putri

Elia turun dari tempat tidur. Cahaya jingga keemasan mulai masuk ke kamarnya. Dia berjalan mendekati jendela seperti tersihir oleh cahaya magis itu. Dia menggeser korden supaya bebas melihat keluar. Begitu matanya dapat menangkap pemandangan di luar, rasa heran tak terhindarkan bermunculan seperti kembang api. Apa ini? bukannya toko Sunshine ada di tengah kota? kenapa sekarang yang kulihat hanya pucuk-pucuk pohon dan perbukitan? di mana aku? apa aku masih di sekitar tokonya atau aku dipindahkan ke rumahnya? Karena aku pingsan jadi aku tidak menyadarinya. Ya, mungkin begitu. Sebaiknya nanti aku tanya ke Theria. Benar-benar aneh.

Elia melihat sekeliling luar dari kiri ke kanan. Sepanjang batas matanya dapat memandang, dia hanya bisa melihat pepohonan bertingkat-tingkat setelah pagar tembok tua yang mengelilingi halaman. Kesannya seperti kastil tua. Apa ini di pegunungan? Sunshine alias Melianor itu sepertinya punya rumah pribadi di tempat yang sangat jauh dari kota. Berapa jam jarak dari kota ke sini, bisa-bisanya aku terus tidur dalam keadaan dipindahkan dari sana ke sini.

Elia lalu menikmati matahari yang terbenam di balik pepohonan. Entah kenapa rasanya aku seperti dibawa ke alam lain. Pemikiran itu membuatnya terperanjat. Ah, tidak, tidak mungkin. Jangan mikir macam-macam. Sebaiknya aku mandi. Dia mengendus aroma tubuhnya sendiri. Dia lalu mengeluh pada diri sendiri, benar-benar tak nyaman. Apa aku muntah juga? kenapa aromaku menjijikkan begini?

Elia lalu memutar tubuhnya. Dia mencari-cari tanda keberadaan kamar mandi. Kalau tidak salah, Theria menunjuk ke arah sana. Dia berjalan setengah berlari ke tempat yang disebut oleh Theria. Dia mendorong pintu yang terbuat dari kayu itu. Dengan mudah dia sudah menemukan sebuah kamar mandi. Wah gila, fasilitas ini benar-benar membuat fasilitas pemberian ibuku terlihat biasa saja. Berapa uang yang dihasilkan Sunshine dalam setahun sebenarnya? Berapa juta pajak penghasilan yang harus dibayarnya ke pemerintah ya? Dia terus bertanya-tanya sambil melihat-lihat kamar mandi. Dia menemukan handuk saat membuka lemari. Ada beragam handuk, handuk tangan, handuk wajah, handuk mandi, dan, handuk kimono. Masing-masing tersedia dalam tiga ukuran berbeda. Saat sedang takjub, dia mendengar seseorang mengetuk pintu.

"Ya, sebentar."

Elia bergegas kembali ke ruang utama. Tidak ada siapapun. Dia lalu membuka pintu dan dijumpainya seorang perempuan berdiri di samping troli.

"Saya diminta Theria untuk mengantarkan pakaian yang Anda butuhkan," kata perempuan itu dengan sikap sempurna yang sopan.

"Ah, baik, silahkan masuk."

Elia kemudian memberi jalan lebar agar perempuan itu bisa mendorong masuk trolinya. Dia lalu mengikuti perempuan itu sampai ke dekat tempat tidur. Perempuan itu mengangkat pakaian yang dimaksud dari trolli lalu meletakkannya ke atas tempat tidur.

"Tapi rasanya ini terlalu banyak."

"Kami tidak tahu ukuran Anda, jadi kami hanya membawakan yang kira-kira pas supaya Anda bisa memilih sendiri."

Elia merasa bingung, terkesan, dan menyesal tidak bisa membawa pakaiannya sendiri. Sesalnya karena tidak belanja pakaian lebih dulu. Max menjanjikannya bisa belanja di Departemen Store Sunshine. Masalahnya sebelum itu terlaksana, ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan.

"Terima kasih."

Elia lalu mendekati pakaian-pakaian yang diberikan kepadanya. Dia tidak langsung menyentuhnya. Dia mengamatinya lebih dulu.

"Silahkan. Theria juga berpesan agar Anda siap untuk makan malam dalam tiga puluh menit."

"Oh baiklah," Elia menjawab dengan gagap. "

"Saya permisi dulu."

"Oh tunggu, siapa namamu?"

"Azaila," nada bicaranya sangat sopan.

Nama yang bagus, pikir Elia dalam hati. "Terima kasih Azaila."

"Sama-sama. Saya permisi, sampai jumpa lagi."

Azaila kemudian membawa dirinya pergi dari sana dengan cara yang sangat terhormat sampai di dekat pintu. Dia membuka pintu dan berjalan mundur sehingga pantatnya berada di luar ruangan lebih dulu. Troli justru menjadi benda terakhir yang terseret keluar. Hal terakhir yang dilihat Elia sampai bengong adalah Azaila tidak lupa menutup pintu sambil senyum yang amat sopan dan manis padanya.

Apa yang dia lakukan sebenarnya? terus kenapa pakaiannya seperti pelayan di anime-anime?

Dia berusaha kembali ke kenyataan dengan menghadapi pakaian yang diberikan kepadanya. Ini benar-benar gila! dalam waktu singkat aku merasa seperti tuan putri! Hati Elia kegirangan sambil memilih pakaian. Dia tak menyangka pakaian-pakaian yang disediakan untuknya berasal dari merk-merk terkenal. Apa ini pakaian Sunshine yang dipinjamkan padaku? tapi rasanya tak mungkin. Ukurannya jelas beda. Tingginya mungkin lebih dari 170 cm, sedangkan aku kan cuma 160 cm. Kalau pakaiannya dipinjamkan padaku, mana mungkin pas begini. Elia terus mengangkat satu per satu pakaian dan mengamatinya sampai ke merk-merknya. Luar biasa! ini dari merk-merk terkenal yang kuimpikan sepanjang hidupku! Elia berteriak-teriak dalam hati. Dia lalu melakukan mix and max pakaian atasan dan bawahan yang ada. Saat melihat pakaian dalam, dia jadi agak malu karena tak mengira mereka juga akan memikirkan keperluannya sedetail itu. Bahkan celana dalam dan branya juga dari merk terkenal. Ah! benar juga! Sunshine pebisnis fashion di dunia manusia. Kenapa baru sadar sih? Pantaslah dia bisa punya semua ini. Apa mungkin dia juga mempelajari merk saingan dengan membelinya? memikirkannya saja membuatku merasa miskin. Nanti kalau ketemu bisa tanya-tanya dan belajar sekalian soal bisnis. Tiba-tiba ada rasa bersalah yang menelusup ke hatinya. Padahal kepastian soal kematian ibu belum jelas, aku sudah memikirkan hal-hal lain. Dia merenung sejenak. Lalu tubuhnya memberi sinyal ketidaknyamanan karena belum disiram dengan air. Ah mandi adalah hal yang harus kuutamakan sekarang.

Elia sudah kembali ke kamar mandi. Dia menggantungkan pakaian pilihannya di tempatnya. Kemudian memilih handuk yang ingin dipakainya. Dia juga mengambil sabun pencuci wajah, sabun badan, pasta gigi, sikat gigi, dan shampoo dari rak. Dia kegirangan lagi ketika melihat hair dryer tersedia di sisi lain rak. Semuanya lengkap seperti di dalam hotel. Tidak, ini lebih baik. Apa ada kamar hotel yang menyediakan sampo, sabun, sikat gigi, pasta gigi, keperluan wanita dan pria, dan juga handuk sebanyak ini? dari merk-merk terkenal pula. Ini sih luar biasanya luar biasa!

Hanya selang beberapa detik kemudian Elia sudah menikmati momen mandi dengan shower. Dia membuat rambutnya basah dan memastikan semua kotoran terbawa oleh air. Kalau saja Theria tidak memperingatkanku untuk siap dalam 30 menit, aku pasti sudah berendam di bath-up itu! Elia mengeluh sambil melihat bath-ub putih seukuran tubuhnya. Di dekat bath-up itu ada rak berisi minyak aromatherapi yang siap digunakan.

Elia menggeleng putus asa. Sayang sekali, tidak sekarang, lain kali pasti akan kunikmati!

Sambil mengenakan handuk kimono, Elia teringat pada Max. Kemana dia sih, lama sekali. Pergi tanpa memberitahu. Handphoneku hilang. Aku jadi nggak bisa menghubunginya. Dia terus menggerutu sambil menggunakan hair dryer. Apa dia sebenarnya hanya mengelabuhiku? dia pergi sendirian ke suatu tempat untuk mencari tahu tentang kematian ibuku lalu akan kembali setelah menemukannya? mana mungkin. Dia berhenti mengeringkan rambut untuk mengambil nafas dengan berat. Dia ingat Max menentang keinginannya masuk ke Bawah Tanah, tapi dalam waktu singkat fakta baru membuat Max terlihat mengubah rencana. Max sudah janji akan membawaku kemanapun dia pergi dan membantuku menemukan kejelasan soal kematian ibuku. Apa Max ingkar janji? Padahal tadi aku sudah nggak takut, sekarang aku jadi takut lagi gara-gara dia nggak ngasih tahu mau pergi ke mana. Ninggalin aku di rumah orang. Mana Sunshine juga keliatannya ramahnya masih setengah-setengah sama aku.

Elia melihat sekeliling. Dia luar biasa kaya. Kalau nggak mau melihatku di rumahnya, dengan mudahnya dia bisa membuatku tinggal di bagian lain rumahnya. Aku di kamar suite ini, sedangkan dia dibagian lain tetap bisa beraktivitas tanpa terganggu oleh keberadaanku. Kalau aku minta makanan dibawa ke sini sekalipun mereka mungkin melakukannya. Eh, apa makanan akan diantar? tadi Theria nggak ngomong kalau aku akan dijemput untuk makan malam. Dia kembali merenung dan membayangkan banyak hal. Sebaiknya aku cepat-cepat, supaya tak menyusahkan dan bisa ketemu dengan Sunshine lagi. Aku juga perlu pinjam telepone atau handphone. Untung aku hapal nomor Max, jadi tak masalah. Tapi aku harus dapat dulu salah satunya dan hanya Theria harapanku untuk itu sekarang. Dia lalu kembali menyalakan hair dryer dan mengeringkan rambutnya.

Nächstes Kapitel