webnovel

Tumbal vs Pengabdi

Sunshine menyilangkan kakinya. Dia merasa tidak perlu terburu-buru mencapai yang ingin diketahuinya. Dia hanya perlu mengikuti alur.

"Tidak ada yang spesifik. Hal yang membedakan di sini tentu saja isi perjanjian itu."

"Maksudnya?" Elia merasa itu bukan jawaban. Informasi dari Sunshine belum menghilangkan kebingungannya.

"Misalnya begini, kamu memiliki anak, dan kamu sangat ingin jadi kaya raya, kamu menemui makhluk itu, dalam kesepakatan itu kamu sendiri tidak bersedia menjadi pengikut mereka, lalu dengan egois menumbalkan anakmu, dari perspektif perjanjian itu maka anak itu anak terpilih."

Elia menutup mulutnya. Dia teringat cerita rakyat dan cerita urban tentang pesugihan dan tumbal untuk berbagai hal. Mendadak dia teringat ketika sedang berlibur dengan ibunya di sebuah desa, dia mendengar warga mengatakan seorang anak perempuan yang baru saja memberi salam pada mereka tidak memiliki masa depan yang cerah meskipun orang tuanya sangat kaya. Anak itu nantinya akan menjadi pengantin lelembut penunggu desa.

"Jadi pesugihan itu nyata?" Elia bertanya tanpa keyakinan.

Sunshine mengangkat bahunya. Dia benar-benar malas untuk membahas hal ini tapi dia tahu Elia membutuhkan informasi itu sedetail mungkin untuk melindungi diri. Kalau saja Max tidak membawa kartu peninggalan nenek moyang itu padanya, dia mungkin tidak bersedia melakukan ini. Transfer ilmu seperti menguliahi anak orang merupakan aktivitas yang membosankan baginya. Di sisi lain, hal yang membuat kegiatan ini tidak menjadi sangat membosankan dan masih ada sisi menariknya adalah kekuatan alam bawah sadar Elia. Sejauh ini dia mengetahui alam bawah sadar Elia cukup kuat. Dia pikir, kekuatan siluman Elia bisa bangkit kapan saja. Dia jadi penasaran siluman apa yang sudah membuahi Bibi. Dia terus mengamati perubahan ekspresi dan bahasa tubuh yang terlihat di luar kesadaran Elia. Termasuk umpatan-umpatannya.

"Wah gila!"

Elia merasa isi kepalanya campur aduk. Hal yang selama ini hanya cerita rakyat belaka untuk mengisi api unggun atau momen berkumpul dengan cerita horor didengarnya senyata ini.

"Aku jadi pusing," Elia membungkuk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Dia butuh ketenangan sejenak untuk mencerna informasi yang masih dia yakini sebagai fiksi, tidak nyata, tidak pernah ada.

"Kalau begitu dia yang mengorbankan diri menjadi pengabdi? lalu bagaimana dengan anak-anaknya, apa mereka akan tetap terkait dengan perjanjian sekalipun orang tuanya sudah menjadi pengabdi?"

Elia mengatakannya sambil mengangkat kembali wajahnya. Dia memijit keningnya untuk mengurangi ketidaknyamanan dalam sirkuit otaknya.

"Jika tidak disebutkan dalam perjanjian dan orang itu tidak ingkar, tentu saja mereka bebas."

Elia melihat area kolam, tempat di mana para kura-kura beraktifitas. Mereka terlihat mengapung. Elia menikmati pemandangan itu sejenak. Perasaan rileks sedikit demi sedikit kembali.

"Kalau begitu, orang tua yang egois mengorbankan anak-anaknya," Elia berkata dengan volume setengah berbisik. Sepertinya dia baru saja dihantam kenyataan yang menyakiti perasaannya. Dia kemudian memikirkan dirinya sendiri, apa ibuku melakukan hal yang sama? tapi yang mana ya? yang tidak ingin aku terlibat atau aku sudah dilibatkan? dia menoleh kepada Sunshine. Saat bertatapan dengan Sunshine, dia jadi enggan untuk melanjutkan pertanyaan terkait hal itu. Dia merunduk menatap kartu Draft.

"Jika ada yang ingkar pada perjanjian apa yang akan terjadi?"

"Tak ada yang bisa lari dari perjanjian. Sekalipun mereka berusaha bersembunyi, mereka akan tertangkap, dan bagi siapa saja yang berusaha membantu orang ini untuk membatalkan perjanjian akan menjadi target buruan juga. Kau tahu, manusia bisa lolos dari perjanjian yang menyebut dirinya kelak menjadi pengabdi itu dengan menjanjikan anaknya sebagai gantinya."

Elia yang mendengar kata buruan jadi teringat profesi ibunya sebagai pemburu. Meskipun belum ada yang dapat dipastikannya, tapi rasanya dia menemukan satu hal yang mungkin menjadi alasan ibunya terus berada di dunia bawah. Dia mungkin juga harus memburu manusia yang berusaha mengingkari perjanjian.

"Kalau begitu, mungkinkah ibuku bisa disewa untuk memburu manusia yang berusaha ingkar itu?"

"Benar. Ibumu mungkin juga terikat pada sesuatu hingga tidak bisa keluar dari dunia bawah tanah hidup-hidup."

Kengerian menyelimuti wajah Elia.

"Kenapa harus begitu! hah! apa-apaan itu, manusia bisa dengan mudah menyerahkan anaknya sebagai tumbal, lalu ibuku! kenapa dia juga...."

Elia berkata-kata dengan keras untuk menghilangkan ketakutannya.

"Apa mungkin dia juga menumbalkan diri?" Elia bertanya secara putus asa pada Sunshine.

"Kita mungkin akan tahu kalau kamu membuka kartu selanjutnya."

Nanar. Elia merasa takut mengetahui kenyataan akan lebih buruk dari dugaannya. Di saat yang sama, dia benar-benar ingin tahu. Pada detik itu, dia mulai merasa rasa bencinya pada ibunya memang sudah sepantasnya. Jika ibuku terikat pada suatu perjanjian, apakah aku perlu tahu? Elia berpikir tapi merasa sudah terlambat. Rasa ingin tahunya mendorongnya mengangkat satu buah kartu.

Halamannya tentu saja kosong. Dia meletakkannya di meja. Sunshine melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Kali ini, Sunshine sendiri terkejut. Dia tidak menyangka akan melihat makhluk ini. Dia tidak berekspektasi sejauh ini. Sebelum api putih membuka seluruh kertas, dia sudah menyebutkan makhluk itu.

"Tanpa wajah."

Getar kekagetan Sunshine sampai juga pada Elia. Elia mengamati Sunshine dan merasa ini bukan kabar baik. Wajah Sunshine nampak berubah warna. Warna kuning langsatnya yang indah berganti menjadi putih neon. Kali itu, pertama kalinya Elia melihat aura.

"Sunshine! ada apa?!"

Elia berdiri dan berusaha meraih bahu Sunshine tapi Sunshine mengelak. Menyadari Elia bisa menyentuh wajahnya kapan saja, dia berusaha secepatnya kembali. Dia lalu menata dirinya dan bersikap tenang.

"Kenapa? apa dia berbahaya? dia yang melakukan sesuatu pada ibuku?"

Sunshine minum teh lebih dulu. Elia menyadari kalau Sunshine pun butuh menenangkan diri lebih dulu. Pasti ada sesuatu yang buruk, pikir Elia. Dia menunggu jawaban Sunshine dengan gusar di kursinya.

"Apa sebenarnya makhluk ini?"

Elia mengamati gambar itu dan merasa ngeri. Dirinya seperti ditarik ke dalam lingkaran lubang besar dan kedalamannya tak diketahui. Tiba-tiba keningnya ditekan dengan jari telunjuk oleh Sunshine. Sunshine juga mendorongnya supaya kembali duduk tegak di kursinya. Dia tak menyangka kalau dia sudah sangat membungkuk ketika mengamati wajah si Tanpa Wajah itu.

"Kamu bisa tersedot olehnya."

Sunshine sudah kembali seperti semula. Tidak ada teror di wajahnya, juga tidak ada pancaran aura putih neon di wajahnya.

"Maaf tadi aku hanya terkejut, aku sudah lama sekali tidak melihat makhluk ini. Dia jarang menampakkan diri, jarang juga melibatkan diri dengan urusan makhluk lain."

Elia menggosok-gosok keningnya. Tadi dia merasa jari Sunshine sangat dingin, bahkan sensasi itu terasa menembus sampai ke tengkorak belakangnya.

"Memangnya dia ini apa dan sehebat apa?"

"Dia penjaga yang terburuk dari semua makhluk penjaga di alam bawah," kata Sunshine penuh dengan tekanan misterius yang masih asing bagi Elia. Elia yang tidak mengerti hanya bisa menunggu penjelasan selanjutnya sebab dia pun takut bertanya, tapi saat dia berusaha untuk fokus mengingat kapan dia pernah bertemu dengan makhluk itu, pandangan matanya jadi kabur, kepalanya jadi berat.

"Elia!"

Teriakan horor Sunshine menjadi hal terakhir yang didengarnya.

Terima kasih sudah membaca. Saran dan kritik dari teman-teman saya nantikan...

Like it ? Add to library!

Mutayacreators' thoughts
Nächstes Kapitel