"Kemampuannya yang sekarang sudah sangat sempurna," gumam Purba Asih.
Walaupun ucapan itu perlahan, tapi karena Eyang Wijaya Kusuma berada tepat di sisinya, ditambah lagi dia mempunyai pendengaran yang sangat tajam, maka dengan sendirinya orang tua tersebut mendengar ucapannya.
"Benar, memang sempurna. Aku sendiri merasa terkejut dengan kemajuan yang dia alami. Aih, dia sungguh beruntung," puji Eyang Wijaya Kusuma menimpali ucapan Purba Asih.
Gadis cantik itu melengak, dia memalingkan matanya ke arah Eyang Wijaya Kusuma.
Karena tidak tahu harus berkata apa lagi, akhirnya dia hanya bisa tersenyum simpul.
Di tempat kejadian, si Dewa Kegelapan Pertama sudah bangkit kembali dari posisinya. Sepasang mata yang tajam itu, sekarang malah menatap Raka Kamandaka jauh lebih tajam lagi.
Tatapan mata yang penuh selidik. Dari bola mata itu seakan terpancar sebuah api amarah yang sulit untuk dipadamkan. Hawa pembunuhan dan hawa kematian mendadak menyelimuti seluruh tubuhnya.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com