webnovel

Semalaman 2

Ibrahim POV

_________________________________________

Aku merasa menjadi pria paling beruntung, Gabriel menerima cintaku dan meresmikan aku sebagai pacar disela kejantananku yang menancap di dalam tubuhnya. Aku semakin yakin jika aku benar mencintainya, Gabriel bahkan menelan spermaku, hal yang belum pernah ia lakukan selama ini, akhirnya Teman Tapi Mengentod ini berubah status.

Aku tak menyia-nyiakan rounde ke dua yang ia tawarkan, segera kulumat lagi bibirnya yang basah karena tetesan air shower dan juga cairanku yang ia telan, ciumannya sungguh memabukkan, berbeda dengan Rasty, Chintya, Silvia, Bebi tanpa Romeo, Laura, Fira, Chelsea, Angela, Alena, Tiara, Gwen, Vinia, Karina, bahkan Maisaroh, gadis berjilbab yang ingin dipanggil Mei-Mei. Ah ... banyak juga ternyata mantanku, tapi memang tak ada yang seenak Gabriel.

Setelah bertahun-tahun menjadi Don Juan, aku ditaklukan. Ditaklukan oleh seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah teman sekaligus partner kerjaku.

"Aku mau masukin sekarang!" bisikku di telinga Gabriel.

Gabriel mengangguk, ia memasang posisi memunggungiku, lalu aku meludah sedikit ke batangku.

Aku menggigit telinganya, dan berbisik kembali, "kamu siap?"

"Cepetan! berisik" Gabriel memarahiku. Sepertinya Gabriel sudah tidak sabar.

Aku segera menuntun kejantananku mengarah ke liang senggamanya yang bagiku tetap saja liang tersempit, tapi Gabriel merasa ketakutan jika ia sudah tidak sempit lagi, ada ada saja kekhawatirannya. Seperti yang kukatakan, mau melebar sehektarpun aku tidak akan bosan, kejantananku sudah cocok dengan liangnya, seperti kunci yang tidak bisa digantikan ke gembok lain, walau kejantananku tak sekecil kunci juga. Bagiku yang keturunan Arab ini, barangku cukup membuatku bangga, tak jauh berbeda dengan milik Jhonny Sin yang keluar masuk di liang senggama Mia Khalifa, bahkan sepertinya lebih besar punyaku sedikit, kejantanan yang kuberi nama Ibra Junior.

Ibra junior menempel di belahan pantat Gabriel, mengetuk pintu liangnya seolah memberi salam, liang senggama Gabriel berkedut seolah memberikan izin dan menyuruh Ibra Junior berkunjung, beruntung sekali Ibra Junior menemukan tempat persinggahan ternyamannya, kau harus berterima kasih kepada tuanmu hei Ibra Junior.

Ibra junior menyelundupkan kepalanya, menyeruak memaksa masuk, menembus pintu yang menghimpit kepala Ibra Junior. Setelah Ibra Junior merasa bisa mendorong batangnya utuh, ia masuk semakin dalam, good job Ibra Junior, beri ruangan sempit itu kepuasan.

"Ahhh ...." sang pemilik liang mendesah karena Ibra ajunior menyentuh bagian dalam rektumnya.

Ibra Junior seolah memberi kode untuk digoyangkan, ia sudah siap membantuku di dalam sana, aman boss, cepat hajar, mungkin seperti itulah yang ingin Ibra Junior katakan. Aku menggoyangkan pinggulku dengan gerakan maju mundur, menggesek liang senggama Gabriel yang menghimpit kejantananku. Aghh gila, lubang yang hangat, lubang terenak, bahkan didiamkan saja kedutan dinding liang senggama Gabriel seperti memberikan pijitan.

"Ouughh" lenguhku.

Aku pelan-pelan menusuk liangnya terus menerus, lalu ritmenya sedikit kupercepat, semakin cepat dan semakin cepat, hingga biji salakku bergoyang menampar belahan pantat Gabriel.

"Aaah Ibra, terus, terusin, aah terusin, faster, faster Ibra aah" teriak Gabriel menggema ke seluruh ruangan kamar mandi.

Inilah yang aku sukai, teriakan Gabriel adalah penyemangat bagiku untuk terus memompa bokongnya, seperti yel yel cheerleader yang menyemangati tim basketku di kampus dulu. Kuhentakkan pinggangku berkali-kali. Sekali hentak, kutahan. Dua kali hentak, kutahan dan kuhentakkan lagi dengan mengambil ancang-ancang.

"Aahhh ...." desahanku bergabung dengan desahan Gabriel, hanya saja Gabriel memilih mencapai note whistle, sedangkan aku masih memakai headvoice, perpaduan nada desahan yang menggairahkan hahaha.

"Ibra, terusin, iya disitu, iya begitu, terusin, jangan berhenti" racau Gabriel liar, lagipula tanpa Gabriel meminta, mana mau aku berhenti.

Tanganku memutar keran shower ke bagian air hangat, shower mengucur tepat di gundukkan bokong Gabriel yang sedang menerima hujaman kejantananku, rasanya hangat, rasa hangat air yang bercampur dengan hangat suhu badan kami.

"Riel, I love you aaaah" erangku merasakan nikmat dari pijitan liang senggamanya.

"You think I am not" ujarnya, "I am crazy over you, Ibrahim Bin Sholeh" Gabriel menambahkan dengan menyebut nama ayah mertuanya.

"I am crazy over you too, Gabriel Florentinus Lauw Bin Agustinus Lauw" jawabku tak mau kalah.

Gabriel merapatkan punggungnya di dadaku, menyentuh bulu-bulu halus di dada bidangku yang sengaja kurawat, kulit kami bergesekkan, menambah sensasi geli bercampur nikmat. Gabriel memutar kepalanya, mengarah ke belakang ingin dicium, aku yang mengerti segera memagut bibirnya. Aku suka ini, ini gila, aku menggenjotnya dengan posisi berdiri, membuat kejantananku semakin terjepit dengan kuat di dalam liang senggamanya.

Kedua tanganku yang sejak tadi meremas bongkahan bokongnya, berpindah ke bagian putingnya, puting yang sebesar jagung muda itu kupelintir, kukilik-kilik membuat Gabriel melepas pagutannya untuk mendesah, "aaaahh Ib ... raa...."

Tangannya kembali menggapai kepalaku, Gabriel menciumi bibirku lagi, nikmat, ya nikmat sekali, aku tidak ingin berhenti, aku ingin melakukan ini sehari semalam, seminggu, sebulan, bahkan bertahun sekalipun rasanya aku tak akan bosan, aku sangat menyukai setiap inci tubuh Gabriel.

"Aahh ... Ibra, kamu maniac" puji Gabriel lagi, aduh ... yel-yelnya membuat hentakkan pinggulku semakin bersemangat.

"Aahh ... kamu savage sayang" jawabku asal.

"Kamu legendary" katanya membalas.

"Kamu victory" jawabku lagi dan tersenyum.

"Enggaak ... Akkuu ... aah ... aku defeat sayang" ujarnya lagi.

Inilah yang membuatku semakin tergila-gila pada Gabriel, ada saja ucapanku berhasil ditimpalinya, sempat-sempatnya kami saling memuji menggunakan istilah game ML yang suka kumainkan, bedanya ML yang sekarang adalah Making Love.

Tunggu dulu, dia barusan menyebutku apa, sayang? apa aku tidak salah dengar.

"Aahh ... Gabriel, katakan sekali lagi" ujarku tetap menggenjot liang senggamanya.

"Yang mana aah ... yang mana, Ibraa aah ..." teriaknya kembali mendesah.

"Kata yang terakhir" bisikku terus menggenjotnya.

"Sayang" ujarnya.

"Iya ... iyaa ... katakan itu lagi sayang" perintahku.

"Ibra sayang, aahh Ibrahimku sayang aaach, Aku ... cinta ... kamu ... Ibraku ... sayang, aaaahh" ujarnya mengulang kata sayang, bahkan ia lebih dari satu kali mengatakannya.

Senang ? jelas.

Bahagia ? bukan lagi.

Terharu ? iya juga.

Semua perasaan itu campur aduk di hatiku, ia memanggilku sayang, Gabriel yang kucinta memanggilku sayang dan aku memang tidak salah dengar.

"Ibra ... ahhh ... aku ... keluar ... lagi" ucapnya mendesah terbata-bata.

Aku tak mau tinggal diam, aku ingin bersamaan, aku mempercepat ritme gerakan hujaman kejantananku, liangnya menyempit, menekan batang kejantananku, ah ... kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhku semakin terasa. Tubuh Gabriel mengejang, tanganku memegang batangnya yang berdenyut, menyemburkan cairan kenikmatan, Gabriel menuntaskan hasratnya.

Aku juga, aku tidak mau menahannya lagi, biasanya dengan para wanita kutahan agar qku dipuji sebagai laki- laki gagah, laki-laki perkasa, tapi tidak saat bersama Gabriel, aku tidak ingin menahannya, aku ingin segera mengeluarkan cairanku juga. Karena himpitan liangnya yang semakin menjepit batangku, akhirnya aku juga sampai, aku juga muncrat.

"Aghh ... Oghh ... Aghhh ...." Aku mengerang kencang dengan pita suara yang ngebass.

Cairanku membasahi liang senggama Gabriel, mengalir tak sebanyak yang pertama, tapi tetap cukup membasahi liang anusnya, tetap cukup untuk menghamilinya seandainya Gabriel seorang wanita. Gabriel, benar benar membuatku gila. Cairanku menembak rektumnya, mungkin menempel di dinding usus Gabriel. Darahku terasa mengalir lebih optimal, kepalaku terasa ringan, tubuhku terasa melayang, melayang terbawa angan bersama Gabriel.

Huh

Hah

Huh

Hah

Desah nafas kami bersatu padu, saling memandang lalu tersenyum, percintaan yang luar bisa, ini kedua kalinya kami memuntahkan lahar panas, aku mencabut kejantananku, lelehan cairanku keluar mengalir di pahanya, Gabriel memutar tubuh menghadap ke arahku.

"Mau lanjut rounde ketiga?" bisikku, tapi sepertinya Gabriel sudah lelah.

Namun diluar dugaan Ia mengangguk,

ia menginginkan lagi, sungguh luar biasa, sepertinya malam ini akan menjadi malam pergumulan aku dengan Gabriel, pembaca yang sangean semoga menyukai ini.

"Tapi jangan disini, aku udah nggak kuat berdiri" ujar Gabriel dengan mata yang sedikit sayu.

"Dimanapun kamu mau sayang, di meja resepsionis? atau di kolam renang bawah? atau mau di koridor hotel? atau mau di lapangan Golf?" tanyaku bertubi tubi membuatnya memukul dadaku.

"Di jalan raya aja, atau di tengah rel kereta sekalian" jawabnya asal.

"Boleh juga tuh idenya, aku belum pernah ngentot sambil dilindes mobil atau kereta" celetukku asal-asalan.

"Nyebelin" ujarnya mengerucutkan bibirnya yang segera kudaratkan kecupan, "nggak di public area juga, aku nggak mau mati gancet. Hm ... gimana kalo balik ke ranjang, kan belum pernah di ranjang hotel" ujarnya menambahkan.

"Oke, siapa takut" jawabku dengan semangat, "kita bikin ranjang hotel ini bergoyang, kalo perlu bangunan hotelnya bergoyang."

"Apaan sih" Gabriel kembali memukul dadaku, sedangkan aku terkekeh atas ucapanku barusan, "tapi kan kita pagi pagi mesti checkout" raut wajah Gabriel menjadi muram.

"Ngapain? aku booking hotel 2 hari kok" jawabku kembali mendaratkan ciuman.

"Besok kan kerja, Ibra" ujarnya mencubit perutku.

"Kerja matamu, kerja aja sana sendirian" sahutku memicingkan mata, "besok sabtu, kamu mau kerja di hari libur?" tanyaku menyabuni tubuhnya.

Mata Gabriel melotot, "oh fuck, aku lupa" ujarnya ikut menyabuni tubuhku di bawah air shower yang sengaja tidak kubuat mengalir terlalu deras.

"Jadi aku 2 hari dong dikurung disini" ujarnya lagi, kini tangannya beralih menyabuni batangku, membuatku horny lagi.

"Ya kalo kamu mau 2 hari nggak copot- copot, aku sih yes" ujarku ikut menyabuni bongkahan pantatnya, sesekali jariku bergerak nakal ke dalam liang anusnya, membuat mata Gabriel melotot.

"Kamu mau aku mati dientot kontol kamu yang gede ini ?" tanya Gabriel sambil mengocok batangku pelan.

Aku terkekeh lagi, "asal matinya bareng, aku nggak masalah" jawabku memandang kedua bola matanya yang berwarna hitam pekat, bercampur warna bening yang menyejukkan.

Aku serius, jika mati bersama Gabriel, aku rela, aku tidak mau kehilangannya, aku tidak ingin apa yang kami lakukan saat ini berakhir dengan cepat, aku ingin selamanya, selamanya di samping Gabriel, seperti Habibie yang mendampingi Ainun hingga akhir hayat. Aku tidak perduli dengan orientasi sexualku yang sudah berbelok arah, ini keinginanku sendiri, bukan Gabriel yang membuatku begini, qku yang menumbuhkan rasa cintaku sendiri, tak ada paksaan, tak ada ancaman, semua ini tulus kurasakan, aku benar-benar jatuh ke dalam cinta Gabriel, pria katolik berwajah oriental di depanku saat ini. Kami menyudahi aktifitas bersih-bersih, tubuh Gabriel sudah wangi sabun, begitu juga aku, kumatikan keran shower, kugendong tubuh Gabriel keluar dari kamar mandi dan kukeringkan tubuhnya menggunakan handuk hotel.

"Are you ready for third round?" tanyaku setelah tubuh kami sama-sama kering.

"Kayaknya percuma aku mandi, nanti juga bau lagi" jawabnya dengan penuh senyum manis.

Tanpa banyak berbasa basi, aku kembali membopong tubuh Gabriel, membawanya ke kasur dan merebahkan tubuhnya. Aku kembali melancarkan ciuman di bibirnya dengan posisi aku berada diatas Gabriel yang sama telanjangnya denganku. Gabriel ikut menggerakkan lidah seirama dengan gerakan lidahku, oh ... rasanya masih tidak cukup setelah dua rounde tadi, Gabriel masih kuat melayani nafsuku, sepertinya Jhonny Sins dan Mia Khalifa harus tunduk dibawah lutut Ibrahim Yusuf dan Gabriel Florentinus, mereka harus malu karena perkentotanku dengan Gabriel lebih lama, tanpa ada jeda dari sutradara dan juru kamera.

"Ahh Ibraa, kamu makan apa kuat banget" ujar Gabriel saat lidahku berpindah di lehernya, entah itu sebuah pujian atau pertanyaan, yang jelas aku menyukai saat dia berucap seperti itu, siapa coba pria yang tak suka dipuji keperkasaannya, sebuah kebanggaan tersendiri bukan.

Kini Gabriel tak menolak lagi saat kuberi tanda di lehernya, ia justru semakin mempererat hisapanku di lehernya. Tidak hanya satu tanda atu dua tanda, tapi banyak tanda merah yang kutinggalkan di lehernya.

"Ibra, aku mau juga" ujar Gabriel saat aku melepaskan hisapan terakhir dilehernya.

"My pleasure, honey" aku menjawab dengan nada lembut penuh perhatian.

Kudekatkan leherku, Gabriel melancarkan hisapan bertubi tubi memberikanku tanda cintanya, hisapannya sangat kuat, seolah ingin memutuskan urat nadi di leherku.

"Aaahhh, sayang, kamu mau ngisep darahku" aku mendesah sedikit memprotes karena hisapannya terlalu kuat.

Gabriel tidak menjawab, ia bahkan tidak mengindahkan laranganku, ia masih sibuk berkutat menghisap leherku dengan kuat.

"Aahhhh, sekarang kita draw lagi" ujarnya terkekeh melepas cupangannya, nakal sekali pacar baruku ini.

Aku menjulurkan lidah kearah pentil Gabriel, pentil seukuran biji jagung muda itu kulumat habis, kugigit pelan, sebelah tanganku memainkan pentilnya yang lain.

"Ahh ... Ibraa ...." desahnya memanggil namaku.

Aku selalu bersemangat saat Gabriel memanggil namaku dengan desahannya yang menggairahkan. Tak urung jua, kuremas gunung kembarnya yang tak sebesar gunung milik Rasty, tapi tetap saja rasanya nikmat sekali, dan aku lebih menyukai dada Gabriel ketimbang dada wanita yang membuatku kadang susah bernafas karena terhimpit daging tambahan yang menggantung.

Juluran lidahku semakin turun, menjilat inchi demi inchi, senti demi senti tubuh Gabriel yang putih, kuberi jilatan di pusarnya, pusar yang sedikit menyembul, aroma sabun mandi yang tadi kami gunakan menyeruak di lidahku, tapi aku tetap bersemangat tanpa ragu. Kejantanan Gabriel menusuk jakunku yang sedang menjilat pusarnya, tubuhnya meliuk seperti ular yang ingin bertelur. Tak menunggu lama, lidahku kembali melanjutkan perjalanan menuju kejantanan Gabriel yang bersih tanpa bulu, kejantanan dengan kulup yang tertutup, alat kejantanan yang tidak bersunat, aku mengecup kulupnya, kuhisap kejantanannya tanpa membuka kulupnya terlebih dahulu.

"ouchhhh Ibra, aku mau mati keenakan" racaunya membuatku tertawa dengan mulut tersumpal kejantanan Gabriel.

Kejantanan Gabriel tidak begitu besar dibanding milikku, tapi untuk membuat wanita mendesah kenikmatan, menurutku miliknya sudah lebih dari cukup, untunglah aku mendapatkan pasangan seperti Gabriel, jika aku mendapatkan pasangan seperti Jhonny Sins, bisa-bisa kami berkelahi memperebutkan siapa yang ingin menusuk, kalau aku sendiri ogah ditusuk, lagipula bulu bokongku tidak welcome terhadap batang kintil.

Aku melepas hisapanku di batang milik Gabriel, lidahku berpindah pada biji salaknya yang gundal gandul, aku bermaksud memberinya hal yang sama seperti yang ia lakukan di bawah shower, namun saat mulutku menganga dan mengatup memasukkan bijinya, Gabriel mendorong kepalaku, "jangan, aku nggak kuat Ibra" ujarnya menahan gerakanku.

Aku mengangguk, padahal aku ingin merasakan bijinya yang dilapisi kulit berwarna kemerahan, sayang sekali Gabriel tidak menyukainya. Aku berpindah ke bagian bawah, bagian bokong yang membuatku kelojotan saat batangku berada di dalamnya.

Kusapukan lidahku menyeruak di liang anus Gabriel, dengan satu tangan tetap memberinya kocokan di batangnya.

"Ouhhhh shitt ... Ibra ... terusin sayang, aku sukaa, aahhh" Gabriel kembali mendesah, kulirik Gabriel sedang memilin putingnya sendiri.

Tak ingin mengecewakan pacar baruku ini, aku memberikannya bonus dengan jariku yang menganggur. Saatnya memperkerjakan semua anggota tubuhku, tak ada yang boleh diam menjadi penonton, jari-jariku kuhujamkan ke liang milik Gabriel dengan lidah sebagai pemeran utamanya.

"Ohhh ... ahh ... Ibra ... oh my ghost, Ibraaaa" Gabriel memekik semakin kencang.

Aku ingin membalas racauannya, tapi aku tak ingin menyia-nyiakan lidahku yang menyeruak dibantu dengan jari tengah yang mengebor liang Gabriel, jadi aku hanya membalas racauan Gabriel didalam hati, teruskan memanggil namaku riel, aku sangat menggilai saat kamu mendesahkan namaku.

Kocokanku di batang Gabriel semakin kuat, kulupnya sampai tertarik ke bawah menampakkan helm kejantanannya yang kemerahan.

Sambil terus mengocok batang Gabriel, aku terus menjilat liangnya, jariku bergantian keluar masuk mengebor liangnya.

"aaahhh ... Ibraaaa, aku kalah, aku kalah" racau Gabriel berteriak semakin kencang.

Kejantanannya yang ada di tanganku berdenyut kencang, aku menyudahi jilatanku saat melihat lelehan cairannya membasahi perut Gabriel, kepala kejantanannya berdenyut, warnanya mengkilat. Lagi-lagi tanpa geli, aku membersihkan lelehan Gabriel dengan menyapu lidahku diperutnya, dan menghisap sisa lelehan yang menempel di ujung kepala kejantanannya. Liang Gabriel berdenyut, aku segera melakukan ritual inti, yaitu memasukkan batangku ke dalamnya.

Bleshh

Dengan sekali hentakkan, batangku masuk seutuhnya dengan mudah, apa aku bosan? tentu saja tidak, akulah yang membuat liang Gabriel menganga, maka aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku, aku tidak akan bosan karena himpitan anus Gabriel tetap saja enak walaupun berkali kali batangku masuk ke dalam liang senggamanya.

"Ohhh shitt, Gabriel, aahh ... I love it baby" racauku mendesah.

"Ibra, apa masih enak?" tanya Gabriel dengan raut wajah sedih.

Kenapa dia bertanya seperti itu, jelas saja masih enak, aku tidak akan bosan sampai kapanpun.

"Jelas sayang, aahhh ... rasanya nano- nano" jawabku sekenanya, membuat Gabriel tersenyum lebar.

Aku terus memompa liang senggama Gabriel dengan penuh semangat, batangku yang menerobos keluar masuk semakin terbiasa dan beradaptasi dengan liang senggamanya, liang yang membuatku gila, liang yang membuatku beringas seperti kelaparan, liang yang nikmat sekali, iya aaah, nikmat, bahkan sangat nikmat. Batangku terus menyeruak di liang senggama Gabriel, sudah bermenit menit bahkan mungkin sudah beganti jam, tanpa merubah posisi, karena bagiku posisi apapun tetap saja enak saat batangku berada di liang senggama Gabriel, desahan pemersatu bangsa menggema diseluruh ruangan kamar, aku sudah tidak tahan lagi, aku ingin segera menyemaikan benih-benihku untuk membuahi perut Gabriel.

"Aaahhh ... Gabriel, I cum darling, aaahhh ..m" teriakku tajam memekik keheningan.

Ahhh ... kurasakan hangat bokong Gabriel menyatu dengan cairanku yang mengalir di bokongnya, crottt crott crott, mungkin kurang lebih seperti itu tembakannya.

Kejantananku berkedut di dalam sana, aku ambruk menghimpit Gabriel, Gabriel memelukku erat, "sayang, 3 sama" bisikku di telinga Gabriel, ia terkekeh manja menepuk punggungku.

"Mau rounde ke 4?" tanya Gabriel, sontak membuat mataku mendelik.

Benar-benar gila, apa aku bakal mampu, rounde ke tiga membuat lutuku lemas, dia menawarkan rounde ke empat. Sial, aku masih berusaha mengatur nafas, tapi sepertinya Ibra Junior yang masih bertengger di dalam goa sempit Gabriel menyuruhku menyetujui tawaran Gabriel, Ibra Junior masih berdiri menantang tak terkalahkan. Karena malu telah meledek kekuatan Jhonny sins, aku menyanggupi rounde ke 4, aku tidak mau sampai balik ditertawakan Jhonny Sins, Jhonny Sins saja mampu berubah- ubah menjadi astronot, dokter, polisi, tentara bahkan terakhir kutonton ia berpura pura menjadi gembel, oh bukan, kalau yang menjadi gembel, itu youtuber yang suka ngeprank.

"Oke, siapa takut" jawabku kembali menyetujui.

Aku mencabut kejantananku yang menancap di anus Gabriel, sudah barang pasti cairanku meleleh keluar dari bokongnya, namun aku tidak melihatnya, aku lebih fokus melihat wajah Gabriel.

"Ibra ... ini waktunya aku bales dendam" ujar Gabriel menyeringai, membuat ekspresi wajahnya justru semakin menggemaskan.

"Lets do it, tunjukkin skillmu sayang!" titahku merebahkan diri di sampingnya.

"Aku mau langsung ulti, nggak pake skill lagi" jawab Gabriel terkekeh, ternyata pacar baruku ini sama maniaknya denganku.

Gabriel beranjak dari rebahannya, ia menuju kejantananku yang kepalanya mengkilat setelah diasah liang senggamanya. Tanpa ba bi bu be bo, Gabriel mengulum kejantananku, batang kejantanan bekas gesekan liang senggamanya. Sungguh hangat sekali mulut pacarku ini, dia pintar memainkan batangku di dalam mulutnya, tak sekalipun menyentuh gigi, kalau sampai menyentuh gigi, aku akan minta kembalian goceng, awas saja. Tapi bukan Gabriel namanya kalau tidak berhasil melumat seluruh batangku, mulutnya sudah beradaptasi dengan baik, mungkin karena mulut dan pantatnya sudah bersahabat baik dengan Ibra Junior, jadi tidak ada kesulitan lagi saat ia mengulum si Ibra Junior.

"Aaahh ... sayang, Ibra Junior suka katanya, dia nyuruh kamu jilatin sepuasnya" ujarku terkekeh disela desahanku yang tak bisa kutahan.

"Emppphhhh ... ssshhhh ... achhh" bunyi hisapan Gabriel, "jadi ... ini namanya Ibra Junior?" tanyanya memberi sedikit kelonggaran untuk menarik nafas sebelum kembali melumat batang kejantananku dan kembali mendesis seperti tadi.

"Aahhhh, iya sayang, itu namanya Ibra Junior, kamu jangan sakitin dia, perlakukan kayak kamu memperlakukan pemiliknya, uhhhhh" racauku tak karuan.

"Ibra Junior, kamu siap masuk ke Lubriel ya sayang" sahut gabriel berbicara dengan penisku, bahkan ia menunjuk dengan jari telunjuknya.

Yang benar saja, ternyata aku sama gilanya dengan Gabriel, bahkan Gabriel mengajak ngobrol penisku. Oh God, makin cinta saja aku dibuatnya.

"Lubriel apaan?" tanyaku penasaran

Gabriel tersenyum, "Lubang Gabriel" jawabnya terkekeh.

Aku tertawa, benar-benar dua pasangan yang gila "cepet sayang, Ibra Junior mau ketemu Lubriel lagi"

"Dengan senang hati, Lubriel Is coming" sahutnya ikut tertawa.

Betapa bahagianya memiliki kekasih sekaligus teman, tak ada rasa malu dan sungkan diantara kami, tak ada lagi rasa takut untuk saling minta dipuaskan, semuanya berjalan saling memberi dan saling menerima. Gabriel duduk diatas tubuhku yang berbaring, ia mengambil alih permainan dengan handal, tangannya menggenggam Ibra Junior, mengarahkannya ke lubang yang ia namai Lubriel, baiklah, kami sudah punya nama untuk keduanya. Ibra Junior bertengger di pintu masuk Lubriel tanpa mengetuk, kali ini Ibra Lunior langsung nyelonong tanpa ijin ke dalam Lubriel.

Gabriel menghentakkan tubuhnya mendudukiku, Lubrielnya sudah penuh dengan batang Ibra Junior, Lubriel dan Ibra Junior saling mengobrol disana, Lubriel terus menghimpit, menggencet batang Ibra Junior untuk membuatnya puas. Gabriel menggerakkan badannya menindihku, pantatnya menggelepar di pahaku, ahh ... Ibra junior keenakan, apalagi Lubriel sudah terkena cairan sperma dari si Ibra Junior, sehingga suara becek yang dihasilkan sangat mengugah selera bercinta.

"Ohhh Lubriel ... Ibra Junior keenakan, Lubriel pinter bikin enak Ibra Junior" racauku mengais sprei, ku jambak sprei kasur hotel hingga membuatnya semakin berantakan setelah dijambak Gabriel tadi. "Ohhh ahhh, Lubriel, jepit Ibra Junior, kasih dia pelajaran" ujarku menyemangati, Gabriel terkekeh dalam desahannya.

Desahan kami kembali bersatu, peluh terus membasahi tubuh kami berdua, menciptakan erangan dan lolongan di malam yang semakin larut, indahnya percintaan ini, aku ingin seperti ini terus. Gabriel terus bergerak naik turun diatas tubuhku, bunyi kecipakan kulit yang bertemu semakin bernada seirama, desahan kami tak kunjung reda, Ibra Junior terus keluar masuk di dalam Lubriel, ranjang hotel bergoyang, tinggal menggoyang hotelnya saja seperti yang kukatakan sebelumnya. Gabriel memilin putingnya sambil terus memberiku hempasan-hempasan pantatnya, sehingga Ibra Junior semakin merasakan Lubriel yang terdalam, bergesekkan dengan rektum milik Gabriel. Kontol Gabriel berjungkat jungkit menampar perutku yang memiliki 6 bongkahan seperti roti sobek, perut yang sering kuasah di tempat Gym, perut yang kugunakan untuk menggoda wanita-wanita liar yang kupacari untuk menikmati tubuh mereka, tapi kali ini semua tubuhku hanya untuk pria yang sedang menari di atasku.

Oh god, nikmatnya. Aku belum pernah mencoba posisi bertahan seperti ini, Gabriel melarangku bergerak, saat tanganku bergerilya ke pinggangnya, ia malah menepisnya, ia menginginkan aku diam menonton aksinya, lekukan tubuh mulus Gabriel meliuk di atasku, aku tidak kuat hanya diam saja, tapi mau bagaimana lagi, kubiarkan saja pacar baruku mengambil alih permainan dan mendominasi. Sesuatu bergerak dari dalam penisku, rasanya kandung kemihku ingin ikut menyembur juga, aku kalah, kali ini aku kalah.

"Ahhhh ... sayang, aku kalah ...." teriakku mengakui kekalahan.

Penisku berdenyut, Ibra Junior memuntahkan cairannya di dalam Lubriel. Gabriel tetap memberi hempasan, sial, kepala penisku nyeri, sudah tidak sanggup lagi, tapi melihat Gabriel bersemangat, kubiarkan saja dulu Gabriel menuntaskan hasratnya.

Gabriel terus menggencet penisku sambil mengocok penisnya, niat kubantu tapi dia menepis tanganku lagi. Sial, dia seperti sengaja mengerjaiku, aku sudah tidak kuat, Ibrahim Yusuf sudah takluk.

"Aaahhhh ..." teriak Gabriel dan menjepit penisku semakin kuat.

Aku sampai menaikkan punggung mengudara dibuatnya. Penis Gabriel menyemburkan sperma, tak kencang namun cukup jauh terkena perutku.

"Aahhhh you are crazy" ujarku ngos- ngosan.

Nafasku tercekat, dadaku naik turun, ini benar-benar pertempuran gila, Jhonny Sins tidak akan tertawa melihatku, mungkin saja ia malah memberikan jempolnya dan menawariku bergabung di manajemennya. Tapi maaf Jhonny Sins, aku sudah tidak tertarik mencoba Mia Khalifa, aku lebih tertarik terhadap Gabriel Florentinus.

Gabriel tumbang, peluhnya bertebaran, ia merebahkan diri di sampingku setelah mencabut Ibra junior dari dalam Lubriel.

"Mau rounde ke 5?" tanyaku nakal.

"No, aku sudah nggak sanggup" jawabnya memejamkan mata.

Lagipula aku juga hanya bercanda, dia pikir aku sanggup, itu hanya akal-akalanku saja agar terlihat sebagai laki-laki perkasa. Hawa dingin dari AC tidak cukup untuk mendinginkan suasana, aku gerah sekali, namun Gabriel meringkuk memelukku, spermanya kuusap dengan selimut yang berantakan. Aku memperbaiki posisiku, terlentang menghadap langit-langit kamar, tanganku mencari saklar lampu yang tidak jauh dari kasur, aku mematikan lampu utama, menyisakan lampu kecil di sisi bawah dinding kamar. Gabriel tertidur pulas, aku meraih kepalanya untuk memberikan lenganku sebagai alas. Dia kelelahan, aku juga, kulirik jam dinding sudah menunjukkan pukul 4 pagi, benar-benar gila, kami bercinta hampir semalaman suntuk. Aku memutuskan untuk menyusul Gabriel tertidur.

Drrtttt Drrtttt

Ponsel yang kuletakkan di atas meja yang ada di samping kasur bergetar, siapa yang pagi-pagi buta menelponku.

Kugeser tombol berwarna hijau setelah membaca nama yang menelponku "Hallo Ummi, kok nelpon pagi pagi?" tanyaku setelah mengetahui bahwa yang menelponku adalah Siti, Ibuku.

"Sayang, kamu bisa pulang kampung pagi ini, Abi tiba-tiba pingsan, Abi masuk Rumah Sakit" jawab Ummi dengan nada cemas.

"Astaghfirullahaladzim. Iya, Ummi jangan khawatir, Ummi jangan panik, Ibrahim langsung pulang kampung hari ini."

Nächstes Kapitel