Arsen menatap Elise "... Bagaimana denganmu?"
...Jika pertanyaan yang sama di tanyakan padaku, aku tetap akan menjadi egois... Tapi sekarang aku hanya bisa menolaknya...Bathin Elise.
Gadis itu terdiam, jujur saja dia mulai merasakan nyaman saat bersama Arsen. Dia ingin tetap terus bersama Arsen tidak peduli perbedaan di antara mereka.
Elise membalas tatapan Arsen, gadis itu sepertinya telah memutuskan "..Arsen? Aku tidak akan bisa mencintaimu!"
"..Kenapa? Apa karena usiaku? Aku bisa membuktikan padamu kalau aku bisa menyesuaikan diri dengan ke inginan mu.."
Elise menggeleng "Tidak semudah itu! Sudahlah, jangan bahas itu lagi sekarang kau ingin pergi ke mana lagi?".
Arsen menatap Elise tidak percaya, gadis itu sangat keras kepala. Untuk sekarang Arsen hanya bisa mengalah karena dia memang belum mampu berdiri sendiri untuk melindungi Elise. Sebaiknya dia harus menyelesaikan masalah keluarganya lebih cepat.
Arsen mengangguk dan menggandeng tangan Elise membuat gadis itu terkejut tapi tidak menolak genggaman tangan Arsen.
Tangan Arsen terasa hangat dan pas membuatnya selalu merasa nyaman dan aman.
"Arsen? Apa cita-citamu?"
"Awalnya aku ingin menjadi dokter tapi setelah di pikir-pikir lagi aku tidak ingin menjadi dokter!".
"Terus kau ingin menjadi apa?"
"Pilot!" tegas dan mantap.
Elise langsung menoleh pada Arsen, gadis itu melihat penampilan Arsen dan kemudian mengangguk!
"Benar! Kau memang cocok jadi pilot! Semoga cita-citamu tercapai! Aku berharap bisa naik pesawat yang kau terbangkan..!"
Arsen tersenyum " Bersabarlah! Hari itu akan segera tiba!".
"...Berharap aku memiliki kesempatan itu.." lirih Elise.
"Kau mengatakan sesuatu?!"
"Huh?! Oh? Tidak!" jawab Elise gelagapan.
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama, Elise terlihat sangat bahagia saat Arsen melemparkan sebauh candaan seperti.
".. Elise, apa kau pernah menangis saat mengiri bawang?"
Elise tidak mengerti jadi dia mengangguk saja. Kemudian Arsen melanjutkan.
"..Kau tenanglah, suatu hari aku akan membalasnya, dan membuatnya menangis juga.."
Setelah terdiam cukup lama. Akhirnya Elise baru paham. Seketika gadis itu tertawa "Kau ingin balas dendam pada bawang yang telah membuatmu menangis? Bagaimana kau ingin membalasnya..?!"
Arsen terdiam memikirkan cara "Aku akan mencincang dan menggorengnya.."
"..Tapi kau masih belum membuatnya menangis?!"
Arsen tersadar "...Oh benarkah? Kalau begitu aku akan memikirkannya lagi!"
Ara tertawa "Jika kau sudah menemukan caranya jangan lupa memberitahu ku."
"Baik!" jawab Arsen semangat.
"... Arsen hari semakin sore, ayo kita kembali.. aku takut kali ini Alea akan mengomelimu lebih parah dari sebelumnya.."
Arsen mengeluh "Kenapa dia sangat ketat padaku! Apakah dia tidak pernah mengalami yang namanya jatuh cinta?"
Elise tertawa "..Dia sedang patah hati! Jadi saranku jangan terlalu bertingkah norak di hadapannya.."
Arsen merengut "Tapi, kenapa jika berhadapan denganmu dia seperti mendengarkan dengan baik! Seolah itu adalah perintah yang harus dia selesai kan dengan baik!".
"Aku juga tidak tahu, mungkin karena dia sudah terbiasa.." jawab Elise santai.
Arsen juga tidak ingin tahu lagi, tentang Alea yang terkadang cara pikirnya sangat keterlaluan ketat.
Karen langit sore semakin gelap Elise dan Arsen akhirnya memilih pulang. Arsen membawa motornya santai, meskipun mereka pulang saat jam lima, tapi Arsen benar-benar ingin memanfaatkan waktunya bersama Elise.
Di perjalanan mereka berhenti di sebuah rumah makan. Kembali Elise memesan cumi pedas manis. Sedangkan Arsen hanya memesan teh hangat, nafsu makannya berkurang.
"Kau sangat suka makan cumi pedas manis?!"
Elise yang sedang makan mengangguk senang dan berkata di sela kunyahan nya ".. Aku akan menikah dengan orang yang menyukai cumi pedas manis sepertiku!".
Arsen terdiam "Kenapa kau akan menikahi orang yang menyukai cumi pedas manis sepertimu?"
"Alasannya simpel, jika kami hidup bersama aku tidak perlu masak banyak menu cukup cumi pedas manis saja!"
"..Lalu jika aku makan cumi pedas manis sekarang apa kau akan menikah denganku?".
Elise tertawa "..Jangan konyol! Aku tahu kau tidak menyukai cumi pedas manis. Dan aku juga tahu kau pasti sedang menunggu hasil seleksi ujian masuk sekolah penerbangan kan? Kau akan pergi setelah ini!".
Arsen terdiam kemudian berkata "..Jika kau menjadi kekasihku maka aku bisa menunggu tahun selanjutnya."
"...Jangan konyol.."
Elise tidak mengatakan apa-apa dia melanjutkan makannya, sesekali melirik pada Arsen yang hanya minum segelas teh hangat.
"Kenapa kau tidak makan?".
"Melihatmu makan dengan lahap sudah membuatku sangat kenyang!".
"Apa itu artinya kau menyebutku rakus?". Arsen tertawa membuat Elise merengut tidak suka.
"Elise"
"Arsen".
Mereka saling memanggil nama. Arsen tertawa begitu pula Elise.
"Nah, kau bicaralah dulu.." pinta Elise.
"Tidak! Kau saja dulu.." tolak Arsen.
"Baiklah! Jika aku puas dengan jalan-jalan terakhir nanti mungkin aku bisa mempertimbangkan lagi permintaan mu.. menjadi kekasihmu.."
Arsen seketika mendongak kaget menatap Elise "..Kau yakin! Kau tidak menyesal!?".
Elise menggeleng"..Tapi dengan syarat! Kau tetap melanjutkan sekolah penerbanganmu tahun ini!" .
" Hmm.. Aku janji!".
Elise menatap Arsen penuh rasa bersalah. 'Maafkan aku Arsen.' Bathin Elise.
Saat itu pula gadis itu menerima panggilan telepon. Elise berdiri "Sebentar, aku harus menjawab ini dulu." Arsen mengangguk setuju, karena hatinya sedang bahagia.
Satu menit kemudian Elise kembali dan mengajak Arsen melanjutkan perjalanan mereka.
***
Tiga puluh menit kemudian, Alea yang sudah menunggu Elise di depan kosan segera mendekati Elise dengan senyum terkembang di bibirnya. Alea terlihat sangat bahagia dan itu membuat Arsen lolos dari kemarahan gadis itu karena terlambat membawa Elise pulang.
Elise melambaikan tangannya pada Arsen sebagai perpisahan dan di balas juga dengan lambaian tangan olehnya. Setelah kepergian Arsen. Gadis itu mendekati Alea dan bertanya.
"Aku menemukannya!". Ucap Alea bahagia.
"Menemukan apa?!".
"Donor jantung untukmu! Tapi aku harus membuat perjanjian dengannya!"
Elise mengerut kening tidak senang "Kau memaksanya?"
Alea menggeleng dengan cepat "Tidak! Aku hanya membantunya sedikit karena dia membutuhkannya. Dan sebagai gantinya aku ingin dia mendonorkan jantungnya untukmu!"
"..Kenapa dia mau mendonorkan jantungnya untukku! Apakah dia bosan hidup?!".
Alea terdiam dia tahu Elise tidak suka membahas masalah ini tapi cepat atau lambat dia harus tahu. "Aku baru tahu kalau dia memiliki sisa usia tiga bulan, dan hanya dia yang memiliki kecocokan denganmu. Mulai dari darah sampai ukuran jantungnya."
"Apakah dia sakit parah! Kalau begitu kau harus membantunya dengan baik! Jangan pelit kalau dia meminta sesuatu, berikan saja!".
Akhirnya Alea tersenyum lebar, karena Elise tidak menolak dan itu artinya mereka hanya perlu menunggu tiga bulan. 'Semoga semuanya lancar' bathin Alea senang.
"Ayo masuk dan mandi! Kau sudah bepergian sehari suntuk! Karena bahagia aku sampai lupa memarahi bocah itu karena tidak membawamu pulang lebih cepat!"
Elise tertawa "Jangan membuatnya takut!"
"..Jika dia takut! Maka aku menyesal membuatmu pergi dengannya! Lain kali aku tidak akan membiarkannya pergi dengan mudah!".
"Alea!!"
"Baik! Aku tidak akan menahannya! Kau puas!"