webnovel

Pesona mas Arya

Selepas sholat magrib, Arya yang masih memakai sarung duduk santai di kursi sudut. Di ruang tengah yang kecil. Punggungnya menyandar pada pegangan kursi, kaki Ia selonjorkan bebas, dan kepalanya menghadap pada TV yang berukuran 14inc. Sementara tangan yang memegang remot Ia arahkan pada TV, terlihat ibujarinya menekan-nekan remot untuk mencari saluran televisi yang bagus.

"Adnan sudah tidur bu?" Arya bertanya pada Ibunya yang baru saja lewat di hadapanya.

Semenjak istrinya menjadi TKI Adnan memang selalu tidur dengan simbahnya. Sebagai seorang pria yang baru punya anak, Arya belum bisa sepenuhnya merawat Adnan, yang belum dua tahun uisanya, saat ditinggal 'Santi' istri Arya. Oleh sebab itu Ibu Sumi-lah yang merawat Adnan, dari kecil hingga kini usianya sudah genap lima tahun, Adnan lebih sering tidur sama simbahnya.

Namun tetap saja Arya sangat menyayangi Adnan, putra satu-satunya itu.

"Sudah!" Jawab Ibu Sumi sambil merapihkan kerudungnya.

Kemudian Ibu Sumi mendudukan bokongnya di kursi, di dekat Arya. Meski usia sudah lanjut tapi Bu Sumi tidak pernah absen untuk menonton sinentron kesayangannya itu.

"Le! ganti te.. te..ce..ce!" Perintah Bu Sumi pada Arya, Untuk memindah saluran televisi yang Ia maksud.

Arya selalu meringis saat mendengar ibunya sedang kesulitan menyubut nama sala satu saluran televisi suwasta. Saluran televisi dimana sinetron kesayangan Ibu-nya ditayangkan.

"Apa toh Bu..!" ucap Arya yang sebenarnya Ia sudah mengerti maksud ibu-ny. Lalu Ia menekan remote untuk mengganti saluran televesi suwasata yang dimaksud ibunya.

Assalamulaikum...!

Suara orang mengucapkan salam dibarengi dengan ketukan pintu terdengar dari luar ruang tamu.

Wa'alaikumsalam...!

Arya dan Ibu Sumi membalas salam secara bersamaan.

"Siapa?" ucap Bu Sumi sambil beranjak dari kursi, dan akan membukakan pintu untuk orang yang sudah mengucapkan salam.

Sementara Arya masih pada posisinya, dan tidak ada keinginan untuk melihat siapa tamu yang berkunjung kerumahnya.

Dari tempat dimana Arya sedang menonton TV, Ia hanya bisa mendengar kehebohan perbincangan penuh bahagia antra Ibu Sumi dan tamu yang baru saja dibukakan pintu itu.

Tidak selang berapa lama suara obrolan yang heboh itu semakin dekat padanya.

"Le! Ini lho ada tamu!" ucap Ibu Sumi yang sudah dekat di belakang kursi dimana Arya duduk selonjoran.

Kemudian Arya bangkit dan berdiri untuk melihat tamu yang sudah membuat ibunya heboh. Setelah itu Ia bisa melihat tamu yang sedang di peluk lengannya oleh Ibu Sumi.

"Gimana kabarnya..? Mas Arya!" ucap tamu wanita berambut pirang karena pewarana.

Arya lebih dulu bengong, memparhatikan tamu wanita yang memang sudah Ia kenal.

"Alhamaduliah! Kamu..! Dewi?" jawab Arya memastikan. Karena Ia merasa pangling dengan perubahan tamunya.

Setahun setelah istrinya menjadi TKI, tidak lama kemudin Dewi, sahabat Santi, juga mengikuti jejak istrinya menjadib TKW. Arya pangling karena Dewi yang dulu sebelum menjadi TKW, selalu memakai kerudung untuk menutupi rambutnya, tapi kini terlihat seperti girl band. Korea.

Dewi hanya tersenyum meringis dan mengangukan kepalanya.

"Pulang kapan?" Tanyanya dengan hati yang seperti dicubit. Bagaimana tidak, Santi yang lebih dulu berangkat setahun lebih awal dari Dewi, harusnya sudah berada di rumah karena habis masa kontraknya. Tapi kenyataanya tidak ada kabar hingga kini. Dan justru palah Dewi yang pulang lebih awal. Sedih. Pasti.

Dan itu semakin mempengaruhi hatinya, untuk mempercayai kebenaran berita tentang istrinya. Namun Arya mencoba membuang fikiran itu. Sebelum Ia melihat langsung. Entah sampai kapan.

"Kemaren Mas!" jawab wanita yang penampilanya sudah berubah 180 derajat itu.

"Duduk dulu nduk!" Perintah Ibu Sumi sambil mendorong pelan lengan Dewi, untuk duduk di kursinya.

"Baru pulang kemaren kok sudah main-main kesini?" ucap Ibu Sumi setelah mereka bertiga duduk di kursi yang sudut yang panjang. "Apa nggak capek?" Imbuhnya

"Saya sudah kangen" jawab Dewi sambil matanya melilirk Arya yang ada di sebelah kirinya, sementara yang bertanya ada di sebelah kanan. "Sama Adnan!" Imbuh dewi yang mempunyai cinta terpendam pada Arya. Dan berita tentang Santi seolah menjadi kabar baik untuknya.

"Adnan sudah besar.. sudah tidur!" Jawab Ibu Sumi yang tidak tau maksud Dewi yang sebenarnya.

Sementara Arya merasa tidak nyaman dengan cara Dewi melihatnya, apalagi wanita berambut pirang palsu itu memakai pakaian yang super ketat. Sehingga Arya sebagai seorang lelaki normal yang lama tidak menyalurkan hasrat biologisnya, merasa seperti sedang diuji ke'imannya.

Setelah itu terjadi obrolan hangat Antra Dewi dan Ibu Sumi. Arya hanya menanggapi seperlunya dan matanya Ia fokuskan pada TV yang masih menyala. TV itu sudah menjadi penyelamat buat Arya, setidaknya itu bisa menjadi alasan untuk mengalihkan matanya untuk tidak melihat girl band dadakan itu. Karena terlihat lirikan mata Dewi yang penuh Arti selalu tertuju pada lelaki gagah yang ada di sebelahnya. Arya.

Dan tidak selang berapalama setelah itu Dewi-pun akhirnya pamit untuk pulang.

Di dalam kamar setelah sholat Isya, Arya mendudukan bokongnya pada sisi ranjang. Arya teringat akan amplop tadi pagi, yang terpakasa Ia terima karena Bagas dan Ibu Ratna memaksanya.

Kemudian Arya mengambil amplop yang tadi sudah Ia simpan di bawah bantal, Lalu kemudian Ia membuka amplop yang sudah diambilnya. Setelah amplop itu dibuka Arya melihat uang lembaran ratusan ribu tersusun rapih. Jika dihitung, nominalnya lebih dari cukup nilainnya untuk mengganti kerugaian dari aksesoris yang sudah rusak.

Namun Arya seperti merasa tidak tertrik untuk mengetahui berapa jumlah uang itu. Karena ada satuhal yang menarik perhatianya dari pada menghitung jumlah uangnya.

Di dalam amplop itu, selain uang ternyata terselip di sana sebuah kertas putih yang sudah dilipat menjadi ukuran kecil persegi empat.

Kemudian Arya mengambil kertas itu dan membukanya. Setelah kertas terbuka lebar, Arya termenung dan mengamati tulisan yang ada di atas kertas itu. Sebuah tulisan, namun semuanya hanya angka yang tersusun seperti sebuah nomor HP. Dan Arya sudah bisa mengira jika angak-angka tersebut adalah nomor HP si pemberi amplop itu. Bagas. Mungkin.

===

"Bu..! besok nggak usah antar Bagas sekolah!" ucapnya, selesai menyantap makan malam.

"Kenapa? Mobilmu kan masih di bengkel!" Jawab Bu Ratna yang mempunyai banyak butik itu.

"Saya bisa naik ojek!" Jawab Bagas. "Lagian kaya anak TK aja yang diantar sekolah ibunya!" Imbunya memberi alasan.

"Ngak papa! Besok ibu antar!"

Bagas mendengus kesal dan memutar matanya, lalu Ia beranjak dari kursi di ruang makan dan masuk ke kamarnya. Bisa menang berdebat dengan Ibu-nya adalah hal yang mustahil.

Ibu Ratna adalah sosok wanita yang tegas dan disiplin. Sekali Ia bilang 'A' dia tidak akan merubah keputusanya. Itu yang membuat Ia sukses membuka usaha butik dan mempunyai banyak cabang. Selain itu Ia juga mempunyai beberapa bisnis usaha di dunia retail lainya, yang sukses Ia bangun bersama Alm. sumainya. Warisan dari mertua dan juga orang tuanya serta merta ikut menambah daftar kekayaan yang Ia miliki. Sangat kaya.

Keputusanya belum menikah sejak sepuluh tahun lalu suaminya meninggal. Adalah karena Ia merasa belum bisa melupakan suaminya, dan juga rasa sayangnya pada anak satu-satunya. Bagas. Meski banyak pria yang berusaha mendekati janda kaya itu, namun belum satupun laki-laki yang bisa menggetarkan hatinya.

Tapi semenjak Ia melihat lelaki gagah, yang usianya diperkirakan sepuluh tahun dibawanya, wanita karier itu seperti sedang mengalami masa puber kedua.

Penampilan Arya memang biasa, bahakan sangat biasa. Namun di mata Ibu Ratna, dibalik penampilan yang Arya yang biasa. Selain dari wajahnya yang karismatik, badanya yang kokoh Arya adalah sosok laki-laki yang sederhana dan apa adanya. Sejauh ini cuma itu yang bisa Bu Ratna nilai, karena mengingat Ia baru pertama kali berjumpa. Meski begitu senyum Arya sudah bisa meluluhkan hati Bu Ratna yang telah lama membeku. Lebih tepatnya 'Jatuh cinta pada pandangan pertama'.

Siapa Arya itu hem..! Desis Bu Retna. Kemudian Ia tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya. Ibu Rata seperti malu dengan dirinya sendiri. Di usianya yang sudah kepala empat namun Ia merasa seperti seorang gadis remaja yang sedang dimabuk cinta.

Kemudian Bu Ratna beranjak dari kursi, dan masuk ke kamar tidurnya. Rasanya Ia sudah sangat tidak sabar menunggu hari esok.

Bagas merbahkan badanya, tidur terlantang membentuk bintang besar di atas ranjangnya. Matanya masih segar dan belum mengantuk. Kemudian Ia mengambil HP yang Ia taru di atas bantal. Setelah Ia menyalakan HP, ternyata Ia melihat sudah ada pesan masuk untuknya. Dari layar HP itu tertera di sana ada nomor baru yang mengiriminya pesan. Saat Ia membuka pesan Itu bibirnya kemudian tetsenyum mengembang .

Terbaca di sana pesan dari nomor baru.

Assalamualaikum! Apa ini nomornya dek bagas?

Arya.

Tidak menunggu lama Bagas-pun langsung membalasnya.

Wa'alaikumsalam. Iya Mas Arya.

Dan tidak lama kemudian ada bunyi notifikasi pesan masuk di HP-nya, dan masih dari nomor yang sama.

Besok saya tunggu di gerbang sekolah dek.

Entahla, mendapat pesan dari Arya saja, hatinya sudah sangat senang. Di tembah dengan Arya yang akan menunggunya besok di sekolah. Senyum Bagas semakin mengembang, dan sama sepreti ibunya, rasanya bagas sudah tidak sabar menunggu hari esok.

Namun tiba-tiba keningnya berkerut, saat Bagas mengingat jika Ibunya akan mengatarkanya kesekolah besok. Entahlah.

Nächstes Kapitel