webnovel

Kecemasan hati

"Ya akhirnya sampai. Enggak mampir dulu, Pak Benny?"

"Enggak usah lain kali saja. Tapi, itu Rey ada di sini, apa dia selalu menunggumu pulang? Kelihatannya dia tulus denganmu, Vivian," tanya Benny yang tidak sengaja melihat kearah teras rumahnya wanita tersebut.

"Ya begitulah, mungkin ada sesuatu yang ingin dia bicarakan denganku, Pak. Tapi, sejujurnya kelakuannya tidak sebaik seperti yang Bapak kira. Beneran enggak mau mampir dulu?"

"Iya benar. Kalau begitu saya pulang dulu."

"Baik, Pak. Hati-hati, dan terima kasih banyak, Pak."

"Ya sama-sama."

Vivian pun turun dari mobil tersebut, dan menunggu sampai mobil Benny menghilang dari pelupuk matanya baru ia berjalan masuk ke dalam pekarangan rumah. Tepat saat itu, Rey benar-benar tercengang ketika melihat Vivian bisa pulang bersama dengan atasan mereka. Selama ini yang Rey tahu, Benny begitu anti untuk berdekatan dengan wanita manapun meskipun itu sekretarisnya sendiri. Sifatnya yang arogan juga membuat para wanita di perusahaan merasa takut dan hormat dengan Benny. Tapi, kali ini benar-benar di luar pikiran sampai melihat Vivian bisa satu mobil dengan pria itu.

Tentu saja Rey juga merasa khawatir karena sekarang Benny bukan lagi status menjadi duda kaya melainkan sudah menjadi istri orang lain, dan istri dari teman baiknya sendiri. Tentunya Rey merasa tidak suka saat melihat kedekatan Vivian yang membuatnya jadi semakin curiga. Dengan cepat Rey menghampiri kekasihnya itu meskipun Vivian masih belum sampai ke teras rumah.

"Kok tumben banget bisa pulang sama bos? Apa jangan-jangan ada sesuatu diantara kalian?" tanya Rey dengan baik-baik.

Terlihat jelas raut wajahnya Vivian tersenyum ketika mendengar pertanyaan itu, dan semakin membuat Rey penasaran. Hingga dengan cepat Rey mencekal lengan kekasihnya di saat melihat Vivian hanya menjawab dengan senyuman.

"Ayo jawab, Vivian. Kenapa kamu bisa pulang satu mobil dengan bos kita? Apa aku salah lihat? Itu jelas-jelas mobilnya bos kita, dan kamu cuma senyum-senyum tanpa mau menjawab pertanyaan ku sekarang. Pantas saja aku mencoba mengirimkan pesan, tapi kami tidak membalasnya. Katakan apa yang sedang terjadi diantara kalian? Jangan sampai kamu memiliki hubungan dengan Pak Benny." Rey semakin keras ingin tahu sampai dengan sengaja memberikan ancaman kepada kekasihnya.

Melihat Rey yang semakin sengaja mendesak dirinya untuk menjawab, Vivian dengan cepat menyingkirkan tangannya Rey dari lengannya, dan memberikan tatapan sinis kepada pria itu.

"Apa masalahmu sekarang, Rey? Bukankah kamu lebih dariku? Aku hanya pulang diantarkan oleh bos kita, dan sedangkan kamu sampai memberikan rumah kepada Bianca tanpa berbicara dulu denganku. Lantas, apa alasannya sampai kamu harus marah-marah sekarang? Bukankah kamu sendiri yang selalu berupaya untuk menjauh dariku hanya karena alasanmu merasa tertekan dengan perjodohan kita ini? Jadi, mau aku pulang dengan mobil siapa itu kesenangan ku sendiri, Rey," ketus Vivian dengan bantahan yang sengaja ia perlihatkan.

"Ini bukan soal mobil siapa, tapi kenapa harus dengan mobil bos kita? Dia itu sudah-"

"Sudah apa? Hah? Kamu tidak bisa menjawabnya kan karena kamu sudah tahu kalau bos kita sudah menikah dengan wanita yang selama ini begitu kamu pedulikan. Aku sudah tahu, Rey. Walaupun kamu sengaja tidak memberitahukan aku kalau Pak Benny menikah bersama dengan Bianca. Lantas, aku harus peduli, begitu? Oh tentu saja tidak. Bianca terang-terangan menerima semua perhatian yang kamu berikan. Bahkan kamu tidak begitu perhatian denganku, Rey! Yang jelas-jelas aku ini adalah kekasihmu sendiri. Jadi, jangan mengajakku ribut karena aku sedang lelah," sahut Vivian dengan tegas sembari ingin melangkah pergi.

Sontak saja membuat Rey terkejut di saat Vivian sudah mengetahui bahwa Bianca adalah istrinya Benny. Tapi, yang membuat dia tidak habis pikir kenapa sampai Vivian tahu hal itu? Jelas-jelas selama ini dia berusaha menutupi semua ini dari Vivian. Ingin mendengarkan semua jawaban yang membuat Rey kebingungan. Dengan cepat ia menyusul Vivian ke dalam rumahnya. Tapi, saat itu justru kedua orangtuanya Vivian ke luar dan menyambut kedatangannya. Mau tidak mau, Rey harus melayani kedua orangtuanya Vivian dengan hormat.

"Loh? Ada apa ini ribut-ribut, nak? Kalian ini selalu saja ribut. Ayo sekarang duduk dulu supaya Bunda buatkan minuman untukmu." Mamanya Vivian datang, dan sudah menganggap Rey seperti anaknya sendiri, meskipun masih menjadi calon menantu.

"Biasalah, Bunda. Ada sedikit problem yang harus Rey selesaikan dengan Vivian. Oh ya, kapan-kapan saja Rey mampir lagi pasti nanti bakalan ngobrol-ngobrol banyak sama Bunda," sahut Rey dengan menolak perjamuan secara halus.

"Oh begitu, ya sudah kalau begitu Bunda susul Vivi dulu ya. Kamu duduk dulu di sini. Bunda tidak suka melihat kalian berdua selalu bertengkar." Ibunya Vivi pun pergi, dan Rey hanya bisa menjawab dengan anggukan.

Wanita tua itu segera masuk ke dalam kamar anaknya. Terlihat raut wajahnya Vivian kesal saat mendengar Rey selalu saja menyalahi dirinya, bahkan ketika ibunya sendiri yang datang.

"Aduh .... anak ibu, kok cemberut terus. Ayo dong ke luar dulu Rey sudah pergi jauh-jauh ke sini cuma buat ketemu kamu, sayang. Sudah ayo ke luar dulu, dan bicara baik-baik. Kalian ini selalu saja ribut," ucap Bunda yang berusaha membujuk anaknya.

Namun, terlihat jelas Vivian merasa lelah jika harus bertemu dengan Rey sekarang karena dia tidak ingin bertengkar saat dalam keadaan yang lelah. Tanpa menjawab perkataan Ibunya, Bianca justru mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Membiarkan sang ibu menatap dirinya.

"Ya ampun, anak gadis kok cuek banget sama calon suaminya. Masih jadi calon udah tiap hari bertengkar, bagaimana nanti saat sudah menikah," gumam ibunya Vivi sembari mengelengkan kepalanya ketika melihat tingkah anaknya.

Dengan berat hati wanita tua itu ke luar, dan menyampaikan hal tidak mengenakan kepada Rey. Meskipun Rey sudah tahu bahwa Vivian tidak akan mau ke luar demi membicarakan hal penting dengannya. Akhirnya, Rey memutuskan untuk pamit undur diri meskipun ia masih ingin tahu siapa yang sudah membocorkan rahasia Bianca kepada kekasihnya.

Setiba di dalam mobil, Rey sampai membanting setir mobilnya hanya dia merasa kesal dengan sang kekasih. Melihat sikap Vivian yang semakin hari berusaha membuatnya marah.

"Bagaimana ini? Jika sampai Bianca tahu kalau Vivian sudah tahu semuanya, tentu saja Bianca akan berpikir bahwa aku dalang yang sudah menyebarkan berita ini. Tentu saja aku tidak ingin Bianca marah apalagi sampai menjauh dariku. Ah sial! Aku harus apa sekarang? Pasti Vivian tidak akan diam saja di saat semua ini membuat dia mendapatkan kesempatan untuk membocorkan semua rahasia ini. Bisa-bisa Bianca akan kembali menderita," gumam Rey dalam kecemasan hatinya.

Nächstes Kapitel