webnovel

Mulai perhatian

Bianca sampai tidak bisa bernafas beberapa saat ketika siraman air itu masuk kedalam saluran pernafasannya, itu membuatnya tersiksa tetapi Benny tidak menyadari akan tindakannya yang sudah berlebihan.

Ketika wanita itu sedang di omelin oleh atasan sekaligus suaminya, ia pun ingin memberikan isyarat dengan tangannya untuk membantu ia bangun. Tangannya terlihat sedang meminta pertolongan seperti orang yang sedang tenggelam, alhasil Benny pun menarik tangannya.

"Kenapa denganmu? Jangan drama deh, ini bukan tes masuk sinetron," ketus Benny sembari menatap tajam kearah wanita itu.

"Haaa ... uh ... hmm ...." Bianca mencoba menarik nafasnya ketika hidungnya sudah terasa lebih baik.

"Aduh ... Bapak kok ngomongnya gitu sih, aku itu hampir mati loh, Pak. Emang mau istrinya Bapak mati? Padahal baru nikah dua hari." Bianca mengomeli atasannya seraya mengucek hidungnya yang terasa sedikit gatal.

"Ya sudah gampang kan tinggal di gali kubur," sahut Benny dengan mudahnya.

'Ini orang kenapa sih enggak ada perhatiannya dikit pun padahal dia yang salah, coba aja kalau beneran aku mati kan gawat,' batin Bianca.

Tatapan tajam yang diperlihatkan oleh Bianca, sembari mulut bergerak perlahan, itu pertanda kebiasaannya jika sedang mengumpat untuk orang lain dalam hatinya. Namun, tanda itu terlihat oleh Benny, sontak saja membuat duda tampan itu membalas tatapan dengan sinis.

"Hey! Kamu sedang mengatai saya ya?" tanya Benny sampai ia mendekatkan wajahnya begitu dekat.

Sontak membuat Bianca terkejut sampai membuat matanya melotot sempurna, ia sempat-sempatnya menelan ludah saat melihat wajah tampan atasannya di pagi hari, batinnya berkata. 'Duh ... mimpi apa aku bisa dekat lagi dengan wajah Pak Benny ganteng banget.'

Bianca menatap dengan wajahnya yang tiba-tiba tersenyum. Benny pun dengan spontan menarik pergelangan tangan wanita itu.

"Bangun, dan berikan anak saya sarapan, cepat!" perintah Benny.

"B-baik, Pak." Lamunannya tersadar, dengan penuh ketakutan ia berlari keluar dari kamar itu. Namun, ketika ia berlari ia pun tidak sadar jika belum memakai pakaian dalamnya sampai bentuk dua buah terlihat jelas. Sewaktu tiba di luar, Bianca baru menyadari jika pakaiannya tembus pandang.

Menepuk jidatnya sembari berkata. "Ya ampun! Jangan-jangan tadi dia lihat lagi dadaku seperti ini. Aduh ... ini malu banget, eh! Tapikan bagus, aku kan istrinya."

Saat ia sedang berpikir tiba-tiba Benny sudah berada di belakangnya. "Ehem! Apanya yang bagus?"

"Dada ku. Eh!" Bianca menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangannya ketika ia tidak sengaja keceplosan.

"Dada? Di mananya yang bagus?" tanya Benny yang langsung berpindah posisi kedepan.

Bianca langsung menutup dadanya dengan kedua tangannya, ia begitu malu sampai wajahnya benar-benar memerah. "A ... a-anu, Pak. Saya balik ke kamar lagi." Ia langsung berlari tanpa menunggu sahutan.

Bianca begitu malu ketika tubuhnya begitu terlihat jelas, meskipun ia sudah mencoba untuk merayu Pak Benny, tetapi ia terlalu malu jika harus terlihat murahan untuk kedua kalinya apalagi dulu rayuannya tidak di gubris sama sekali.

Satu jam kemudian, Bianca keluar dengan pakaian yang sudah rapi. Ia sampai melupakan tugasnya untuk memberikan sarapan kenapa anak tirinya itu, alhasil ketika ia menuju ke ruang makan sukses membuat Benny langsung berdiri dan menatap tajam kearahnya.

"Mau kemana kamu?" tanya Benny.

"Mau ke tempat kawan sebentar, tidak masalahkan, Pak?"

"Ya sudah kalau begitu mari saya antar." Benny langsung menerima pemberian tas kerjanya dari Bi Lena, padahal seharusnya itu tugas dari Bianca.

Bianca berjalan dibelakang suaminya. Ia sampai terheran mendengar kalau dirinya akan diajak untuk berangkat bersama. Di dalam mobil, ia terlihat kaku, dan tidak bebas untuk bergerak apalagi perutnya yang belum menyantap makanan sedikitpun. "Kruztt ...." Bunyi perut Bianca sukses membuat Benny melirik kearahnya.

"Kenapa kamu langsung pergi padahal belum sarapan?"

"Tidak apa-apa, Pak. Saya sudah terbiasa kok tidak sarapan pagi."

"Oh."

Kedengarannya perhatian, Bianca berpikir jika suami kulkasnya itu mulai perhatian dengannya tetapi nyatanya tidak. Ucapan singkat jelas membuat Bianca sadar untuk tidak mengharapkan banyak hal, ia pun menarik nafas perlahan, dan menatap kearah lain.

"Oh ya, saya tekankan sekali lagi kalau tugasmu itu hanya untuk menjaga anak saya, jadi rawat dia seperti anakmu." Benny berkata tanpa menatap.

"Baik, Pak. Tapi kalau seandainya saya memiliki pacar bagaimana ya, Pak?"

"Pacar?" Benny mengerem mobilnya dengan mendadak sampai membuat posisi Bianca bergeser kedepan.

"Ya, Pak. Pacar, karena kan menurut kesempatan kita aku bisa bebas setelah perjanjian kita selesai. Jadi saya juga harus memikirkan masa depan, Pak."

"Lakukan tugasmu terlebih dahulu baru memikirkan tentang pacar. Setelah kita bercerai itu terserah dirimu mau berpacaran atau menikah sekalipun saya tidak akan ikut campur."

"Baiklah, Pak. Oh ya di depan gang itu saya turun ya, Pak," ucap Bianca sembari menunjuk kedepan.

Bianca turun di tempat yang ia tunjukkan, namun Benny belum juga pergi, dan masih menatap kearah wanita itu. Karena rasa penasarannya, ia pun berniat mencari tahu kemana wanita itu akan pergi. Sampai akhirnya tiba di depan rumah yang besar, tapi lebih besar ketimbang rumahnya. Tetapi Benny terheran saat Bianca memasuki rumah itu.

"Loh? Itukan rumahnya Rey, manajer di perusahaan ku. Jadi mereka saling mengenal. Sepertinya mereka begitu dekat sampai Bianca langsung masuk saja kedalam sana," gumam Benny. Ia pun menyudahi pengintaian itu, dan langsung bergegas untuk berangkat ke kantor.

Di sisi lain, Bianca ingin bertemu dengan Nick. Mereka memang sudah berjanji akan bertemu langsung di rumah Nick.

Ketika Bianca memasuki rumah itu, Rey yang ingin berangkat ke kantor tidak sengaja berpapasan dengan Bianca.

"Hai, Bianca. Kebetulan sekali. Mau cari aku ya?" sapa Rey dengan tersenyum ramah.

"Ah tidak, apa Nick ada di dalam?"

Raut wajah Rey langsung berubah ketika mendengar bukan dirinya yang sedang ia cari. "Oh ... Nick, dia masih tidur tuh."

"Ya sudah, Rey. Aku kesana dulu ya. Oh ya! Hampir saja lupa. Ini kartu kunci apartemen milikmu, sebaiknya ini ku kembalikan saja, karena kan aku sudah tidak tinggal di sana jadi mungkin kamu memerlukan suatu saat, dan terima kasih ya bantuan mu." Bianca langsung mengucapkan terima kasih dengan memberikan pelukan.

"Sama-sama, Bianca. Aku pun tidak mempermasalahkannya, jikapun tidak kamu kembalikan juga tidak masalah, tapi jika suatu saat kamu membutuhkannya lagi katakan saja. Kalau begitu ya sudah temui saja Nick, kalau perlu bawa air satu gayung untuk membangunkan tidurnya."

"Ha-ha-ha ada-ada saja, ya sudah kalau begitu kamu hati-hati berangkat kerjanya," ucap Bianca yang langsung dibalas senyuman dan anggukan oleh Rey.

Saat Bianca mendahului langkahnya, Rey menoleh kebelakang menatap Bianca yang sama sekali tidak melihat kearahnya. "Bagimu Nick lebih berharga."

Nächstes Kapitel