webnovel

Kejadian Langka

"Kalian nggak usah cari gue. Gue udah ada di sini."

Siska dan Andy menoleh dengan cepat. Di belakang mereka sudah ada Fayez yang berdiri dengan tegap dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam kantung celana.

"Ngapain lo ke sini?," tanya Siska menantang Fayez di depan wajahnya.

"Bukannya kalian juga mau cari gue?," jawab Fayez menatap Siska dan Andy bergantian. Wajah datarnya tak ubah walau sedikit pun terlihat menyebalkan di mata orang yang melihatnya.

"Jadi, lo mau ngapain ke sini?," tanya Andy menyela.

Fayez tak menjawab. Ia kembali melangkah melewati kedua sahabat Dania yang sedari tadi berdiri di depannya.

"Gue minta maaf."

Dania yang sedari tadi menunduk pun mulai mengangkat wajahnya.

"Gue minta maaf," ulang Fayez sebari mengulurkan tangan.

Gadis itu mengerjapkan matanya berulang kali. Menatap Fayez dengan kikuk dan tidak percaya.

"Kenapa?."

Bodoh! Kenapa Dania justeru bersikap seperti orang bodoh? Padahal Fayez datang dan merendahkan harga dirinya di depan semua orang hanya untuk meminta maaf.

Laki-laki itu terlihat menarik nafas berat dan menghembuskannya dengan kesal.

"Gue minta maaf," ucap Fayez dengan penuh penekanan.

Dania lagi-lagi hanya diam. Ia menatap telapak tangan Fayez yang masih mengudara, menunggu telapak tangan Dania untuk menerimanya.

"Gue maafin."

Pemandangan menakjubkan! Seorang Fayez Ghazali berani meminta maaf pada seorang gadis yang biasa-biasa saja.

Tangan mereka saling menyatu. Dan kedua si empu saling menatap satu sama lain. Seolah sedang.... Menyalurkan perasaan masing-masing?

Dania menahan nafasnya di tempat. Ia terlena oleh kedua bola mata Fayez yang indah. Berwarna cokelat gelap dan menatapnya begitu menusuk.

"Astaga, perasaan apa ini?," batin Fayez yang masih menatap gadis itu dan enggan untuk melepas tangannya yang masih menggenggam tangan Dania.

"Uhm.. Maaf, tangan gue."

Fayez gelagapan. Ia langsung menarik telapak tangannya dan mengalihkan pandangan. Tanpa ucapan apa pun lagi ia Fayez pun pergi meninggalkan kelas Dania.

Saat laki-laki membalikkan tubuh, rupanya ada banyak siswa yang memperhatikan adegan yang baru saja terjadi. Ada yang memekik kagum, iri dan kebanyakan dengki.

Fayez melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan orang-orang di sekitar. Dengan wajah datarnya ia menyembunyikan rasa malu sekaligus gerogi karena telah menatap Dania dalam waktu yang cukup lama.

"Dan, demi apa? Fayez natap lo duaaleeemmm.. Bangeeettt! Astagaa.. Gue berasa mimpi!." Siska duduk di samping Dania dengan pekikannya yang heboh dan berteriak di depan gadis itu. Sedangkan Dania masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Dania, lo kenapa? Kok malah bengong?," tegur Andy yang melihat perubahan raut wajah Dania.

"Tolong cubit tangan gue," gumam Dania dengan wajah yang masih menatap lurus ke depan.

"Aaawwsshh.. Sakit!," pekik Dania.

"Kan lo suruh cubit, ya udah gue cubit," kata Andy.

"Berarti tadi gue gak mimpi."

"Lo emang gak mimpi, Dan. Lo salaman sama Fayez, dan Fayez natap lo dengan penuh cinta. Gue jadi iri liatnyaaaa." Siska semakin heboh dan bertingkah layaknya seorang gadis yang butuh belaian seorang pria.

"Lo salaman sama gue aja," ujar Andy.

"Ogah! Salaman sama lo mah bikin alergi doang!."

Dania masih tersenyum sebari menatap tangan kanannya yang baru saja bersentuhan dengan tangan milik Fayez. Bukan hanya bersentuhan, tapi laki-laki tampan itu menggenggamnya erat.

"Gue janji, nggak akan cuci ini tangan."

***

Fayez keluar dari dalam kelas Dania dengan langkah kaki yang lebar. Detak jantungnya sudah tidak bisa di kontrol lagi. Fayez semakin gelisah, karena perasaan yang telah lama hilang ini kembali terjadi.

"Duh, gue kenapa, ya? Biasanya, kalau gue kayak gini itu pas ketemu sama Nay. Tapi sekarang kan Nay nggak ada," batin Fayez. Ia mendudukkan bokongnya di kursi taman. Menarik nafas secara perlahan dan menetralkan kembali detak jantungnya.

"Gue tadi kenapa, sih? Kok bisa-bisanya gue pegang tangan Dania sampe segitunya," ucap Fayez bermonolog.

Sudut bibirnya tertarik sedikit. Ia terbayang ketika menatap kedua mata Dania yang hitam dan indah. Di sana, Fayez sempat melihat pancaran sinar, seolah sedang memberi isyarat kalau Dania sedang berada di titik kebahagiaan.

"Dia cantik juga. Sinar matanya indah banget."

"Ah, enggak! Gue gak boleh jatuh cinta."

Entah sampai kapan Fayez harus menyimpan, menyangkal dan menolak atas perasaannya terhadap Dania?

"Hai, Fayez. Aku cariin ternyata kamu di sini."

Shelina menghampiri dan duduk di samping Fayez. Terlihat ia membawa sebuah kotak yang entah isinya apa.

"Aku bawain kamu makanan. Kamu mau, kan?."

Fayez melirik sekilas. Ada seporsi nasi goreng di dalam kotak sana.

"Gak," jawab Fayez.

"Kamu gak boleh nolak. Sekarang aku suapin." Shelina mengambil satu sendok nasi goreng dan menyuapkannya ke dalam mulut Fayez.

"Gue nggak mau," tolak Fayez.

"Pokoknya kamu harus mau. Sekarang, buka mulut kamu."

"Lo budek, ya? Gue kan udah bilang gak mau, kenapa masih maksa?!."

Shelina terkejut ketika Fayez membentaknya sedikit kasar dengan kedua matanya yang melotot.

"Kamu bentak aku?," tanya Shelina dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Fayez mendengus dan mengalihkan wajah. Ia mengusap kasar wajahnya sendiri. Hal yang paling membuat Fayez tidak tega adalah melihat seorang gadis menangis, dan kenapa harus Shelina yang menangis?!

"Aku nggak nyangka, ternyata kamu berani bentak cewek." Gadis itu memulai drama nya. Kini ia menangis sesenggukkan di samping Fayez.

"Sori," ucap Fayez singkat.

"Padahal aku cuma pengen suapin kamu makan. Kamu bisa ngasih tau aku secara baik-baik, jangan ngebentak aku kayak gini."

Fayez semakin dibuat serba salah. Tadi ia sudah memberitahu dan peringatkan Shelina secara baik-baik, tapi apa yang dia lakukan? Dia justeru memaksa dan tidak mendengar larangan Fayez.

"Gue kan tadi udah bilang baik-baik sama lo. Tapi kenapa lo nggak mau dengerin gue?." Fayez berbicara dengan nada yang sangat rendah. Namun bukannya berhenti menangis, Shelina justeru menangis semakin keras dan cukup mengundang banyak perhatian.

"Husssttt.. Lo kenapa, sih? Gue kan gak ngebentak lo. Mending lo diem, entar gue malah dianggao ngapa-ngapain lo."

"Helo, Bro!."

"Lho, Shelina kenapa?."

Fayez menarik nafas lega, akhirnya keempat temannya datang.

"Iya, lo kenapa, Shel?," tanya Agus.

"Fayez ngebentak gue."

Fayez membuka matanya lebar. Menatap Shelina tidak percaya.

"Yez, ngapain lo bentak dia?," tanya Galang menatap Fayez seolah mengintimidasi.

"Terserah lah. Kalian urus dia, gue ada urusan."

"Fayez, tunggu!."

"Eh, lo diem aja di sini, Shel. Cerita sama kita apa masalah lo."

Seolah mengerti dengan keadaan, keempat teman setia Fayez itu pun mencegah Shelina dan kembali mendudukkannya. Sedangkan Fayez sudah pergi meninggalkan mereka.

"Huh, untung mereka dateng. Kalo nggak, mungkin gue udah terjebak sama Shelina dan malah ngurusin dia. Males banget," batin Fayez sebari berjalan menysuri koridor.

"Fayez, apa kamu masih nggak mau nerima jaket dari aku?."

Nächstes Kapitel