webnovel

Tatapan Sekian Nano Detik

Senyum renyah yang kudengar beberapa hari yang lalu, membuat mata tak kunjung terpejam.

Senyum, wajah dan sifatmu belum bisa kuterka dengan baik.

Aku masih berproses. Berproses untuk segera menyembuhkan luka dan menaruh hati.

(Fayez Ghazali)

***

Seperti kutipan di atas, Fayez kembali dibuat galau oleh Dania. Wanita yang berhasil mencuri perhatiannya hanya dengan tawa yang terdengar begitu renyah dan asyik di telinga Fayez.

Aneh. Semuanya terjadi begitu saja. Selama menjabat sebagai ketua osis SMA Kencana, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa Dania ada di dalamnya.

"Ketua macam apa gue? Kok sampe gak tau anggota sendiri," gumam Fayez yang tengah duduk di atas balkon kamarnya. Suara kekehan terdengar sangat jelas, ketika Fayez lagi dan lagi membayangkan betapa cantiknya sosok Dania.

"Apa hati gue mulai hidup lagi?," gumamnya lagi.

"Huh.. Nggak mungkin gue suka sama Dania. Nggak mungkin."

Fayez kembali ke dalam kamar. Mencoba menghilangkan semua kegelisahan dan ketidakmungkinan yang akan terjadi.

Lelaki tampan itu membuka laci nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Ia mengambil sebuah album foto yang tersimpan selama bertahun-tahun.

Fayez membuka lembar demi lembar album foto yang sudah mulai usang.

"Aku kangen kamu. Gimana kabar kamu di sana? Apa kamu udah bahagia sama pengganti aku?." Entah siapa yang di maksud Fayez. Telapak tangannya mengusap wajah seorang gadis berambut panjang dan mengenakan jepit pita di samping poni cantiknya.

"Nay, aku menemukan sosok kamu di dalam diri wanita lain. Apa dia ditakdirin buat gantiin posisi kamu? Tapi, aku belum siap, Nay. Aku masih ragu dengan hati aku sendiri. Cinta aku masih terlalu besar buat kamu."

Fayez menarik napas dalam-dalam. Ia kembali menaruh album tersebut ke dalam laci dan merebahkan tubuh untuk menetralkan hati dan pikirannya.

"Gue harus bener-bener ngeyakinin hati dan diri gue. Sebelum gue salah memilih."

***

Pagi kembali datang. Rasanya Fayez baru saja memejamkan mata semalam, namun mentari seolah tidak ingin kehilangan momen di mana ia harus menerangi jiwa-jiwa yang membutuhkan kehangatannya.

Jam dinding sudah menunjukkan angka setengah tujuh. Begitu pun dengan Fayez yang sudah siap dengan pakaian sekolahnya.

Fayez selalu terlihat rapi. Dengan rambut klimis dan wangi tubuh yang maskulin. Ia adalah siswa nomor satu di SMA Kencana. Oleh karena itulah Fayez tidak boleh terlihat buruk sedikit pun, entah itu penampilan atau kecerdasan.

"Dateng telat sekali-kali gak apa-apa kali, ya,?" gumam Fayez sebari memperhatikan kembali penampilan seragamnya.

Ia menghembuskan nafas ringan. Hari ini terasa berat untuk Fayez jalani. Tidak tahu kenapa, ia belum siap jika bertemu Dania.

"Hati gue, plis, jangan goyah sama Dania. Lo harus tetep kuat. Di dalem sana, masih ada nama Nay yang harus lo jaga," pesan Fayez pada hatinya sendiri.

Kuda besi Fayez mulai menembus jalan raya yang mulai terlihat ramai. Untungnya ia sudah lihai dalam mengendarai sepeda motor yang besar bermerk kaswakaki.

Helm full face yang Fayez kenakan memang sangat berguna. Dengan benda itu, debu-debu jalanan tidak mampu menempel dan berpotensi merusak kulit wajah Fayez yang bening bak kaca yang baru saja di bersihkan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya sang ketua osis sampai di sekolah. Ia memarkirkan kendaraannya di tempat biasa dan terbilang khusus. Karena tidak ada yang berani menempati tempat parkir khusus Fayez yang telah diberi nama oleh si pemilik motor.

"Wih.. Ketua osis kita dateng juga akhirnya," sapa Galang dan teman-teman Fayez yang lain.

"Hooh. Tumben banget lo dateng mepet kayak gini? Biasanya paling rajin, dan jam segini lagi ngehukum orang," sahut Sahroni yang tengah menghisap permen kaki yang baru saja ia beli.

"Lo lagi nggak kesambet setan, kan?," timpal Sam.

"Gak," jawab Fayez singkat.

"Fayez yang ganteng dan baik hati, kamu teh jangan cuek dan dingin terus sama orang-orang. Nanti kamu nggak dapet jodoh, gimana?," kata Agus dengan bahasa Sunda nya yang khas.

"Heh, Agus. Fayez itu cakep. Walaupun dia cuek, kalo dia mau pasti bisa dapet pacar detik ini juga. Nggak kayak lo," hardik Sam yang justru lebih membela Fayez.

"Tau, lo. Si Fayez ini emang ditakdirkan jadi pangeran beku, bukan dingin lagi," sambung Sahroni.

Pusing rasanya mendengar pertengkaran teman-temannya yang tak berujung. Fayez memilih pergi meninggalkan mereka tanpa permisi.

"Eh, Yez, lo mau ke mana?," teriak Sam pada Fayez yang tak menoleh sedikit pun.

"Kebiasaan temen kalian tuh. Terlalu cuek dan dingin," cibir Sahroni yang ikut berjalan di belakang Fayez.

Kelima pemuda tampan yang merupakan most wanted SMA Kencana berjalan memenuhi koridor. Banyak gadis yang memperhatikan mereka dengan wajah mupeng dan air liur yang hampir keluar.

"Sah, gue udah cakep belum?," tanya Agus yang tengah merapikan poni layaknya seperti Babang Tamvan yang dijuluki satu Indonesia Raya.

"Sah-sah, nama gue Sahroni. Panggilannya Roni ganteng. Sah, lo pikir gue penghulu?," omel Sahroni sebari memukul kepala Agus.

"Lha.. Nama lo kan emang Sahroni. Dipanggil Sah. Terus salahnya di mana?."

"Udah-udah. Kenapa sih kalian gak bisa akur? Kuping gue budek denger kalian berantem," lerai Samudera yang merasa kedua telinganya mulai panas.

"Tau lo. Coba kalian liat si Fayez, dia diem aja banyak yang suka. Karena diam itu emas. Kalian ngoceeehh... Mulu. Kayak petasan banting." Galang yang sedari diam pun akhirnya menimpali.

"Heh, Galang, asal lo tau ya, cewek-cewek itu lebih suka cowok yang humoris dan banyak omong. Supaya gak bete dan bisa memecahkan suasana," balas Sahroni.

"Bener kata Sahroni. Kali ini gue setuju sama dia," imbuh Agus.

"Buktinya apa? Sampe sekarang aja kalian masih jomblo."

Agus dan Sahroni nampak saling melempar pandang dengab wajah kikuk.

"Nah, diem kan kalian. Udah diem, jangan pada berisik," sambung Samudera.

Di arah yang berlawanan, Fayez melihat Dania yang sedang berjalan dengan sahabatnya. Ia tidak tahu siapa namanya, tapi Fayez dapat menyimpulkan kalau wanita itu adalah sahabat Dania.

Jarak mereka hanya tinggal beberapa centi lagi. Fayez mengalihkan pandangan karena jantungnya tiba-tiba tidak bisa di kondisikan.

"Dania!."

"Sial! Kenapa Agus malah manggil Dania, sih?," hardik Fayez dalam hati.

Fayez menoleh kembali. Dan tanpa sengaja, kedua bola mata mereka bertemu dan sempat terhenti dalam waktu sekian nano detik.

"Dania! Eh, kan gue yang manggil lo. Kenapa malah liatin yang lain, sih?," tegur Agus.

"Eh, iya. Ada apa, ya?," jawab Dania berusaha menetralkan ekspresi wajahnya.

"Mau ke mana, nih? Mau gue temenin, nggak?," tanya Agus dengan maksud merayu Dania dengan mengandalkan poni anti gelombangnya itu.

"Heh, Agus jelek. Lo gak liat apa? Dania kan lagi sama gue. Jadi dia nggak butuh lo temenin."

"Eh, kenapa lo yang sewot? Apa jangan-jangan lo cemburu? Lo suka sama gue, kan?." Agus si besar kepala. Ia membalas ucapan Siska dan berasumsi bahwa sahabat Dania menyukai dirinya.

Di saat Siska dan Agus berdebat, Dania diam-diam mencuri pandang ke arah Fayez yang tengah berdiri sebari menyandarkan tumbuh ke dinding dan menatap ke arah lapangan.

Gadis itu lalu menunduk, ketika Fayez melirik ke arahnya.

"Mampus. Fayez pasti sadar kalo gue lagi liatin dia," batin Dania.

"Heh, Agus. Lo jangan kegeeran, ya. Gak sudi gue suka sama lo. Dan, kita pergi dari sini." Siska pergi sambil menarik tangan Dania.

"Pergi sana. Dasar cewek gila." Agus berteriak di tengah koridor dan di depan orang banyak tanpa rasa malu.

Fayez melihat kepergian Dania. Kedua matanya tidak pernah lepas dari punggung Dania yang mulai menjauh dan tak terlihat.

"Hahaha.. Agus jelek. Emang enak dikatain jelek sama Siska," ejek Samudera dan teman-temannya.

"Diem lo!," ucap Agus ketus.

"Yez, lo liatin apaan?," tanya Sahroni.

"Gak. Cabut!."

Nächstes Kapitel