webnovel

10. Bayangan Awan dalam Pikiran Noey

Sudah menjadi rahasia umum, warga masyarat di korea tidak jadi masalah, jika menikah setelah memiliki anak. Penyesalan? Dia sungguh menyesal, mengutuk dirinya tidak melangkah lebih jauh untuk meraih tangan itu untuk menghindar dari ledakan.

Bagaimana aku bisa hidup, setelah kau meninggalkanku? Kau begitu sangat membekas, dengan ribuan kenangan, canda dan tawa yang membuatku semakin rindu. Rasa sesak di dalam hatiku, sungguh tidak bisa ku tahan, ketika melihat wajah putri mungil yang mulai beranjak besar.

Pada akhirnya kita berdua tidak bisa bersama, hanya ada sosok mungil yang menemaniku.

Aku menepis, jika kau telah benar-benar pergi. Aku berharap, jika kau masih ada di sisiku, menemaniku, membesarkan gadis mungil kita berdua.

Drrrzz...

Lamunan Noey hilang, ketika berkas kasus di kirim melalui fax miliknya.

Mesin fax, mulai mengeluarkan berkas-berkas informasi tentang pelaku, pikirannya kini tertuju pada gadis yang mengacaukan TKP, rasa kesalnya tiba-tiba kembali menjalar di tubuhnya.

Hidung tinggi, bibir seksi, wajah sedikit tirus, tinggi ideal, punggung lebar, membuat seorang Noey Ardanult menjadi tipe ideman banyak wanita, tapi ketika mengetahui jika pria itu memiliki putri, mereka mengurungkan niatnya.

Tsk! Noey terkadang hanya bisa mendengkus kesal, ketika banyak yang menawarkan kencan, dan dia menjawabnya dengan jika dia punya putri kecil, dan membuat semua orang yang datang mundur.

Bayi berusia lima bulan itu, tumbuh dengan tubuh dengan baik, pipi chubby, rambut pendek, mata besar, dan bulu mata lentik, sungguh membuat kesan cute untuk anak se usianya.

Kehilangan kekasih, dan hadirnya Momo, awalnya belum bisa di terimanya. Mengapa? Dia butuh kekasihnya, dia bahkan sempat merasa benci pada bayi mungil itu, namun bayi itu selalu bertingkah imut di depannya. Membuatnya tidak bisa menahan perasaan sedih.

Mengapa dia harus membenci bayinya sendiri, padahal bayi itu tidak melakukan kesalahan apapun, bahkan bayi itu yang mereka inginkan selama ini.

Apakah karena dia menyelamatkan bayi mereka, dia tidak sempat menyelematkan kekasihnya. Bayi itu, begitu cute untuk di benci.

Foto-foto para korban terlihat di atas mejanya, dia kembali fokus pada profesinya sebagai seorang detektif, dia harus segera menyelesaikan kasus itu, dan harus menang. Jika tidak, dia bisa malu, mengatakan hal itu, dan malah membuat taruhan.

Mengingat taruhan itu, dia malah mengacak rambutnya, ada rasa frustasi mengapa dia mengatakan hal itu. Tapi, jika dia menang, dia bisa berhemat untuk keperluan bulanan untuk tidak menyewa pengasuh untuk putrinya.

"Sudahlah! Mengingat gadis gila itu, semakin membuatku kehilangan konsentrasi," kata Noey sambil membaca berkas kasus.

"Tapi siapa gadis itu?" tanyanya lagi, dia benar-benar penasaran dengan gadis yang bertemu dua kali dengannya itu. Tentu saja gadis itu—Awan.

"Membaca TKP hanya dengan di lihatnya, apalagi dengan penggambaran TKP, dia seperti menguasai bidang forensik, tapi bukan forensik. Apa dia dokter? Tapi.. pakaiannya..."

"Shit... Kenapa malah memikirkan gadis itu..." umpat Noey.

Benar, dia tidak bisa menghilangkan pikirannya tentang Awan, ada pertikel rasa penasaran yang di tunjukan untuk gadis itu.

Sisi dingin, congkak, serta cerdas gadis itu yang membuatnya penasaran. Bahkan ketika di awal pertemuan dengan Awan, tidak terlihat aura kemarahan atau dendam pada gadis, berbeda dengan gadis pada umumnya, yang akan marah dan mengata-ngatai.

Tentu saja Awan tidak punya, dia seperti sebuah robot, yang di ciptakan tanpa perasaan. Tapi itu tidak benar, sosok Awan telah mengalami banyak hal itu itu. Apalagi dengan sosok Awan seorang yang kini bergelar Profesor di fakultas Psikologi, tentu dia bisa mengatur emosinya di depan banyak orang.

Namun, sisi ini pula yang mulai membuat banyak orang, melihat ada yang berbeda dengan Awan, dia seperti seorang Psikopat. Dulu dia ceria, setelah begitu banyak hal yang di ambil darinya, kini dia memiliki sisi yang lain. Bukan kepribadian ganda, tapi dukanya hanya tidak di perlihatkan kepada banyak orang.

"Aku harus kembali ke TKP besok," kata Noey sambil menaruh lengannya di atas dahi miliknya sambil memejamkan matanya.

Tugas Noey terlihat keren, dan membanggakan, tapi siapa sangka ada sisi kelam. Tidak selamanya, dirinya terlihat keren, seperti ketika dia gagal menangkap penjahat, atau salah dalam menangani kasus.

"Siapa kau sebenarnya..." gumam Noey tiba-tiba.

Ia menjadi penasaran dengan sosok wanita yang berhasil menarik perhatiannya. Ia ingin mengetahui lebih lanjut, siapa wanita itu.

Bayangan Awan saat di TKP sangat membekas dipikirannya, sangat sistematis cara berpikirnya, selain itu begitu logis dan masuk akal. Bahkan begitu detail saat membahas tentang mayat, tidak ada rasa jijik, dia bahkan dengan sempurnanya mengendus mayat.

"Siapa..."

Tanpa sadar alam bawah sadarnya semakin penasaran sosok Awan.

Pria tampan itu tertidur di samping putri kecilnya, cara tidur mereka berdua begitu mirip. Dengan tangan kanan menjulur ke atas.

Di tempat lain, baik itu Awan dia pun masih berkutat dengan Laptop miliknya. Mencari data, artikel, ataupun dokumentasi.

Dia masih belum bisa tidur, hingga dia harus meminum obat agar bisa tidur. Kepalanya terasa sakit, seakan begitu kerasnya dia berusaha mengingat apa yang tengah dilupakan olehnya.

Ruang kerja, sebuah rumah, di penuhi dengan rak buku serta dokumen.

Seorang pria tengah mengusap wajahnya, memijat kepalanya, mungkin dia merasa pusing atau sakit di bagian itu.

Menghela nafas panjang, sambil bersandari di kursi kerjanya, memejamkan mata dan menaruh lengan kirinya untuk menutup matanya.

Ingatan, tentang perkataan yang menyakitkan tiba-tiba menusuk di hatinya. Entah kenapa dia terasa sakit, ketika mengingatnya.

Sebuah wajah yang tengah tersenyum di ingatnya, bahkan dia ikut tersenyum.

Hatinya terasa nyaman ketika mengingat kenangan itu, namun buyar ketika hasil yang membuatnya menyerah.

Bukan salahnya, memilih jalan lain, bukan salahnya untuk melepaskan wanita itu, dan bukan salahnya ingin menikah dengan wanita yang memberikan keturunan.

Dia tanpa sadar, bahkan karena ambisinya dia bahkan begitu lihai mengeluarkan kata-kata kasarnya.

"Maaf..." katanya lirih.

Sebuah buthtub terisi air berwarna putih, ditaburi dengan kelopak mawar, di sisi tempat itu ada lilin aroma terapi, di sisi lain ada botol wine, dan gelas yang terisi.

Seorang wanita melepaskan baju mandinya, dan berjalan masuk ke dalam. Menikmati sensasi mandi bertabur bunga.

Bersambung...

Nächstes Kapitel