Di suasana siang yang terik itu, tampak tiga pemuda dan satu kakek tua yang tengah melempari tubuh seorang gadis dengan segala benda yang mereka temui.
"STOP!" teriak Marpuah.
Lalu Patria, Juju, Wans, dan Kong Oesman pun berhenti melemparinya.
Selanjutnya, Marpuah pun berdiri, dengan pakaian yang kotor, banyak totol-totol noda bekas lumpur, dan kotoran yang lainnya. Marpuah melirik tajam ke arah 4 lelaki itu dengan sorot mata yang menyeramkan mirip seekor banteng yang siap menyeluduk, dan di tambah lagi rambutnya yang awut-awuran membuat nuansa wajah Marpuah kian angker.
Marpuah berjalan mirip Zombie dengan leher sedikit tengkleng ke kiri. Marpuah melangkah mendekat ke arah mereka berempat. Dan hal itu tentu saja membuat keempat pria itu semakin ketakutan.
"Kayaknya tuh, Setan, beneran mau makan kita deh!" ujar Patria.
"Kita pergi yuk! Ngeri kalau sampek di sedot ubun-ubunya!" ujar Juju.
"Yaudah tunggu apa lagi, ayo kabur!" ucap Wans yang mengajak ketiga temannya.
Tapi belum juga berlari, mereka bertiga malah sudah di dahului oleh Kong Oesman yang sudah ngacir seedan-edannya.
"Eh, gila tuh, si Aki, jago banget larinya!" ucap Juju sambil geleng-geleng kepala.
"Kayaknya dia masih saudaraan deh sama Super Dede," kata Patria.
"Ah, ngaco lu!" Juju menoyor kepala Patria.
Lalu Wans yang gemas pun mengadu kepala kedua sahabatnya itu.
Jedug!
"AWW!" teriak kompak Patria dan Juju.
"Apa-apaan sih!" teriak Patria kepada Wans.
"Iya, apa-apaan sih?!" imbuh Juju.
Lalu Wans pun merangkul pundak kedua sahabatnya, dan mengajak mereka melihat ke depan secara bersama-sama.
Sesosok, makhluk jadi-jadian berwujud Marpuah sudah berdiri di depan mereka dengan wajah yang masih menunduk tertutup rambut panjang.
"Se-se-se!" Juju gagap lagi.
Dan Patria pun kembali memukul pundaknya.
"SETAN!" teriak Juju, dan mereka bertiga pun langsung berlari sekencang-kencangnya. Mereka masih belum sadar jika wanita yang mereka sangka setan itu adalah Salsa, si wanita yang membuat mereka tergila-gila.
Sementara itu Salsa alias Marpuah masih berdiri di depan kolam lele.
Dan perlahan dia menyingkirkan rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya.
Sreeet ....
"Hueeeeee ... aku di tinggalin!" Marpuah pun menangis kencang.
Lalu Marpuah mengelap ingusnya dengan kedua tangan.
"Kalian jahat, masa aku di tinggalin ...!" ucap Marpuah sambil berjalan gontai menuju jalan raya.
Marpuah sedang menunggu mobil angkutan umum yang lewat.
Tapi sialnya tidak ada satu pun sopir angkot, taksi, bus, ojek, bajaj, becak, hingga odong-odong yang mau berhenti.
Mereka mengira Marpuah adalah orang tidak waras yang sedang berkeliaran di jalanan. Sehingga tidak ada yang mau memberinya tumpangan.
Sungguh hari yang sial bagi Marpuah. Saking lelahnya berdiri, dia pun akhirnya duduk di trotoar jalan.
"Udah panas banget, mana gak ada kendaraan yang mau bawa gue!" gerutu Marpuah.
Klunting ....
Seseorang melemparkan koin ke arahnya.
Klunting klunting klunting....
Semakin lama yang melemparkan koin ke arahnya semakin banyak, bahkan ada yang tak ragu-ragu juga menaruh satu botol air mineral dan di tambah satu bungkus nasi padang.
"Wah, ni orang pada kenapa sih?" ucap Marpuah sambil garuk-garuk rambut.
Satu menit berlalu Marpuah baru menyadari jika saat ini dia di sangka pengemis oleh orang-orang.
"WOY GUE BUKAN GEMBEL WOY!" teriak Marpuah sambil berdiri.
Dan seketika orang yang tadinya merasa iba dan memberikan uang serta makanan kepada Marpuah menjadi ketakutan.
Mereka pun langsung bubar dan berlari sekencang-kencangnya.
"Woy, ternyata bukan pengemis woy! Tapi orang gila!"
"Lari!"
"Kabur!"
"Jangan lupa baca doa ngusir anjing!"
"Doi manusia, Brow!"
"Oww, beda ya!"
"Ah, bacot!"
"Ayo buruan lari mau selamat enggak?!"
Dubruk dubruk dubruk!
(Teriak orang-orang yang sudah memberi santunan kepada Marpuah)
Dan karna melihat keadaan sudah mulai sepi Marpuah pun kembali duduk dan melihat di depanya ada banyak sekali uang koinan dan beberapa bungkus makanan.
"Eh, lumayan juga nih, ambil ah, hehe!"
Marpuah yang sudah putus urat malunya itu pun memunguti koin-koin itu dan memakan, makanan pemberian dari orang-orang di pinggir jalan itu juga, tanpa pindah. Tak peduli bahwa dirinya tengah menjadi tontonan banyak orang.
Dan saat sedang asyik makan di pinggir jalan, tiba-tiba ada sebuah mobil sport dengan merek ternama berhenti tepat di hadapannya.
Marpuah yang sedang mengunyah nasi padang itu langsung menghentikannya dan melongo mirip ikan cupang menatap seseorang yang akan keluar dari dalam mobil itu.
"Si-siapa itu?" tukas Marpuah.
"Apa mungkin dia adalah pangeran berkuda putih yang di kirimkan Tuhan untukku?" ucap Marpuah sembari berimajinasi.
Ceklek!
Pria misterius itu membuka pintu mobilnya.
"Pange ... ran?" ucap Marpuah.
"Woy, Pu'ah! Ngapain lu di situ?! Lagi jadi gembel gadungan ya biar dapet duit banyak!" teriak pria yang baru saja keluar dari dalam mobil itu.
"Bang Diblue?"
Dan rupanya pria yang di sangka pangeran berkuda putih itu adalah Didi Blue, alias Diblue.
"Mau pulang enggak lo!?" teriak Diblue.
"Ma-ma-mau, BANG!" jawab Marpuah dengan penuh semangat.
Dan akhirnya Mereka pun pulang berdua dengan menaiki mobil mewah Diblue, yang masih belum lunas dan sekitar 200 tahun lagi baru lunas.
"Kamu ngapain sih, Pu'ah, pakek ngeglosor di pinggir jalan?" tanya Diblue.
"Tadi, Pu'ah—"
"Emang susah ya kalau naluri gembel, lihat aspal licin dikit aja, bawaannya pengen rebahan!"
"Tadi, Pu'ah—"
"Kayak gue dong, mental orang kaya, muka ganteng, hidung mancung, mobil keren, ya walaupun jual kebon si Emak buat DP-nya,"
"Bang, Diblue, sebenarnya Pu'ah, tadi lagi—"
"Dan jadi orang, jangan suka minta-mintalah, kan elu udah kerja sama kita, emang gajih lu masih kurang?"
"Bang Diblue Pu'ah abis—"
"Hidup ini harus gaya Pu'ah, makan juga harus di tempat yang mewah jangan di pinggir jalan begitu, iyuuh gak bingit kan?!"
"BANG DIBLUE DARI TADI LU NGOCEH MULU, GU AMPEK GAK DI KASIH KESEMPATAN BUAT NGOMONG!" teriak Marpuah dengan nada soprannya.
Seketika Didi Blue pun langsung terdiam.
"Iya, Pu'ah, maafin ya?" Didi Blue langsung formasi dua jari dengan cengiran kudanya.
Dan akhirnya setelah menceritakan semuanya kepada Di Blue, Marpuah pun merasa sedikit lega, lain halnya dengan Diblue, karna dia sedikit pusing setelah mendengar cerita dari Marpuah.
Karna Marpuah baru saja di lempari dengan beberapa benda aneh oleh pacar-pacarnya, dan pantas saja, sejak Marpuah masuk ke dalam mobilnya, ada aroma yang benar-benar kurang sehat buat hidungnya.
"Pu'ah, kamu berhenti di sini aja ya?" tukas Diblue dengan ragu-ragu.
"Loh, kenapa?" tanya Marpuah.
"Ya, pokoknya berhenti,"
"Ih, Bang Diblue jahat banget sih, Pu'ah masa harus jalan kaki sih, nanggung tahu!"
"Tapi, mau gimana lagi ya, Pu'ah, habisnya aku udah gak tahan lagi, Pu'ah, bauk banget, mirip kandang ayam boiler,"
"Bodo, pokoknya Pu'ah, mau pulang sama Bang Diblue titik gak pakek koma gak pakek tanda seru!"
"Tapi, Pu'ah—"
"Pilih pulang sama, Pu'ah, atau pilih di cium Pu'ah?!"
"Ok deal, pulang sama, Pu'ah!"
Vroooom!
Tancap gas ngebut.
To be continued