webnovel

MCMM 59

Happy Reading Guys ❤

Banyu berjalan ke tempat parkir. Hari ini jadwal asistensinya lumayan padat. Belum lagi pekerjaan memeriksa makalah mahasiswa. Bahkan tadi ia dipaksa pak Yogi untuk ikut menghadiri pertemuan beliau dengan mahasiswa yang akan bimbingan. Jadilah jam 4 sore ini Banyu baru bisa pulang.

Ketika ia hampir sampai di tempat parkir motor dilihatnya Gladys sudah menunggunya. Ini kali pertama mereka bertemu kembali setelah kejadian itu. Selama itu Gladys sama sekali tak menghubunginya. Ada sedikit rasa sesal di hati Banyu karena saat itu terlanjur terbakar emosi. Bahkan tak jarang bila malam ia merasa kangen pada Gladys. Namun rasa kangen itu menguap saat teringat foto Gladys dicium oleh Lukas.

Diperhatikannya tubuh Gladys dari jauh. Kenapa ia tampak lebih kurus? Ah, itu bukan urusanku. Banyu meneruskan langkahnya ke tempat motornya di parkir.

"Mas," sapa Gladys saat melihat kehadiran Banyu.

"Ngapain kamu kesini?" tanya Banyu dingin. Ya tuhan, wajah gadis ini terlihat lebih tirus dibanding biasanya. Padahal baru 4 hari mereka tak bertemu. Banyu berusaha sekuat tenaga mengenyahkan keinginannya untuk memeluk Gladys.

"Bisa kita bicara?"

"Aku capek. Mau pulang."

Dengan nekat Gladys menghalangi langkah Banyu. Ia berdiri di hadapan Banyi dengan lengan direntangkan, mencegah Banyu menaiki motornya. Banyu menatap sinis Gladys.

"Kamu pikir dengan cara seperti ini aku akan menuruti keinginanmu?"

"Mas, berikan aku kesempatan menjelaskannya."

"Nggak ada lagi yang perlu dijelaskan. Hubungan kita selesai pada saat kamu mengambil keputusan menghadiri acara diner itu."

"Walau itu kulakukan untuk membahagiakan mami?" Banyu terdiam. "Apa mas lebih senang melihatku bersikap kurang ajar kepada mami?"

Banyu membuang pandangnya ke arah lain tanpa menjawab pertanyaan Gladys.

"Apakah mas lebih bahagia bila aku melawan kehendak orang tuaku? Kalau memang itu bisa membuat mas menerimaku kembali, aku akan lakukan itu. Aku akan lawan keinginan mami."

"Tolong jangan menempatkanku pada posisi yang sulit. Aku tak menginginkan itu."

"Mas menempatkanku pada posisi yang lebih sulit lagi. Mas tidak perlu memilih antara aku dan keluargamu Tapi aku harus memilih antara dirimu atau keluargaku, tepatnya mami. Kamu pikir itu mudah untukku, mas?"

"Tak ada yang menyuruhmu melakukan itu. Dari awal aku sudah bilang kalau hubungan kita tak mungkin bisa diwujudkan. Hidup kita sangat berbeda."

"Aku sadar apa yang mas katakan itu benar. Kita memang berasal dari dunia yang sangat berbeda. Bahkan kamu pernah bilang kalau aku ini ibarat bintang di langit yang sulit tergapai. Tapi aku rela menerobos segala halangan yang ada, karena pada akhirnya aku mencintaimu. Sangat mencintaimu." Sudut hati Banyu bergetar saat mendengar ungkapan cinta Gladys.

"Tak ada yang menyuruhmu jatuh cinta kepadaku."

"Memang tak ada. Sama seperti tak ada yang menyuruh kita selalu terjebak dalam kebetulan-kebetulan yang menyebabkan kita bertemu. Tak ada yang menyuruh kita selalu berdebat saat bertemu. Tak ada yang menyuruhmu menciumku saat di taman hari itu. Semua itu di luar rencana hidup kita mas. Mungkin terdengar klise, tapi itu semua rencana Allah."

"Tidak usah membawa-bawa Allah dalam percakapan ini!" ucap Banyu dingin dan ketus.

"Kenapa? Ini semua memang rencana Allah. Aku jatuh cinta padamu pun rencana Allah. Sama seperti Nabila dan Aidan serta ibu hadir dalam hidupku. Itu semua rencana Allah. Seluruh hidup kita adalah rencana Allah. Termasuk aku bertemu dengan Lukas dan kamu bertemu kembali dengan Senja."

Senja. Mendengar nama itu disebut, hati Banyu bergetar. Ia teringat percakapannya dengan Senja kemarin sore di sebuah cafe.

*Flashback on*

Sore itu saat Banyu baru saja tiba di rumah, tiba-tiba ponselnya berdering. Banyu mengabaikannya. Namun ponselnya terus berbunyi.

"Mas, itu hp nya bunyi terus." tegur Aidan yang sedang serius belajar di meja makan saat Banyu masuk ke dalam rumah. "Angkat mas."

"Malas."

"Angkat dong. Berisik. Aku lagi latihan soal buat ulangan besok. Atau ubah ke silent mode aja kalau memang mas Banyu nggak mau angkat."

"Iya. Nanti mas ubah. Sekarang mas mau minum dulu."

Setelah minum, Banyu mengeluarkan ponselnya untuk diubah ke silent mode. Dilihatnya ada beberapa notifikasi pesan dan miss call. Iseng ia melihat siapa yang menghubunginya. Keningnya berkerut saat melihat nomor Thoriq. Hmm ada apa ya? Ia buka aplikasi pesan dan dilihatnya ada beberapa pesan masuk dari Thoriq.

>> Nyu, elo dimana? Bisa lo datang ke cafe? Senja mau ketemu elo. Dia membutuhkan elo. Sekarang juga.

Kerutan di dahi Banyu makin dalam setelah membaca pesan tersebut. Apa yang terjadi pada Senja? Buru-buru Banyu menghubungi Thoriq.

"Assalaamu'alaykum. Riq, gue mau ngomong sama Senja."

"Nyu, tolong aku." Terdengar suara isakan Senja dari seberang sana setelah Thoriq memberikan ponselnya kepada Senja.

"Kamu kenapa, gadisku?"

"Nyu, tolong temui aku."

"Kamu dimana? Aku akan kesana."

"Temui aku di cafe."

Banyu segera mengambil kunci motornya setelah mengetahui keberadaan Senja. Di depan pintu ia bertemu dengan Aminah yang baru saja pulang mengajar.

"Nyu, kamu mau kemana?" Namun Banyu tak mengindahkan pertanyaan Aminah. Dalam sekejap Banyu sudah pergi meninggalkan Aminah yang masih berdiri di depan pintu.

"Dan, mas mu mau kemana?"

"Nggak tau bu. Tadi habis minum, mas Banyu menelpon seseorang, lalu pergi."

"Apakah terjadi sesuatu pada Gladys?"

"Nggak mungkin kak Gladys, bu. Kemarin pas Aidan dan adek pergi menjenguk ayah, kak Gladys cerita kalau mereka sudah tidak berhubungan sama sekali baik melalui telpon atau bertukar pesan."

"Oh iya, bagaimana keadaan ayahmu?"

"Cieee.. ibu kepo nih." ledek Aidan.

"Lho, masa nggak boleh ibu menanyakan hal itu. Biar bagaimanapun ayahmu itu pernah menjadi orang paling istimewa dalam hidup ibu."

"Cieee... jangan-jangan ibu masih cinta nih sama ayah." Kembali Aidan meledek ibunya.

"Ah, kamu ini ada-ada saja. Ayo cerita, bagaimana keadaan ayahmu."

"Keadaan ayah ya masih gitu-gitu aja bu. Tapi kata om Agus, sejak Aidan dan adek rajin berkunjung wajah ayah jadi lebih cerah dan mau makan lebih banyak. Oh ya bu, ayah pengen banget lho ketemu sama mas Banyu."

Aminah menghela nafas. "Kamu tau kan gimana kerasnya masmu itu."

Sementara itu dalam waktu kurang dari 10 menit Banyu telah sampai di cafe Cozy. Ia segera masuk dan mengedarkan pandangannya mencari Senja.

"Don, lo liat Senja?" tanya Banyu pada Doni salah satu pelayan cafe. Kebetulan siang itu cafe terlihat cukup ramai.

"Ada di ruangan bos," jawab Doni. "Kayaknya lagi ada masalah besar. Tadi gue lihat dia menangis pas datang kesini. Makanya sama bos langsung diajak ke ruangannya."

"Oh, oke. Gue ke ruangan bos dulu ya. Makasih Don."

Di dalam ruangan bos Banyu melihat Senja menangis dalam pelukan Firda, istri Thoriq sang pemilik cafe. Thoriq adalah sepupu Senja dari pihak ibu. Melihat kedatangan Banyu, Thoriq langsung memberi isyarat pada Banyu untuk mengikutinya keluar ruangan.

"Senja kenapa, Riq?"" tanya Banyu khawatir.

"Parah bro."

"Parah gimana?"

"Dia mengalami KDRT. Si Awan benar-benar bajingan."

"Maksud lo?"

"Elo tau kalau Senja menggugat cerai Awan?" Banyu mengangguk. Senja sudah memberitahunya, namun tak menceritakan alasannya. "Elo tau apa penyebabnya?"

"Dia nggak pernah cerita soal itu."

"Awan menuduh Senja mandul karena sudah dua tahun menikah tapi belum juga hamil. Awan juga menuduh Senja tidak mau hamil karena masih ingat sama elo."

"Ba****an!" Tangan Banyu terkepal mendengar cerita Thoriq.

"Setahun belakangan ini Awan sering menuduh Senja selingkuh sama elo. Hanya gara-gara melihat nomor lo masih ada di kontaknya Senja. Kayaknya Awan tahu kalau Senja belum bisa 100% melupakan lo. Sejak itu Awan sering melakukan KDRT. Bahkan kalau Senja menolak melayaninya ia akan menampar Senja. Puncaknya subuh tadi, Awan pulang dalam keadaan mabuk, memukuli Senja dan memperkosa istrinya sendiri."

"Astagfirullah... Mila cuma cerita kalau mereka sering bertengkar. Gue nggak tau kalau keadaannya separah itu." Banyu menggertakan giginya karena emosi. "Gue harus cari tuh ba****an. Gue harus kasih pelajaran ke dia."

"Woo... sabar dulu bro. Gue sarankan elo tahan dulu emosi lo. Saat ini Senja lebih membutuhkan elo daripada pembalasan lo kepada Awan. Lagipula kalau elo sampai kasih dia pelajaran, elo yang bakal rugi. Lo tau kan sejak dulu Awan punya beberapa bodyguard. Yang ada elo yang bonyok atau mati digebukin orang-orangnya Awan."

"Kalau gitu biar gue laporin dia ke polisi. Tuh orang harus dihukum atas perbuatannya."

"Kalau elo yang melaporkan malah bakal berbalik ke elo, bro. Elo tau kan keluarganya punya banyak pengacara handal buat membela. Jangan-jangan malah elo yang dijeblosin ke penjara dengan tuduhan sebagai selingkuhannya Senja."

"Lalu gue harus gimana, Riq? Gue juga nggak bisa diam saja melihat gadis kesayangan gue diperlakukan seperti itu oleh Awan."

Thoriq menatap Banyu dalam-dalam dan menghela nafas. "Bro, dia bukan gadis lo lagi. Dia sudah jadi istri orang. Bagaimanapun kondisi rumah tangga mereka, Senja bukan lagi kekasih lo. Move on dong bro. Lain cerita kalau nanti dia sudah bercerai. Elo boleh mendekati dia lagi untuk mengajaknya balik."

"Nyu," terdengar suara lirih memanggil Banyu. Dan betapa terkejutnya Banyu melihat kondisi Senja yang babak belur. Tanpa pikir panjang, Banyu berlari menghampiri Senja dan memeluknya erat.

"Pelan-pelan, Nyu. Tubuh Senja masih sakit akibat kejadian subuh tadi." Firda mengingatkan. "Sebaiknya kita kembali ke ruangan Thoriq. Nggak enak kalau dilihat oleh para pegawai. Mereka kan mengenal kalian. Nanti disangkain beneran kalian selingkuh."

Banyu membimbing Senja untuk duduk di sofa. Dilihatnya jalan Senja tertatih-tatih. Entah apa yang telah dilakukan oleh Awan sehingga kondisi Senja seperti sekarang ini. Setelah duduk, dengan hati-hati Banyu menarik lembut tubuh Senja ke dalam pelukannya. Hatinya dipenuhi amarah melihat keadaan Senja.

"Maafkan aku nggak bisa menjagamu, gadisku," bisik Banyu sambil mengelus rambut panjang Senja.

"Ini bukan salahmu, Nyu. Ini risiko yang harus kuambil karena menikah dengan Awan." balas Senja sambil bersandar lemah dalam pelukan Banyu.

"Tadi gue dan Firda sudah mengantar Senja ke rumah sakit utk divisum. Senja baru berani menghubungi kami setelah Awan berangkat ke kantor. Itupun dia meminjam hp salah satu pembantunya. Kami berhasil membawa Senja dengan alasan mau mengajak dia berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk neneknya."

"Hasil visum baru keluar besok. Gue sudah menyarankan Senja untuk dirawat, tapi dia nggak mau. Om dan tante saat ini sedang berada di Ohio untuk menghadiri pernikahan Chandra dengan gadis sana."

"Biar Senja tinggal di rumah gue kalau memang dia nggak mau di rumah sakit."

"Nyu, jangan mengambil tindakan gegabah. Senja bukan kekasih lo lagi. Dia nggak bisa begitu saja lo bawa ke rumah. Elo juga harus bayangkan ketidaknyamanan keluarga lo kalau bawa dia ke rumah. Belum lagi, Awan pasti akan mencari dia ke rumah lo." Firda mengingatkan.

"Tapi Fir, dia juga nggak aman tinggal di rumah dengan suami seperti itu."

"Paling tidak saat ini kita harus merawat dia sampai dia kuat. Bersamaan dengan itu kak Thoriq akan mengurus kasus-kasusnya. Awan bisa terjerat pasal berlapis. Urusan pidana selesai baru setelah itu kita bantu urus perceraiannya."

"Kadang gue lupa kalau Thoriq itu pengacara. Lagian elo sih lebih sering urusin cafe daripada ke pengadilan. Lalu dimana Senja akan tinggal selama proses itu berlangsung?"

"Dia akan kembali ke rumah tante Zeta. Tapi selama om Rudi dan tante Zeta belum kembali dari Amerika, gue dan Firda yang akan urus Senja." sahut Thoriq.

"Tapi Awan pasti bakal mendatangi elo, bro."

"Makanya gue akan membawa Senja ke pesantren milik keluarganya Firda. Lokasinya di pegunungan dan nggak gampang dijangkau. Gue yakin untuk sementara Senja aman dari acaman Awan."

"Maaf aku nggak bisa banyak membantu kamu, sayang."

"Nggak papa Nyu. Kamu sudah bersedia datang saja sudah menjadi support untukku. Maafkan kalau aku merepotkanmu. Aku tahu, seharusnya aku nggak minta kamu datang kesini, sementara kamu sudah memilik kekasih."

"Nggak usah pikirkan hal lain. Dan jangan pernah merasa sungkan meminta pertolonganku. Kapanpun aku selalu siap menolongmu. Sementara ini kamu fokus saja pada pemulihanmu."

"Makasih kamu masih baik sama aku Nyu. Padahal aku sudah menyakitimu."

"Sshh.. itu sudah berlalu. Yang penting kamu tau kalau aku selalu ada untukmu." Senja menangis dalam pelukan Banyu.

*Flashback Off*

"Aku tahu kemarin kamu menghabiskan waktu bersama senja."

"Darimana kamu tahu?"

"Apa itu penting? Aku adalah gadis t***l. Aku terus mengejarmu saat kamu hanya memikirkan dia. Kupikir setelah kejadian di Bali aku bisa membuatmu melupakan dia. Ternyata aku salah besar. Sampai kapanpun aku nggak akan bisa menggeser dia dari hatimu."

"Lalu maumu apa? Kamu mau aku melupakan dia? Untuk apa? Supaya kamu bisa mempermainkanku lagi?"

"Aku nggak pernah mempermainkan kamu, mas. Apa susahnya sih mas mempercayai hal itu? Beri aku kesempatan menyelesaikan masalah ini. Kamu tahu bahwa hanya kamu yang ada di hatiku. Walau kamu mau terus bersikap seperti ini, aku nggak akan menyerah. Kecuali...."

"Kecuali apa?" Baru saja Gladys hendak beranjak meninggalkan Banyu, tiba-tiba segerombolan pria berbadan tegap menghampiri mereka.

⭐⭐⭐⭐

Nächstes Kapitel