webnovel

MCMM 22

Happy Reading ❤

Senja mulai turun. Dengan langkah gontai Banyu masuk ke dalam rumah. Di ruang keluarga merangkap ruang TV, dilihatnya Aidan dan Nabila sedang asyik menonton Upin Ipin.

"Assalaamu'alaykum."

"Wa'alaykumussalaam," sahut adik-adiknya. "Baru pulang mas?"

"Iya. Ibu mana, Dan?" tanya Banyu setelah meletakkan tas ranselnya di kamar.

"Tadi ibu bilang, pulang mengajar mau pergi ke tempat om Ali." Ali adalah adik bungsu Aminah yang kebetulan sama-sama menjadi guru di madrasah.

"Kok ibu nggak bilang sama mas Banyu, ya?"

"Kayaknya mendadak, mas." Sahut Nabila sambil mencomot kacang dari toples.

"Dek, tolong ambilin minum untuk mas Banyu dong. Sekalian itu di meja makan ada batagor, surabi dan seblak buat kalian. Oh ya, jangan lupa pisahkan buat ibu."

"Wah, lagi banyak duit mas? Kok tumben beli banyak jajanan," celetuk Aidan.

"Mas nggak beli kok. Tadi mas diajak makan siang sama teman. Kebetulan di resto pelanggan mas Banyu. Pulangnya mas Banyu dikasih makanan-makanan itu. Oh ya Dan, tadi mas banyu mampir ke supermarket beli pesanan kamu dan dek Bila. Mas juga beliin kalian buku-buku yang waktu itu kalian minta "

"Wah mas Banyu beneran lagi banyak duit nih," celetuk Nabila sambil membongkar plastik berisi belanjaan Banyu. "Oh iya mas, tadi siang ada teman mas Banyu datang kesini."

"Siapa? Bang Jack? Atau si Rino?" Banyu balik bertanya sambil menyesap teh hangat yang disiapkan Nabila.

'

"Bukan mas. Cewek. Cantik deh," jawab Nabila. "Bila baru sekali lihat dia. Lebih cantik dari mbak Senja."

"Oh, yang tadi datang pakai mobil bagus itu temannya mas Banyu. Aidan pikir tamu rumah sebelah." timpal Aidan. "Aidan sempat lihat sekilas pas cewek itu mau masuk mobil. Memang benar kata Bila, mas. Cewek itu cantik."

"Cewek? Cantik? Siapa ya?" tanya Banyu pada dirinya sendiri. "Dia titip pesan nggak, dek?"

"Dia nggak titip pesan apapun, tapi dia kasih bungkusan. Itu lho mas, bungkusan untuk membawa baju atau jas yang mahal-mahal gitu. Bila baru sekali lihatnya, waktu mas Banyu pulang bawa jas buat kawinan teman mas Banyu."

Kening Banyu berkerut mendengar penjelasan Nabila. Jas? Apakah dia..... ah, nggak mungkin! Mana mungkin gadis seperti dia mau kesini.

"Oh iya, cewek itu bilang kalau dia meninggalkan pesan buat mas Banyu di dalam kantong jas."

"Makasih ya, Dek."

"Pacarnya ya Mas?" tanya Aidan penasaran.

"Mas Banyu kan nggak punya pacar, Dan. Nggak ada waktu buat pacaran, Hehehe." Sahut Banyu sambil beranjak menuju kamarnya.

"Aidan dan Bila setuju lho, kalau kakak itu jadi pacar mas Banyu." teriak Aidan dari ruang makan.

Di dalam kamar Banyu menemukan jasnya sudah tergantung di dalam lemari. Pasti Nabila yang menggantungnya di sana. Adiknya yang satu itu memang apik. Apakah karena dia seorang perempuan? Banyu membuka tempat jas dan langsung mencari ke dalam saku jasnya. Disana ia menemukan selembar kertas dengan tulisan kecil-kecil. Tulisan khas perempuan.

'Maaf, aku mampir ke rumah kamu nggak bilang dulu. Aku tau alamat kamu dari bang Gibran. Maaf, baru sekarang aku kembalikan jas kamu. Oh ya, jaket kamu belum aku kembalikan karena aku ingin memberikannya langsung sama kamu. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Kapan kita bisa ketemu? Ini no telp aku 0811××××××. Aku tunggu kabar dari kamu. Gladys.'

Banyu mengerutkan keningnya. Ada apa princess mau bertemu rakyat jelata? pikirnya heran. Diambilnya hp dari dalam tas, namun tak lama ditaruhnya kembali di tempat tidur. Banyu berjalan keluar kamar untuk membersihkan diri di kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri Banyu kembali ke ruang makan. Dilihatnya makanan sudah tertata rapi. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul setengah 6.

"Dek, ibu sudah pulang?" tanya Banyu kepada Nabila. "Oh ya Dan, coba kamu hubungi ibu. Kok jam segini belum sampai rumah ya."

"Barusan ibu ngabarin kalau nanti pulangnya setelah maghrib mas. Nanggung katanya." jawab Aidan.

"Kalian sudah mandi belum? Sebentar lagi adzan lho. Kalian shalat di masjid kan?"

"Aku sudah mandi mas, tapi mas Aidan belum tuh. Dari tadi alasannya nanggung nonton TV nya." Adu Nabila sambil memeletkan lidahnya ke Aidan.

"Sana kamu buruan mandi. Memangnya hari ini nggak menjadi muadzin*?"

"Hari ini nggak mas. Kemarin si Beno bilang dia yang mau adzan." jawab Aidan sambil bangkit dari duduknya. "Tungguin aku ya mas. Aku mandi sebentar."

"Mas, tau nggak kalau mas Aidan sekarang lagi pdkt sama Sita anaknya pak ustadz."

"Sita yang dulu teman SD kamu?" Nabila mengangguk. "Kamu tau dari mana?"

"Waktu itu nggak sengaja Bila lihat mas Aidan lagi video call sama Sita. Pas tau ada adek langsung buru-buru dimatiin."

"Dek, kamu nge-ghibahin mas Aidan ya?" tanya Aidan yang rupanya sudah rapi dengan sarung dan baju kokonya.

"Bukan nge-ghibah mas, hanya berbagi info sama mas Banyu," elak Nabila sambil tertawa.

"Benar kamu lagi pdkt sama anak pak ustadz, Dan?" tanya Banyu dengan wajah serius. Sebenarnya ia menahan tawa.

"Nggak pdkt kok mas, cuma kebetulan waktu itu Aidan mau nanya pak ustadz ada di rumah atau nggak."

"Bohong tuh mas. Kalau memang nyariin pak ustadz ngapain pakai videocall segala." timpal Nabila yang sekarang sudah siap dengan mukenanya.

"Eeh.. kamu anak kecil sok tau ya." Aidan mendekati Nabila yang langsung berlindung di belakang Banyu. Tak lama keduanya berkejaran mengelilingi Banyu yang hanya tertawa melihat kelakuan adik-adiknya.

Tak lama terdengar adzan maghrib berkumandang, memanggil seluruh kaum muslimin untuk melaksanakan shalat.

Sudah.. sudah... kalian sudah gede tapi masih senang kejar-kejaran kayak gini ya. Ayo kita berangkat ke masjid. Oh ya dek, nanti habis maghrib kamu pulang dulu ya. Mas khawatir ibu pulang nggak ada siapa-siapa di rumah."

"Oke mas."

⭐⭐⭐⭐

Selesai shalat isya' Banyu berjalan pulang sambil mengobrol dengan Aidan dan Cole, bule mualaf yang bertetangga dengan mereka. Cole sudah menikah selama 3 tahun dengan Fathin, putri sulung ustadz Arman.

"Banyu, kapan kamu akan menikah?" tanya Cole dengan logat bulenya yang kental. "Kata my wife, dulu kamu punya pacar kan? Why didn't you marry her?"

"It was just in the past. Now I don't have any." jawab Banyu. "I don't want to remember it."

"Oh sorry. I'm just curious," ucap Cole lagi. "My wife bilang kalau ada teman dia yang sedang mencari calon suami. Apa kamu mau ta'aruf sama dia?"

"Sorry, not for now Cole. Aku masih mau fokus urus adik-adik dan ibu," elak Banyu.

"Hey, is that your car? Do you buy a car?" tanya Cole saat melihat sebuah mobil mewah parkir di depan rumah Banyu.

"No, it's not my car. Mobil siapa ya? Bukan mobil teman kamu Cole? Tamu kamu mungkin?" Banyu balik bertanya.

"No, my wife nggak akan berani menerima tamu saat suaminya tidak di rumah." jawab Cole. "I think, it's your guest."

"Siapa ya? Aku duluan ya Cole," pamit Banyu.

"Mas, ini kan mobil yang tadi siang kesini. Mobil si kakak cantik itu lho," ucap Aidan, yang sukses membuat Banyu terkejut. Mobil princess? Ada apa malam-malam dia kesini?

"Assalaamu'alaykum.. " Banyu dan Aidan berbarengan memberi salam saat masuk ke rumah. Di ruang tamu tampaklah ibu, Nabila dan seorang wanita cantik sedang mengobrol dengan akrab.

"Wa'alaykumussalaam," jawab ketiganya sambil menoleh ke arah Banyu dan Aidan.

"Nyu, ini teman kamu sudah nunggu dari tadi. Memangnya kamu lupa kalau temanmu ini mau datang?" tanya Aminah setelah Banyu dan Aidan mencium tangannya. Banyu tak menjawab pertanyaan Aminah.

"Mungkin mas Banyu lupa, Bu."

"Kak Gladys hari ini sudah dua kali lho ke sini," celetuk Nabila yang duduk di samping Aminah. "Kak Gladys nggak diantar supir? Kok berani sih Kak malam-malam nyetir sendirian?"

"Kakak sudah biasa nyetir sendiri. Memang sih biasanya diantar supir. Tapi kalau malam-malam kasihan juga pak supir kalau harus nungguin."

"Oh iya nak Gladys, ini anak ibu yang nomor dua. Namanya Aidan." Aminah memperkenalkan Aidan kepada Gladys.

"Anak-anak ibu ganteng dan cantik ya." puji Gladys.

"Mas Banyu juga ganteng, kak?" tanya Nabila sambil senyum-senyum. Gladys hanya tersenyum. Pipinya bersemu merah. Sumpah, kenapa terlihat menggemaskan sih, batin Banyu.

"Kok nggak bilang kalau mau datang malam ini?" tanya Banyu sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Gladys.

"Aku sudah bilang, kok."

"Kapan?"

"Tadi di WA. Salah kamu sendiri dari tadi WA-ku nggak dibaca."

"Oh, aku nggak bawa hp kalau ke masjid. Aku juga belum sempat cek hp. Kamu liat sendiri kan kalau aku baru pulang."

"Banyu itu setelah shalat maghrib memang biasa menghabiskan waktu di masjid. Jadi nak Gladys harus maklum ya kalau jam segini wa-nya nggak dibalas Banyu."

"Iya nggak papa kok bu. Saya maklum." jawab Gladys sambil tersenyum manis. Gila, nih cewek kenapa mendadak jadi kalem begini. Kemana sifat temperamennya? tanya Banyu dalam hati.

"Oh iya ada apa kamu kemari? Ada yang penting?" tanya Banyu. Aminah dan kedua anaknya yang lain diam memperhatikan Banyu dan Gladys.

"Kebetulan ketemu sama ibu dan adik-adik. Kedatangan saya kesini mau..... " Gladys terlihat ragu.

"Mau melamar mas Banyu ya Kak?" ledek Nabila sambil terkekeh.

"Hush... anak kecil nggak usah ikut-ikutan." Tegur Aminah sambil menepuk lembut bahu Nabila.

"Maafin adikku ya. Dia kalau bercanda memang suka kelewatan," ucap Banyu sambil tersenyum. "Jangan dimasukkan ke dalam hati ya."

"Cieee... mas Banyu mau dilamar ya?" Kali ini Aidan ikut menggoda Banyu. Aminah tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang senang menggoda kakaknya.

"Aidan, jangan godain nak Gladys," Tegur Aminah. "Bercandanya jangan kelewatan. Kasihan kak Gladysnya."

"Eh, nggak papa kok bu. Saya nggak marah. Kedatangan saya malam ini mau ... meminta Banyu menjadi suami saya." ucap Gladys pelan sambil menundukkan kepalanya. Kalimat yang diucapkan perlahan, bahkan nyaris berbisik namun memberi efek seperti ribuan halilintar berbunyi bersamaan. Sukses membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut terkejut dan terdiam. Sesaat suasana menjadi hening dan awkward.

"Bu...." ucap Gladys pelan. Aminah tersadar dari rasa terkejutnya.

"Kak Gladys serius?" tanya Aidan dan Nabila bersamaan. "Ini bukan acara prank di YouTube kan? Mana candid camera nya?"

"Gladys nggak bercanda. Gladys serius meminta pertanggungjawaban mas Banyu untuk menjadi suami Gladys."

"Astaghfirullahal 'azhiim.. Kamu... Nyu... kamu... " Amina memandang Gladys dan Banyu bergantian dengan pandangan penuh kekecewaan.

"Bu... Banyu bisa jelasin... Banyu nggak... "

"Aidan ajak adikmu masuk. Ibu mau bicara sama mereka berdua." perintah Aminah dengan suara bergetar. Aidan dan Nabila langsung masuk ke kamar.

"Bu, ibu jangan salah paham dulu. Ini pasti cuma lelucon yang sama sekali nggak lucu."

"Aku nggak bercanda. Aku beneran mau meminta kamu jadi suamiku."

"Dys, please jangan bercanda kayak begini. Kalau kamu mau membalas perbuatanku, bukan begini caranya. Ini benar-benar nggak lucu." Tegur Banyu agak keras. Teguran yang berakhir dengan mata Gladys yang langsung berkaca-kaca.

"Banyu, jangan kasar begitu sama perempuan," bela Aminah sambil menghampiri Gladys dan memeluknya. "Ibu selalu mengajarkan kamu untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatan kamu. Ibu minta kamu harus mau bertanggung jawab."

"Tapi Bu...."

"Nggak ada tapi-tapian Banyu. Kalau seorang wanita sampai datang kemari untuk meminta pertanggung jawabanmu, maka kamu harus memenuhi hal tersebut." Tegas Aminah. "Sabar ya nak Gladys, Banyu pasti akan bertanggung jawab terhadap bayi yang ada dalam kandunganmu. Walaupun kalian telah melakukan perbuatan dosa, tapi bayi itu nggak berdosa."

"HAH?! BAYI?!" Banyu dan Gladys berseru bersamaan.

⭐⭐⭐⭐

eng ing eng...

nah lho nah lho nah lho

apakah yang terjadi?

apakah ini hanya sekedar prank?

penasaran?

jangan lupa vote dan komennya Bair author tambah semangat melanjutkan

Moci_phoenixcreators' thoughts
Nächstes Kapitel