webnovel

Bab 39. Kemarahan Lisa.

Lenna semakin menangis. Harry yang tak tega melihat istrinya seperti itu langsung berkata, "Tidak apa-apa, Ma. Tenanglah," katanya dengan suara pelan seakan menenangkan istrinya padahal ia sendiri khawatir, karena ini pertama kalinya putri bungsunya sakit dalam keadaan hamil dan tidak sadarkan diri. Dengan cepat ia mengemudikan mobil menuju rumah sakit.

Lenna yang juga sama paniknya dengan Harry tak bisa menghentikan tangisannya. Meski sang suami sudah mengatakan berbagai alasan untuk menghiburnya, ia tetap mengeluarkan air mata sambil memeluk erat tubuh Sherly yang masih terkulai lemas.

Sejurus kemudian mereka sudah tiba. Karena rumah keluarga Fabian lebih dekat dengan rumah sakit, Charles dan Lisa langsung meluncur begitu mendapat kabar dari Lenna. Lisa yang ikutan panik segera menghubungi dokter kandungan yang merupakan kerabatnya saat perjalanan tadi. Alhasil, Charles dan Lisa lebih dulu tiba di rumah sakit dengan dokter yang sudah stanbye untuk menangani Sherly.

Begitu mendapat petunjuk dari Lisa, sang dokter pun langsung memerintahkan beberapa perawat yang kebetulan baru tiba untuk membantu Harry  yang sedang membopong Sherly. Salah satu perawat laki-laki juga dengan tepat waktu mengarahkan brangkar dorong ke arah mereka. Harry meletakkan tubuh Sherly ke atasnya, sementara Lenna masih menangis tanpa melepaskan tangan Sherly.

"Maaf, Bu, pasien harus diperiksa dulu," kata salah satu perawat pada Lisa lalu mendorong brangkar bersama perawat yang lain.

Lisa segera mendekati Lenna. "Kita tunggu saja di sini," katanya sambil merangkul Lenna. Ditatapnya dokter yang langsung bergerak cepat mengikuti brangkar dorong yang di atasnya ada Sherly yang masih tak sadarkan diri. "Kita berdoa saja semoga Sherly tidak apa-apa."

Charles langsung mendekati Harry. "Kau sudah mengabarinya pada Tommy?"

Harry menggeleng. "Aku belum mengabarinya. Tadi aku panik dan langsung menyuruh Lenna untuk menghubungi kalian." Mereka sama-sama mendekati Lenna dan Lisa. "Ma, apa Mama sudah mengatakan kabar ini pada Tommy?"

Lisa terkejut. "Jangan! Sebaiknya kalian jangan dulu memberitahukan kabar ini sebelum memastikan apa yang terjadi pada Sherly. Aku takut Tommy khawatir dan meninggalkan pekerjaannya. Aku tidak mau hanya karena masalah pribadinya, Pak Malik akan mencari kontraktor lain untuk menggantikan Tommy."

Lenna mendongak menatap mereka. Dengan sisa airmata yang masih membakas di pipi ia berkata, "Benar, aku memang belum mengabari Tommy sebelum memastikan apa yang terjadi. Anak itu pasti akan sangat khawatir. Aku tidak mau itu terjadi."

Para lelaki-lelaki itu pun diam dan mengajak istri mereka duduk. Charles mengambil posisi di bangku dekat salah satu ruangan VIP, sementara Harry mengajak Lenna duduk di atas tembok tepat di depan bangku yang Charles dan Lisa duduki. Keduanya sama-sama merangkul pasangan mereka yang kini sedang balas memeluk dengan hati dan wajah yang sedih.

Setelah Lisa dan Lenna terlihat nyaman dalam pelukan suami mereka, bunyi decitan pintu dari ruangan yang ada di ujung koridor membuat empat pasang mata menoleh. Lisa-lah yang lebih dulu merespon saat melihat jubah putih sang dokter terlihat di ambang pintu. Mereka mendekatinya. "Bagaimana keadaan mantu saya, Dokter?" tanyanya pelan dengan nada khawatir.

"Iya, Dok, bagaimana keadaan putri saya?" timpa Lenna.

Dokter yang kebetulan orang sama dengan dokter yang memeriksa kandungan Sherly waktu pertama kali langsung berkata, "Apa dia sedang bertengkar dengan calon suaminya?" Ia tahu kalau Sherly belum menikah, karena Lisa sudah mengatakan padanya kapan ia akan mendapatkan undangan.

Lisa dan Lenna saling bertatap. "Tidak, Dok, mereka baik-baik saja. Bahkan sore tadi Tommy menghubungiku untuk menanyakan kabar Sherly karena ponselnya tidak aktiv," kata Lenna.

Lisa yang merasa aneh dengan pertanyaan temannya itu segera melepaskan diri dari rangkulan suami dan mendekati si dokter. "Apa yang terjadi? Apa maksudmu bertanya begitu?"

Dokter wanita itu menelan ludah sambil berdeham pelan. Ia menatap Lisa dan Lenna secara bergantian. "Maaf, sebenarnya aku tidak tahu apa yang terjadi antara Tommy dan Sherly, tapi..."

"Tapi apa, Dokter?!" pekik Lenna. Harry menahan tangannya agar tidak mendekati si dokter saat emosi Lenna mulai terlihat.

Dokter itu melirik Lenna sebelum tatapannya kembali ke wajah Lisa. "Maaf, tapi sepertinya Sherly baru saja melakukan aborsi."

"Aborsi?" Lisa mengulang perkataan si dokter dengan wajah terkejut dan gerakan mulut tanpa suara. Charles dan Harry saling berpandangan dengan wajah yang sama-sama terkejut, sementara Lenna menggeleng kepala seakan tak percaya.

"Aborsi?" ulang Lenna sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Itu tidak mungkin. Anakku tidak mungkin melakukan aborsi. Anda mungkin salah, Dokter, anak saya tidak mungkin mengeluarkan bayi dari hasil cintanya bersama Tommy."

Sang dokter tampak menyesal. "Maafkan aku, Bu, tapi itulah yang aku temui. Hasil USG kami menunjukkan bahwa bayi dalam kandungannya sudah tidak ada. Yang tersisa dalam perutnya hanyalah berupa gumpalan-gumpalan kecil yang kemungkinan adalah sisa-sisa janin yang hancur." Ia mengulurkan selembar berwarna gelap hasil USG kepada mereka.

"Kau yakin?" bisik Lisa nyaris tanpa suara saat melihat hasilnya.

Sang dokter merasa lemah. Didekatinya Lisa dan menatapnya dengan tatapan iba. "Aku sangat menyesal mengatakan hal ini, tapi sebagai dokter hal ini adalah tanggung jawabku. Saat hasil USG keluar, kami langsung melakukan pemeriksaan di bagian kewanitaan Sherly...." Ia menunggu respon mereka. "Dan ternyata benar, di bagian itu terdapat luka yang masih baru. Luka yang disebabkan oleh alat yang kemungkinan digunakan untuk mengeluarkan janin dalam perutnya."

"Tidak! Itu tidak mungkin! Putri saya tidak mungkin membunuh cucu saya. Dia dan Tommy saling mencintai! Itu tidak mungkin. Anda pasti salah, Dokter," kata Lenna yang mulai histeris. Harry menahannya.

Kaki Lisa lemas. Ia nyaris terhuyung jika saja Charles tidak menahannya. "Lakukan sesuatu, Dokter," kata Charles.

Sang dokter menarik napas panjang. "Kami memang harus melakukan penguretan agar sisa-sisa janin di dalam perutnya bersih jika tidak ingin terjadi apa-apa pada Sherly. Kami juga harus memberikan dia beberapa resep untuk menyembuhkan luka luar dan dalamnya agar tidak infeksi."

"Tapi dia masih bisa hamil, kan, Dokter?" sergah Lenna.

Dokter mengangguk. "Bisa, Bu. Itulah sebabnya kami harus membersihka semua sisa-sisa kotoran dalam perutnya."

"Kalau begitu lakukan, Dokter! Lakukanlah yang terbaik untuk putriku," kata Lenna. Dilihatnya Lisa dengan tatapan bersalah. "Soal biaya aku dan suamiku yang akan menanggungnya."

"Baik, kalau begitu kami akan segera melakukannya." Ia berpamitan pada Lisa yang masih terdiam akibat syok.

Lenna pun langsung bergerak meninggalkan mereka untuk melunasi biaya administrasinya. Charles yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah. Harry yang juga merasa malu akibat perbuatan putrinya hanya bisa menunduk malu dan diam. "Kalian tunggu di sini," katanya pada Charles dan Lisa. "Aku akan menyusul Lenna dan segera kembali."

Charles mengangguk mantap. Dilihatnya Harry berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit hingga lenyap di balik tembok. Ia mengajak Lisa duduk. "Sebaiknya kita jangan menceritakan masalah ini pada Tommy," katanya saat bokong mereka menyentuh bangku. Ia memeluk erat istrinya, tahu kalau sang istri sangat terpukul akan kejadian ini.

Bulir kristal yang sedari tadi tergenang di matanya kini merebak. Ia menangis tanpa suara. "Aku tidak habis pikir dengan Sherly. Hiks. Kenapa dia tega melakukan ini?" bisik Lisa nyaris tanpa suara.

Charles mengusap punggung istrinya dan menyandarkan kepalanya di kepala Lisa. "Tommy pasti akan lebih syok mendengar hal ini." Tatapannya tertuju pada ruangan di mana Sherly dirawat. "Tapi kenapa dia tega melakukan itu, Mi? Apa sebenarnya dia tidak ingin menikah dengan Tommy?" Air mata Charles menetes. Cucu yang sangat mereka harapkan kini sudah tidak ada. Cucu yang membuat ikatan persahabatan antara Harry dan dirinya semakin terikat kini sudah tiada. Apakah Charles akan memaafkan kesalahan Sherly karena sudah melenyapkan cucu pertamanya? Cucu yang selalu membuatnya bersemangat untuk bekerja, cucu yang selalu membuat putranya bekerja keras, cucu yang selalu membuat istrinya tertawa bahagia ketika membahas soal kelahirannya. Ya Tuhan, kenapa Sherly melakukan ini? Kenapa Sherly tega menghilangkan sesuatu yang membuat kebahagian keluarga Fabian begitu meluap-luap?

Bunyi decitan pintu membuat Charles dan Lisa menoleh dan melepaskan pelukan. Mereka berdiri lalu melihat dokter yang merupakan kerabat mereka dengan jas putih sedang menghampiri. "Bagaimana keadaannya?" tanya Charles dengan nada khawatir.

"Kami sudah berhasil mengeluarkan semua sisa-sisa janin dalam perutnya. Kini dia sedang tidur. Yang sabar, ya?" Ia memeluk Lisa yang kini kembali menangis.

"Aku tak menyangkan cucuku sudah tiada."

Sang dokter mengusap punggungnya lalu melepaskan pelukannya. "Kau tenang, ya? Semua pasti akan baik-baik saja."

"Benar, Mi, semuanya akan baik-baik saja," kata Charles.

Sang dokter berdeham. "Tapi apa kalian yakin dia dan Tommy tidak ada masalah?"

Lisa yang tadi menangis kini tersentak dan menatap si dokter. "Maksud kamu?" Ia penasaran.

"Begini, Lisa..." Dilihatnya wajah Charles dan Lisa secara bergantian. "Maaf sebelumnya, bukannya aku ingin ikut campur, tapi karena kau adalah temanku, jadi aku berhak mengatakan hal ini padamu."

"Katakan padaku, ada apa?" desak Lisa.

"Seseorang tidak akan melakukan aborsi jika tidak ada masalah dalam hubungannya. Aku rasa Sherly memang sengaja melakukannya karena sesuatu yang memicu sehingga ia tidak ingin bayi itu, Lisa. Apa kalian yakin hubungan mereka baik-baik saja?"

Lisa dan Charles saling melirik lalu menatap si dokter. "Memang sekarang mereka sedang menjalin hubungan jarak jauh. Tommy ditugaskan oleh atasannya di luar kota, tapi setahuku mereka baik-baik saja, Dok. Bahkan bebera hari yang lalu Tommy datang untuk membesuk Sherly," kata Lisa.

"Kalau begitu masalahnya ada pada Sherly. Kalian harus menanyakan alasannya kenapa sampai dia mau melakukan aborsi jika memang tidak ada masalah di antara mereka." Dilihatnya Harry dan Lenna muncul dari ujung koridor. "Orangtuanua datang. Aku permisi dulu, aku harus melihat kondisinya. Kalau dia sudah sadar, dia sudah bisa pulang."

Lenna yang sempat menatap sosok sang dokter langsung berlari mendekati mereka disusul Harry. "Bagaimana keadaannya, Dokter?"

Dokter yang hendak melangkah kini terdiam. "Kabarnya baik-baik saja. Jika pasien sudah sadar, dia sudah bisa pulang."

Lenna bernapas lega. "Terima kasih, Dokter."

"Sama-sama. Aku permisi dulu." Ia melangkah meninggalkan dua pasangan itu.

Sesaat muncul keheningan sampai Harry-lah yang lebih dulu bersuara, "Selaku orangtua Sherly, aku sangat minta maaf atas apa yang terjadi hari ini. Aku janji pada kalian akan mencaritahu masalah ini. Aku yakin Sherly pasti tidak sengaja melakukan ini jika ada sesuatu yang memicunya. Aku tahu dia sangat mencintai Tommy dan begitu juga sebaliknya."

Charles menepuk bahu Harry, sementara Lisa tidak berkomentar apa-apa. "Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu. Pastikan kabar ini jangan sampai ke telinga Tommy."

Lenna yang merasa canggung langsung berkata, "Kalian tenang saja. Lisa?" Ia menunggu sampai wanita itu menoleh dan menatapnya. "Kumohon maafkan Sherly."

Lisa tak menjawab, ia hanya mengangguk lalu bergerak meninggalkan mereka. Charles yang merasa perlu juga langsung berpamitan dan menyusul istrinya.

Harry yang merasa yakin jika Lisa marah langsung menatap Lenna. "Sherly harus dihukum! Dia harus dihukum atas perbuatannya!"

Continued___

Ya ampun, kasihan Tommy. Apa yang akan terjadi nanti jika tahu bayi yang sudah dinanti-nantinya ternyata sudah tiada? Dan kira-kira apa, ya, alasan mereka pada Tommy nanti jika tahu masalah ini?

Sedih, deh. Jangan lupa suara dan hadiahnya, ya Kakak2 pembacaku. Jangan lupa juga msukin ke perpustakaan dan komen di kolom review untuk mendukung cerita ini. ^^ Terima kasih. I Love My Readers.

Imenk_Joo_Tohhcreators' thoughts
Nächstes Kapitel