webnovel

[Bonus chapter]32. Rupanya Dia

Ponselnya terus berdering dan Fahira pun masih belum ada niat mengangkatnya tetapi dia merasa jika yang menghubunginya ingin menyampaikan sesuatu yang lebih penting. Dia pun akhirnya mengangkat teleponnya lalu berkata, "Halo."

"Mengapa kau begitu lama mengangkat telepon dariku?" tanya seseorang dari seberang telepon.

Fahira diam dan mendengarkan apa yang diucapkan oleh orang yang ada di seberang telepon, dia juga mengenali suara yang sedang bicara padanya. Sesekali dia menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh orang yang ada di seberang telepon.

Tidak begitu lama umi mengetuk pintu kamar Fahira dan meninta izin untuk masuk, Fahira pun mengizinkan umi untuk masuk meski dia saat ini dia masih berbicara dengan orang yang di saluran telepon.

Umi pun membuka pintu kamar Fahria dan dia melihat menantunya itu sedang berbicara dengan seseorang di saluran telepon, dia pun memberikan tanda tidak akan mengganggu jika Fahira sedang sibuk. Dia membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan kamar Fahira tetapi langahnya terhenti setelah mendengar Fahira memanggilnya.

"Umi, Azmi ingin bicara dengan, Umi," Fahira berkata pada umi.

"Azmi," ucap umi sembari membalikkan tubuhnya lagi lalu dia berjalan mendekat pada Fahira yang sedang duduk di atas tempat tidur.

Fahira tersenyum melihat umi yang bahagia setelah tahu putranya ingin bicara dengannya, sang umi pun langsung mengambil ponsel Fahira dan mulai berbicara dengan Azmi. Terlihat jelas olehnya jika sang umi begitu merindukan putranya, Fahira terus menatap umi dengan senyum.

"Azmi, ingin bicara lagi denganmu," Umi berkata sembari menyerahkan ponsel pada Fahira.

"Terima kasih, Umi," Fahira berkata lalu mengambil kembali ponselnya.

Dia pun mulai berbicara lagi dengan Azmi dan melihat sang umi berjalan menjauh darinya lalu membuka dan menutup kembali pintu kamarnya. Fahira merasa ada yang aneh degan suara suaminya itu dan tidak seperti biasanya.

"Apa sudah terjadi sesuatu padamu?" tanya Fahira pada Azmi yang masih ada di seberang telepon.

Azmi menjawab tidak ada apa-apa, dia pun memberikan beberapa pesan pada Fahira untuk tidak menyerah dan terus berusaha untuk latihan berjalan. Dia juga mengatakan jika dirinya tidak bisa kembali sesai dengan jadwal yang sudah ditetapkan kemarin.

"Maafkan aku karena tidak bisa menepati janjiku untuk kembali cepat," Azmi berkata pada Fahira di seberang telepon lalu dia memutuskan sambungan teleponnya.

Fahira terdiam sejenak saat mendengar apa yang dikatakan oleh Azmi kepadanya, dia merasa ada yang aneh dengan suara dan tutur katanya. Instingnya mulai bekerja dan dia yakin telah terjadi sesuatu pada suaminya itu.

"Tidak. Semua yang aku pikirkan terlalu berlebihan," gumam Fahira sembari menyimpan ponselnya.

Di sisi lain umi yang langsung menuju kamarnya setelah berbicara dengan Azmi begitu senang dan dia melihat suaminya yang tengah duduk di atas sofa dengan beberapa lembar dokumen yang ada di tangannya. Umi pun berjalan mendekat pada sang suami dan dia duduk tepat di sampingnya.

"Ada apa? Sepertinya Umi sedang senang," tanya sang suami pada umi yang baru saja duduk di sampingnya.

"Iya tadi Azmi menelepon," jawabnya lalu umi mengatakan apa yang dibicarakan oleh putranya.

Namun, umi mendadak terdiam karena merasa ada yang janggal dengan nada suara putranya itu dan dia pun mengingat kembali apa yang sudah di dengarnya. Firasatnya mengatakan jika sudah terjadi sesuatu dengan putranya itu dan sang suami melihat istrinya terdiam khawatir.

"Apa yang terjadi?" Abi kembali bertanya pada istrinya karena mendadak sang istri terdiam.

Umi mengatakan apa yang dikhawatirkannya karena baru menyadari dari nada bicara dan kalimat yang disampaikan oleh Azmi. Dia melihat ke arah suaminya dan memperlihatkan raut wajah kecemasan.

Abi berusaha untuk menenangkan istrinya itu dan mengatakan jika semua kecemasan dan kekhawatiran yang dirasakan oleh sang istri tidak beralasan. Dia juga mengatakan jika Azmi tidak akan mengalami hal buruk sebab yang dilakukan oleh putranya tidak pernah berkaitan dengan dunia yang kejam.

"Hilangkan rasa khawatir dan cemasmu itu. Ingat masih ada Fahira yang tidak boleh sedih karena dia harus melakukan terapi berjalan," Abi berkata pada sang istri agar tidak memperlihatkan semua kecemasannya di hadapan sang menantu.

Umi pun kembali teringat akan Fahira dan di akhirnya berusaha untuk selalu berpikir positif serta dia yakin jika putranya akan kembali ke rumah dengan keadaan selamat. Dia akan berusaha dengan sebaik mungkin menjaga Fahira hingga bisa kembali berjalan dan melakukan apa yang diinginkan oleh menantunya itu.

Di dalam kamar Fahira berusaha untuk menggerakkan kedua kakinya, dia berusaha untuk melatih kedua kakinya agar bisa bergerak dengan cepat. Saat dia sedang melatih kedua kakinya ada sebuah panggilan dari ponselnya dan dia melihat nomor yang tertera adalah nomor rekannya yang bekerja di bidang jurnalis. Dia pun langsung mengangkatnya dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang ada di seberang telepon.

"Berikan aku waktu satu bulan lagi setelah itu aku akan kembali bekerja," ucap Fahira pada temannya yang ada di seberang telepon.

Temannya berkata jika dirinya tidak akan menghubunginya lagi karena dia tahu apa yang sudah terjadi pada Fahira. Namun, dia tahu dengan pasti jika Fahira akan menerima pekerjaan yang berkaitan dengan kemanusiaan dan itulah sebabnya dia selalu mengikut sertakan Fahira dalam pekerjaannya.

Meski Fahira selalu memilih tugas yang akan dikerjakan olehnya tetapi semua itu tidak masalah bagi temannya itu sebab Fahira selalu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Setelah mengatakan semuanya Fahira memutuskan sambungan teleponnya dan dia pun kembali melakukan gerakan yang bisa membuat kakinya kembali berjalan seperti semula.

Fahira sudah tidak sabar lagi untuk meregangkan semua otot-otot di tubuhnya, dia merindukan tubuhnya berkeringat saat sedang berlatih. Dia juga rindu akan misinya dalam menyelamatkan orang-orang yang patut untuk di selamatkan.

"Sayang, boleh Umi, masuk?" tanya sang umi yang sudah berada di balik pintu kamarnya.

"Masuk saja, Um," jawab Fahira dan langsung duduk dengan santai di atas tempat tidur.

Umi membuka pintu kamar Fahira dan dia terlihat membawa meja dorong dan di atasnya berisi makanan, dia tersenyum dan berjalan mendekat pada menantunya itu. Dia pun berkata jika sudah watunya untuk makan malam dan malam ini sang umi membawakan makan malamnya ke dalam kamar.

Fahira tersenyum lalu dia mengatakan terima kasih karena sudah mau bersabar merawat dirinya, dia pun kembali terpikir tentang pekerjaan yang akan dikerjakan setelah kedua kakinya kembali bisa berjalan. Dia ingin meminta izin pada meruanya itu untuk kembali bekerja setelah kedua kakinya bisa berjalan kembali. Dia pun menyantap makanan yang dibawakan oleh sang umi dan setelah menyantap semuanya Fahira pun menatap sang umi yang masih ada di dekatnya.

"Um, apakah Umi akan mengizinkan Fahira untuk kembali bekerja setelah kedua kaki Fahira bisa kembali berjalan?" tanya Fahira pada sang umi dan dia pun melihat raut wajah umi berubah seketika.

Nächstes Kapitel