'Bagaimana jika kamu bisa kembali ke masa lalu?'
Sebuah pertanyaan dari seseorang kepadaku, dulu aku akan menjawabnya dengan lantang penuh percaya diri meskipun dia membuatku harus memilih kembali dengan dua pilihan yang akan memengaruhi seluruh takdir hidupku.
'Bahagia di masa depan dengan semua bekas luka atau kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua penyesalan yang kamu buat?'
Setiap pertanyaan itu datang aku akan selalu menjawab 'masa lalu'. Aku selalu menganggap waktu yang terjadi pada saat itu adalah titik terendah dan sebuah penyesalan yang seharusnya tidak pernah terjadi dalam hidupku hingga akhirnya semesta mengabulkan permintaan yang selalu ku panjatkan yang di pikir itu adalah suatu hal yang mustahil 'Kembali ke masa lalu'.
Yuki berjalan memasuki sebuah tabung berukuran besar, di luar tabung tersebut terdapat banyak kabel yang menyambung saling bersilangan terlihat rumit sekali. Yuki menekan beberapa tombol di panel yang tersedia, tidak ada angka maupun huruf dalam tombol tersebut tapi Yuki tidak membutuhkan itu toh dia yang membuatnya tentu saja dia mengetahuinya.
Sebuah layar besar transparan muncul di depannya, Yuki menggeser layar dengan gerakan tangan seakan menampar udara layar bergeser menampilkan halaman yang berbeda. Yuki menggeser kembali hingga setidaknya dua kali Yuki melakukan hal yang sama secara berulang.
Kali ini layar menampilkan beberapa video daripada halaman sebelumnya yang hanya menampilkan file-file dengan nama-nama yang tidak menarik bagi orang lain. Tatapan Yuki terfokus pada sebuah folder yang berisi video di dalamnya.
Yuki mengangkat tangannya hendak membuka folder tersebut namun dia terlihat ragu, pada akhirnya dia hanya bisa mengepalkan tangannya menahan sesuatu yang akan keluar dari matanya.
"Kali ini aja.. aku mohon" ucapannya terbata-bata
Yuki kembali menekan tombol namun kali ini dia bukan hanya menekan melainkan mengetikkan sesuatu sebuah bahasa pemrograman yang sangat rumit. Layar transparan menampilkan apa yang Yuki ketik, di dalam layar tersebut kita bisa melihat sebuah bahasa yang tidak dimengerti untuk sebagian orang
[ Masukan tahun ]
Yuki mengetikkan tahun yang dimaksud layar menampilkan kata 'enter' untuk melanjutkannya atau 'close' untuk membatalkannya
Yuki mengepalkan tangannya berusaha meneguhkan hati, dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan dengan mantap Yuki menekan tombol enter. Pintu tabung pun segera tertutup layar transparan yang semula ada di depannya menghilang.
Asap putih mengelilingi Yuki yang berada di dalam tabung, tidak lama kemudian pintu lab terbuka menampilkan seorang pria dengan ekspresi wajah khawatir dan keringat yang menetes dipelipisnya, tanpa perlu mendengar napasnya yang terengah-engah Yuki sudah tahu jika pria itu pasti berlari saat menuju ke sini.
Pria itu berlari menuju pintu tabung yang hampir menutup sempurna namun sayang dia terlambat sepersekian detik, pintu tabung telah tertutup dan dia tidak bisa membukanya atau bahkan merusaknya karena pintu tersebut memang didesain dengan bahan yang kokoh.
Pria itu melihat kesekelilingnya mencari apakah ada sesuatu atau benda yang bisa dia gunakan untuk merusak tabung besar, matanya tertuju pada banyaknya kabel yang saling bersilangan menyatu hingga tertuju pada satu tempat tabung besar yang berada di tengah ruangan
Pria itu berusaha melepaskan masing-masing kabel untuk menghentikan proses yang terjadi namun nihil meskipun dia berhasil melepaskan semua kabel itu tidak akan berdampak banyak karena sekali orang di dalam tabung menekan tujuan maka dia akan terkirim sesuai dengan yang diketiknya, satu-satunya cara agar proses berhenti adalah orang yang berada di dalam tabung itu sendiri.
"Yuki keluar!"
Pria itu berteriak mengetuk-ketuk tabung memohon agar Yuki keluar dari dalam. Yuki tersenyum melihat pria itu teringat olehnya sebuah janji yang diucapkannya.
[ 'Berjanjilah kita akan bertemu lagi?'
Yuki mengangguk, 'Kita pasti akan bertemu lagi karena itu adalah takdir kita' ]
Yuki melihat layar kecil yang muncul memberi tahu jika transfer akan segera berlangsung, dia tersenyum untuk yang terakhir kalinya sebelum aliran listrik terlihat merambat ke tubuhnya dan seketika cahaya menyilaukan terpancar dari balik tabung membuat Yuki seakan ditelan oleh cahaya itu
"YUUKIII"
***
Tahun 2012
Elsa kembali ke meja makannya setelah melihat seorang waitres membawa pesanannya dari balik pembatas kaca.
"Wah menunya cantik banget, di masukkin ke sosmed pasti bagus" ujar Elsa dia segera bersiap memotret makanan yang berada di atas meja dengan kamera ponsel miliknya.
"Cantik banget jadi sayang mau di makan, ya kan Yuk?"
Yuki masih terfokus dengan Iqmal yang berlalu dari hadapannya dia bahkan tidak memperhatikan jika Elsa telah datang
"Yuki?"
"Eh.. iya?" jawab Yuki gugup
Elsa yang sadar jika dirinya di abaikan oleh Yuki memasang wajah cemberut dia ikut melihat kearah pandang yang sebelumnya dilihat oleh sahabatnya itu.
"Lo lagi lihatin siapa sih?" tanya Elsa dia celingak-celinguk mencari sesuatu yang membuat sahabatnya itu terfokus dan mengabaikan dirinya
"Nggak kok"
"Waitresnya cakep ya, sampai lo perhatiinnya gitu banget" goda Elsa
Yuki melambaikan tangan, dia melihat menu pesanannya yang terhidang di atas meja dan menatap takjub dengan bentuknya yang sangat cantik untuk dilihat.
"Wow, ini bagus banget buat diupload ke facebook. lo gak foto Sa?" tanya Yuki berusaha mengalihkan perhatian Elsa yang masih terfokus menatap kearah para waitres pria.
"Telat. Gua udah upload" balas Elsa menunjukkan layar ponselnya kepada Yuki
Melihat hal itu Yuki hanya ber-oh ria, dia segera mengambil sendok dan mulai menikmati hidangannya.
Iqmal pergi menuju ke belakang tempat dimana hanya karyawan yang diperbolehkan masuk, raut wajahnya terlihat takut saat melihat Yuki dan Elsa berada ditempat kerjanya dia tidak tahu apakah dirinya bisa bekerja dengan baik seperti biasanya.
Brakk
Pintu terbuka cukup kencang Iqmal sempat terkejut saat pintu terbuka namun rasa terkejutnya hilang saat mengetahui siapa yang masuk ke dalam.
"Woi Mal bantuin kali jangan bengong aja!" seru rekan kerjanya wajahnya tidak terlihat karena banyaknya tumpukkan kardus hingga menutupi.
Iqmal berjalan mendekati dia mengambil sebagian kardus yang menumpuk menutupi wajah rekannya tersebut.
"Letakkan dipojok sana aja" ucap rekannya memberi tahu, dengan cepat Iqmal meletakkan kardus yang berisi aksesoris dan perlengkapan cafe dipojok ruangan sesuai instruksi dari rekannya itu.
"Ini apa?" tanya Iqmal saat melihat sebuah kardus yang tidak biasa berada di antara tumpukkan
Rekan Iqmal mengelap keringat yang berada didahinya sebelum menjawab pertanyaan Iqmal barusan.
"Perlengkapan buat tahun baru nanti" jawabnya
Iqmal hanya manggut-manggut mendengar jawaban tersebut sekaligus meratapi nasibnya jika tahun baru nanti dia akan tetap berada di sini, bekerja.
"Eh lo ngapain di sini deh, bukannya di depan lagi banyak orang" celetuk rekan kerjanya yang membuat Iqmal salah tingkah
"Ah.. gu-a, kepala gua pusing" alasan Iqmal dia memegang kepalanya dan berakting kesakitan
"Gua ijin istirahat sebentar di sini" ucapnya lagi berusaha meyakinkan
Rekan Iqmal yang menatap curiga mencoba mencari kebohongan dari mata lelaki itu namun akhirnya dia memilih untuk membiarkannya
"Oh gitu, yaudah lo istirahat aja dulu. Gua mau kedepan ya" ujar rekannya
Iqmal mengangguk sebagai jawaban dia pura-pura berjalan perlahan menuju kursi yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Iqmal?"
"Hm?"
"Mau gua bawain obat?"
Iqmal melambaikan tangan, "Gak usah. Gua istirahat sebentar nanti langsung pulih"
Rekan Iqmal mengangguk paham dia kembali pergi namun hanya berselang beberapa detik dia muncul kembali.
"Lo yakin?" tanya rekan kerjanya itu
Iqmal terlihat kesal tapi dia berusaha tersenyum untuk menyembunyikan kekesalannya agar tidak ketahuan jika dirinya sedang berbohong.
"Iya"
Rekan kerjanya balik badan dan sebelum dia kembali lagi Iqmal sudah memberikan peringatan kepadanya.
"Dan jangan balik lagi, lo bikin gua jadi tidak bisa istirahat!"
Mendengar peringatan itu rekannya hanya menyengir dia mengangkat ibu jarinya sebagai tanda oke, kini rekan kerjanya benar-benar telah pergi meninggalkannya di dalam ruangan sendirian.
Sekitar dua jam Yuki dan Elsa berada di dalam cafe tersebut, sebenarnya mereka bisa menyelesaikannya dalam 45 menit sudah termasuk dengan mengobrol namun mereka jadi lama karena Elsa keasyikan bermain dengan para kucing yang berada di sana.
Selama waktu itu Yuki memperhatikan sekitar atau lebih tepat ke para waitres pria yang ada di cafe tersebut tapi Yuki tidak berhasil melihat Iqmal lagi sampai akhirnya Elsa telah selesai bermain dengan para kucing mereka berdua memutuskan untuk pulang.
"Hari ini gua senang banget" ucap Elsa mereka berada di dalam bus transjakarta
Yuki melirik kearah barang belanjaan yang dibawa oleh Elsa sangat banyak bahkan hampir memenuhi tempat bagasi yang disediakan.
"Iya gua yakin lo pasti senang" sindir Yuki yang dibalas senyuman lebar dari Elsa, menyebalkan.
"By the way cowok yang ada di sana lumayan juga ya" ucap Elsa memulai obrolan
"Yang mana?" tanya Yuki tidak begitu peduli
"Karyawan cowok yang di cafe tadi" jawab Elsa membuat Yuki mengangkat kepalanya
Elsa mendekatkan wajahnya, "Waitres yang lo suka yang mana, kasih tahu dong"
Yuki melambaikan tangan tidak peduli.
"Cakep banget ya, sampai lo perhatiin gitu" goda Elsa
Yuki menoleh melihat Elsa yang tersenyum menggodanya, "Nggak"
"Ah.. bohong, ekspresi lo mengatakan sebaliknya"
Yuki memilih diam dan membiarkan Elsa menggodanya selama perjalanan hingga dia akhirnya bosan sendiri dan menghabiskan perjalanan dengan tidur sedangkan Yuki masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ada banyak hal yang Yuki pikirkan dan lebih banyak lagi hal yang dia lupakan tanpa disadarinya hingga saat dia sadari semuanya sudah terlambat.
***
Tahun 2039
Felicia melajukan kendaraannya dengan kecepatan penuh, jalanan masih sepi dia juga tidak perlu khawatir jika terjadi tabrakan karena mobilnya sudah dilengkapi sensor anti tabrakan meskipun begitu itu bukan alasan kenapa dia mengendarai seperti itu
Setelah mendapatkan pesan dari Rich, Felicia segera pergi dari huniannya namun bukan untuk menemui Rich melainkan tempat lain yang jauh dari tempat tinggalnya sekarang.
"Hari ini saya tidak akan bekerja, kirimkan semua file yang harus saya periksa" perintah Felicia melalui panggilan suara
"Bagaimana dengan rapat hari ini? Dan kita juga ada jadwal uji coba-"
"Batalkan semua, aku akan mengurusnya nanti" sela Felicia kepada orang yang berada diseberang telepon
"Tapi-"
"Aku tutup sekarang!" ucap Felicia segera, terdengar suara desahan dari balik telepon sebelum dia akhirnya menutup panggilannya
"Bagaimana aku bisa melupakan itu" gumam Felicia mengingat kembali pesan yang diterimanya beberapa waktu barusan
"Yuki- kamu harus kembali. Apa pun yang terjadi kamu harus kembali" batin Felicia
Mobil melaju dengan kecepatan hingga 200Km/jam namun dengan kecanggihan yang ada di dalamnya tidak terasa jika mobil itu melaju dengan kecepatan kencang, kondisi di dalamnya sangat stabil.
Felicia menekan pedal gas menambah kecepatannya saat lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna hijau, dia bahkan tidak memedulikan disekitarnya Felicia tetap melaju dengan kecepatan yang sama tanpa sedikitpun mengurangi kecepatannya.
30 menit menyetir dari Jakarta ke Yogyakarta Felicia tiba disebuah rumah sederhana dengan dominasi kayu sebagai penopangnya, meskipun begitu rumah itu terlihat sangat elegan.
Felicia melangkah hati-hati masuk ke dalam rumah tersebut, terdengar suara kayu yang hampir lapuk saat dia menginjak tangga dari rumah yang terbuat dari kayu namun sepertinya Felicia tidak peduli dengan suara yang dihasilkan dari kayu dia juga tidak terlihat khawatir jika kayunya akan rubuh.
Tepat didepan pintu Felicia mengetuk pintu yang terbuat dari kayu berwarna cokelat terlihat warnanya sudah memudar. Pintu itu tidak terbuka ataupun mengeluarkan suara dari baliknya melainkan sebuah layar proyeksi terlihat di sana.
Layar tersebut melakukan proses scanning seperti yang dilakukan pada pintu apartemen miliknya, sepertinya rumah tersebut hanya terlihat tua dan kuno dari luar namun sudah terpasang berbagai alat canggih di dalamnya.
Proses scanning selesai pintu terbuka secara otomatis mempersilahkan Felicia masuk kedalam, sekali lagi tepat saat Felicia menginjakkan kakinya ke lantai dalam seluruh lampu didalam ruangan menyala seakan menyambut pemiliknya datang.
Felicia berjalan cepat menuju lantai atas dia segera mencari sebuah benda penting miliknya, buku diary kusam berwarna cokelat usang miliknya. Felicia mengambil buku tersebut lalu kembali turun kebawah sekilas Felicia berhenti memandangi sebuah pigura besar yang terpajang ditengah ruangan, pigura keluarganya.
Selesai dengan semua urusannya didalam rumah tersebut Felicia keluar dan segera menuju ke mobilnya terparkir, Felicia kembali pulang berkendara menuju Jakarta. Tidak jauh dari tempat parkir mobil sebuah sedan hitam terlihat mengikuti Felicia pergi.
Masih ingat Prof. Alfa, orang yang sudah membantu Yuki melakukan perjalanan waktu ke masa lalu dan orang yang melakukan kerja sama dengan Felicia. Prof. Alfa berada diruangan tunggu dia duduk santai disebuah sofa yang tersedia diruangan itu, sesekali dia melihat tablet berbentuk hologram miliknya.
"Prof. Alfa?" sapa salah seorang wanita, Prof. Alfa mengangkat kepalanya melihat kearah wanita tersebut.
"Bapak Rich sudah menunggu di dalam" ujar wanita tersebut ramah yang merupakan asistennya
Prof. Alfa mengangguk dia bangkit dari tempat duduknya berjalan menuju ruangan milik Manajer Direktur perusahaan ini. Prof. Alfa tidak perlu mengetuk pintu karena pintu tersebut sudah terbuka sesuai perintah dari orang yang berada di dalamnya
"Selamat datang Prof, ini pertama kalinya kamu masuk ke ruangan ini bukan?" sapa Rich menyambut Alfa insinyur brilian yang dimiliki perusahaannya.
Prof. Alfa tersenyum kecil menerima sambutan tersebut, Rich merentangkan tangannya mempersilahkan Prof. Alfa untuk duduk disofa depan yang memang disediakan untuk para tamu exclusive.
"Saya mohon maaf karena baru sempat datang kesini dan menyapa anda" ucap Prof. Alfa basa-basi
Rich tersenyum tipis, "Tidak masalah saya tahu kamu melakukan banyak penelitian untuk kesuksesan perusahaan ini"
"Tapi jika saya boleh tahu ada permasalahan apa hingga datang ke ruangan saya?" tanya Rich langsung ke intinya
Rich melihat ekspresi lelaki didepannya berubah dia takut ucapannya menyinggung lawan bicaranya
"Jangan salah paham, saya senang jika ada tim dari peneliti yang datang kesini, tapi seperti yang anda tahu ini diluar dari departemen anda, jika ada masalah tentang penelitian anda bisa membicarakannya ke pihak departemen terkait" ucap Rich berusaha memberi penjelasan sesopan mungkin.
Prof. Alfa masih terdiam dia belum membuka mulutnya untuk berbicara, Rich yang masih menunggu mengambil cangkir berisi teh hangat yang berada di atas meja dia menyesapnya sedikit sembari menunggu lawan bicaranya itu membuka suara.
"Saya tahu Prof. Felicia pasti sudah memberi tahu anda tentang penelitian yang sedang saya kerjakan" ucap Prof. Alfa memulai obrolan
Rich melipat dahinya, "Maksudnya?"
"Mesin waktu"
Mata Rich melirik kearah kiri atas berusaha bersikap senormal mungkin, "Soal itu, iya dia memang memberi tahu saya"
Prof. Alfa tersenyum miring, "Dia meminta anda untuk membatalkan proyek ini bukan, bagaimana menurut anda?"
"Saya belum memberikan keputusan apapun, seperti yang saya bilang sebelumnya ini di luar departemen dan wewenang saya"
Prof. Alfa mengerti dia mengambil tablet hologram miliknya dan segera mengirimkan sebuah file yang langsung terkirim ke tablet milik Rich.
"Lihat itu terlebih dahulu, mungkin itu bisa membantu anda menentukan keputusan"
Prof. Alfa bangkit berdiri dia sedikit mengangguk kepada Rich ijin pamit, Rich juga melakukan hal yang sama dia masih belum tahu file apa yang dikirimkan oleh Prof. Alfa kepadanya, tapi yang pasti itu ada hubungannya dengan proyek "Time Machine" yang pernah diberitahu oleh Felicia kepadanya.
***
Tahun 2012
Yuki dan Elsa turun di terminal selanjutnya mereka mengantre menunggu giliran keluar dari dalam bus tersebut, sesampainya dipintu keluar Yuki mendadak berhenti membuat Elsa yang berada didepannya ikut berhenti, bingung.
"Ada apa?" tanya Elsa
Yuki menatap Elsa yang bingung, "Sa lo balik duluan, ponsel gua ketinggalan di cafe"
"Hah yang bener?" ekspresi Elsa berubah panik saat mendengar penuturan dari Yuki
"Iya, lo duluan aja, dah!" ucap Yuki mengakhiri obrolan mereka, dia berlari masuk kembali kedalam halte meninggalkan Elsa yang berteriak memanggilnya
"Ponsel dia ketinggalan, lalu yang dia pegang itu apa?" gumam Elsa menatap punggung sahabatnya tidak mengerti.
Yuki kembali menaiki bus menuju tempat cafe tersebut berada bukan karena ponselnya ketinggalan karena sudah jelas dia memegang ponselnya melainkan ada hal yang dia ingin tanyakan kepada Iqmal di sana.
Flashback
"Sudah kaya, tampan, popular siapa coba yang tidak mau sama Iqmal" puji Elsa saat Iqmal melewati meja makannya saat dikantin, Yuki yang mendengar hal itu hanya manggut-manggut berusaha merespon Elsa meskipun dia tidak tahu harus merespon seperti apa.
Flashback Off
"Apa itu ingatan yang salah?" batin Yuki mengingat kilas balik ingatan dalam memori otaknya.
Selama kurang lebih satu jam Yuki akhirnya tiba di mall yang dia kunjungi bersama Elsa sebelumnya, dari sana Yuki berjalan kaki selama kurang lebih 5 menit menuju cafe yang dia kunjungi sebelumnya.
Seperti biasa saat Yuki masuk karyawan cafe menyambut Yuki dengan ramah, SOP standar perusahaan. Waitres tersebut menanyakan kepada Yuki tentang pesanan yang akan Yuki inginkan dan keinginan lain seperti ingin dibawa pulang atau makan ditempat.
"Bisa saya bertemu dengan Iqmal? Salah satu karyawan di sini?" tanya Yuki terlebih dahulu sebelum waitres tersebut menjelaskan panjang lebar
Waitres itu sempat bingung namun dia segera bersikap normal kembali, "Oh Iqmal dia sudah pulang"
"Pulang?"
"Iya, sif kerjanya sudah selesai jadi dia langsung pulang" jawab waitres tersebut sopan
Ekspresi wajah Yuki menandakan dia kecewa karena tidak berhasil bertemu dengannya dan Yuki juga tidak tahu apakah dia bisa bertemu dengan Iqmal di sekolah besok mengingat Iqmal seperti tidak ingin ada yang tahu tentang pekerjaannya.
"Maaf, kakak punya nomernya? Mau saya hubungi Iqmal mungkin dia belum jauh dari sini" tawar waitres tersebut
Yuki menggeleng dia tersenyum lalu mengangguk pelan kearah waitres tersebut, "Terima kasih"
Pada akhirnya Yuki memilih pergi dari tempat itu, mengejar Iqmal pun percuma Yuki tidak tahu dimana lokasi dia tinggal. Karena tidak tahu harus ke mana Yuki memutuskan mengikuti langkah kakinya berjalan menuntun dirinya seraya melihat hiruk pikuk ibukota.
Yuki berhenti beberapa meter dari sebuah gedung yang terdiri dari 5 lantai, dia tersenyum tipis melihat gedung dengan bangunan yang sangat ikonik tersebut.
"Beberapa puluh tahun lagi gedung itu akan setinggi menara Eiffel" Yuki menyunggingkan senyum bangga, "dan aku salah satu karyawan di sana"
Yuki berjalan kembali hingga dia akhirnya berhenti disebuah tempat dengan banyaknya poster dukacita, tertulis ungkapan dukacita terpampang besar dalam spanduk yang terpasang di sana. Yuki membaca spanduk itu tertulis di sana sebuah peringatan 100 hari kecelakaan beruntun yang menewaskan banyak orang.
'Tempat ini akan dibangun tugu peringatan bagi para korban kecelakaan'
Kurang lebih seperti itu yang tertulis dispanduk tersebut, Yuki melihat beberapa orang menaruh bunga-bunga dukacita di bawah spanduk tersebut, ingatan Yuki seakan meluncur kembali ke detik-detik orangtuanya meninggal dalam kecelakaan itu
"Sudah 100 hari ya" gumam Yuki dia menatap sedih apa yang ada di depannya
Yuki mundur dari keramaian yang makin banyak orang berdatangan, dia berbalik memutuskan pergi dari tempat ini namun karena tidak hati-hati Yuki tanpa sengaja menabrak seseorang yang hendak maju ke depan
Bugh
"Maaf"
Bunga yang dipegang orang tersebut terjatuh Yuki yang melihatnya segera bergegas mengambil bersamaan dengan orang tersebut yang juga hendak mengambil bunga miliknya yang terjatuh. Kepala mereka berdua pun berbenturan tanpa bisa dihentikan.
"Auw" Yuki meringis memegangi kepalanya yang berbenturan
"Kamu gak apa-apa?" tanya orang tersebut yang merupakan seorang pria seusia dengannya
Yuki melambaikan tangannya, "Aku minta maaf sekali lagi"
"Tidak, tidak ini bukan salah kamu"
Yuki menyerahkan bunga milik orang itu yang sempat diambil, "Aku minta maaf bunganya jadi kotor"
Pria itu melambaikan tangannya, "Tidak apa-apa lagipula-" perkataan pria itu terhenti dia memperhatikan Yuki yang justru membuatnya sumringah
"Hei bukankah kita pernah bertemu?" ucap pria itu tiba-tiba membuat Yuki melipat dahinya
"Pintu rahasia? Belakang sekolah?" ucap pria itu lagi memberikan Yuki petunjuk untuk mengingatnya.
Yuki melotot tangannya menunjuk pria yang ada didepannya, "Ah lo-"
Pria tersebut terlihat tersenyum senang saat Yuki berhasil mengingatnya namun ekspresinya seketika berubah dengan cepatnya
"Penyusup"
"What? Penyusup?"
"Lo bukan murid di sekolah gua, tapi masuk kedalam sekolah" jawab Yuki, dia baru mengetahui beberapa minggu yang lalu jika murid lelaki yang ditemui dibelakang sekolah bukanlah murid dari sekolahnya, pantas saja Yuki tidak pernah bertemu dengannya lagi
"Gua murid pertukaran, lo saja yang tidak tahu" protesnya tidak terima dikatakan penyusup
Yuki mendekatkan wajahnya melihat kejujuran dari sorot mata lelaki tersebut.
"Itu benar gua murid pertukaran, lo bisa tanyakan ke kepala sekolah"
"Terserah" balas Yuki dia mengangkat bahunya
"Omong-omong lo ngapain di sini?" tanya lelaki itu mengganti topik pembicaraan
Yuki mengangkat bahunya lagi, "Mengikuti langkah kaki"
Lelaki itu melipat dahinya namun tidak melanjutkan untuk bertanya lagi, dia melangkah ke depan menyibak kerumunan lalu meletakkan bunga yang dipegangnya dijalan bersamaan dengan bunga-bunga dari yang lain.
Yuki memperhatikan lelaki tersebut, 'Apa dia salah satu keluarga dari korban kecelakaan itu?' batin Yuki. Lelaki itu berbalik berjalan ke tempatnya semula
"Oh iya, ngomong-ngomong nama lo siapa?" tanya lelaki itu
"Yuki, Yuki Myesha" jawabnya singkat
Lelaki itu tersenyum, sebuah senyuman yang sangat manis "Nama yang bagus" pujinya
"Gua Rich Farizha, lo bisa panggil gua Rich"
Yuki memiringkan kepalanya saat mendengar nama lelaki di depannya, "Rich? Maksud lo dalam bahasa inggris yang artinya 'kaya'?"
"Yeah. Gua memang kaya" jawab Rich dengan sombongnya.
Yuki menarik sudut bibirnya tidak habis pikir dengan jawaban tersebut. Rich yang melihat Yuki terkekeh dibuatnya
"Hei 'Rich' memiliki banyak arti bukan hanya kaya, dia juga memiliki arti berharga" ucap Rich memberi tahu
"Dan gua anak yang berharga menurut orangtua gua, benar kan?" sambungnya
Yuki hanya manggut-manggut mendengarnya tanpa berkomentar lagi tentang nama lelaki tersebut, lagi pula itu sebuah nama yang diberikan oleh orangtuanya jadi suka-suka mereka saja ingin memberi nama siapa.
"By the way, lo ngapain di sini?" tanya Rich, "lo salah satu keluarga korban"
Yuki melirik kearah Rich lalu dia menggeleng, "Bukan, gua juga gak tahu kenapa kesini"
"Mengikuti langkah kaki" balas Yuki mengangkat bahunya
Rich mengangguk mengerti mereka berdua terdiam beberapa menit hanya memperhatikan orang-orang yang masih silih berganti meletakkan bunga sebagai ungkapan dukacita. Beberapa ada yang menangis saat meletakkan bunga di sana.
"Nyokap gua salah satu korban dalam kecelakaan tersebut" ujar Rich membuat Yuki menoleh melihatnya
"Saat mendengar kabar itu, sulit buat gua percaya-" Rich menoleh balik melihat Yuki
"Bagaimana mungkin dia pergi secepat itu padahal baru beberapa menit sebelum kecelakaan itu terjadi dia tersenyum ke gua"
Rich melihat depan kearah orang-orang yang menangis sesengukkan, beberapa dari mereka memeluk memberikan dukungan.
"Rasanya saat itu, gua ingin berhentiin waktu" sorot mata Rich berubah seakan merasakan sebuah kerinduan dan penyesalan dibaliknya.
"Bagaimana jika lo bisa kembali ke masa lalu?" tanya Yuki tiba-tiba membuat Rich terkejut namun tidak lama dia tertawa
"Buat apa?"
Eh Yuki dibuat kikuk dia pikir Rich akan senang atau minimal dia akan bilang 'itu bagus aku akan menyelamatkan orangtuaku' tapi yang terlihat Rich justru tertawa meledeknya
"Menyelamatkan ibu lo" jawab Yuki, "lo bisa membuat rencana agar ibu lo gak lewat tempat itu atau skenario terlambat beberapa menit saat kecelakaan terjadi"
Rich terdiam dia menempelkan tangannya ke dagu seolah berpikir, "Benar juga, tapi itu bukan berarti kecelakaan tersebut tidak terjadi kan?"
Yuki memiringkan kepalanya, dia tidak mengerti.
Rich memperbaiki posisinya berdiri menghadap Yuki, "Maksud gua-"
Belum sempat Rich menjelaskan suara tangisan terdengar jelas kini kerumunan dipenuhi oleh banyak orang yang menangis di sana.
"Sebelum gua jelaskan, ayo cari tempat lain. Suasananya tidak mendukung jika gua jelaskan di sini" ajak Rich dia berjalan terlebih dahulu disusul oleh Yuki dibelakangnya.
Flashback sebelum Yuki kembali,
Tahun 2012
Pemakaman umum sangat ramai bukan hanya dihadiri para pelayat namun ada beberapa wartawan yang datang untuk meliput, kecelakaan beruntun yang menewaskan banyak orang menarik perhatian media dan masyarakat umum membuat mereka ingin tahu tentang kelengkapan beritanya.
Yuki berada disalah satu ruangan dia tidak menangis, airmatanya sudah kering yang ada kini hanya sebuah rasa penyesalan pada dirinya.
"Yuki, aku turut berdukacita kamu yang sabar ya" ucap salah satu teman sekolahnya menyampaikan rasa dukacita kepada dirinya
Yuki tidak menjawab setiap kali orang mengatakan hal sama dia hanya menatap mereka datar, Yuki melangkah pergi keluar ada banyak orang yang sedang menangis di sini membuatnya ingin pergi dari tempat itu
Yuki berjalan tanpa tujuan dia hanya mengikuti langkah kakinya pergi hingga akhirnya dia tiba disalah satu ruangan kosong, Yuki memilih masuk kedalam ruangan tersebut dia membutuhkan tempat sepi untuk dirinya sendiri
"Hiks hiks"
Suara tangisan tertahan terdengar saat Yuki masuk kedalam ruangan tersebut, dia melihat sekitar tidak jauh ada seseorang yang sedang menangis sendirian dipojok ruangan Yuki menghampirinya, dia memberikan saputangan miliknya kepada orang itu
"Dia tidak akan kembali meskipun kamu menangis" ujar Yuki datar
Orang itu yang merupakan seorang pemuda seusianya menoleh melihat Yuki
"Aku tahu, aku hanya sedih karena belum sempat berpamitan"
Yuki duduk menjeplak disebelah pemuda itu, "Siapa namamu?"
"Rich Farizha. Kamu?"
"Yuki, Yuki Myesha"
Flashback Off