webnovel

Chapter 11 : Batas Penghabisan Part 2

Konsep ruang kerja utama didesain mirip seperti Bridge yang ada di dalam film Sci-fi kapal perang luar angkasa. Di tengah ruangan terdapat satu kursi komando dengan seperangkat komputer canggih disertai layar hologram yang menampilkan segala informasi. Satu meter di depan kursi komando terdapat enam meja operator yang berbaris rapi disertai seperangkat komputer dengan settingan maksimal.

Di bagian terjauh setelahnya adalah tujuh unit RNS-DC type Quanta, yang merupakan bilik para Game Master untuk bekerja. Tujuh unit RNS-DC type Quanta itu berbaris sejajar—rapi dan diselingi sebuah komputer yang digunakan untuk mengolah laporan harian.

Meski ruangan itu terkesan canggih luar biasa, tetap saja di malam saat semuanya tidak bekerja, ruangan itu sama seperti ruang kerja pada umumnya. Sunyi dan kosong melompong.

Malam ini harusnya sepi. Tetapi di dalam gelapnya ruangan, seorang lelaki tengah berdiri di samping salah satu unit RNS-DC. Ia menghadapkan wajahnya kepada wanita yang melontarkan sebuah pertanyaan.

"Harusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Rachel," jawabnya. "Hanya saja, ada kemungkinan player yang bernama Rexhea itu tidak bisa sadar kembali."

Suhu ruangan begitu dingin namun keringat sang wanita tetap jatuh melintasi pipinya. Bukan karena pendingin ruangan yang rusak, melainkan jawaban dari sang Profesor itulah yang menjadi penyebabnya.

Jawaban itu benar – benar menggusarkan benaknya. Bagi Rachel, masalah yang dia hadapi saat ini adalah sesuatu yang di luar ekspektasinya. Mungkin karena ia terlalu meremehkan musuh yang sedang dihadapi.

"Apa ini ulah Rafatar, Prof?" tanyanya lagi.

"Kita tidak tahu. Sebelum laporan dari Millena sampai, aku tidak berani membuat kesimpulan."

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Laporan lengkap atas pemeriksaan server telah tiba di layar monitor virtualnya.

"Terima kasih, Millena," ujar Rachel saat menerimanya.

"Jangan lupa Kopi Luwak Exclusive satu minggu penuh, Senior," balas Millena, suaranya terdengar melintasi ruangan.

"Tentu saja."

Millena tersenyum mendengar sahutan seniornya. Kemudian ia mematikan komputer miliknya lalu merenggangkan badan. Ia mengambil tasnya dan bergegas untuk pulang. Tak lupa ia pamit pada senior dan Profesor sebelum melangkah keluar.

Perhatian Rachel kembali fokus pada layar monitor virtualnya. Ia segera membuka dan membiarkan sang Profesor melihatnya dengan seksama.

Tak lama kemudian, sang Profesor langsung menarik kursi yang ada di sampingnya. Ia menyalakan komputer dan dalam sekejap tampilan dekstopnya telah muncul.

"Kirimkan kedua file-nya kemari," perintahnya.

Rachel segera mengirim file tersebut kepadanya. Seketika itu pula jemari sang Profesor begitu lincah bekerja—memeriksa kedua berkas digital itu dengan ritmenya yang cepat.

Rachel berdiam diri menanti jawaban. Meski panik masih menyerta, ia harus bisa menahan diri.

Sekitar dua puluh detik berlalu, sang Profesor pun tersenyum datar.

"Bukan. Ini bukan ulah Rafatar," jawabnya.

Ada perasaan lega yang menghampiri benak sang wanita. Namun hal itu justru memunculkan pertanyaan yang baru.

"Kalau begitu, mengapa dia bisa terjebak dalam situasi seperti ini, Prof?"

"Hmm … ada kemungkinan ini adalah ulah dari dalam."

"Dari dalam? Itu tidak mungkin, Prof. Yang mengetahui bahwa LD.Rexhea telah kembali ke dalam Crown of Six hanya saya dan Kepala Cabang seorang."

"LD.Rexhea? Oh, salah satu player yang terbanned karena menamatkan Crown of Six itu, ya?"

Rachel mengangguk. "Benar."

"Kalau begitu maka sangat memungkinkan jikalau kejadian ini adalah ulah dari dalam."

"Saya tidak mengerti maksud Anda, Prof."

Sang Profesor mengelus janggutnya pelan. Ia sedang memikirkan salah satu kemungkinan itu.

"Tim Pengembang," ucapnya tiba - tiba. "Bagaimana dengan tim pengembang?"

Rachel terperanjat mendengar perkataan sang Profesor. "Maksud Anda ada mole di antara tim pengembang?"

"Jangan mengambil kesimpulan terlalu jauh, Rachel." Sang Profesor menghela napas panjangnya. "Lupakan tentang siapa yang melakukannya. Sekarang kita perlu memulihkan jalur komunikasi dengan LD.Rexhea."

"Tapi bagaimana caranya, Prof? Saya sudah mencoba berkali – kali. Tidak mungkin juga bagi kita melakukan Force Shutdown."

"Tentu saja tidak. Bisa – bisa aku dilarang untuk datang kemari dan tidak dapat lagi menikmati lekuk—Ehem! Lagian, kita hanya perlu sedikit usil saja."

"Usil?" Rachel bingung, ia tidak mengerti sama sekali.

Jemari sang Profesor begitu cepat menari – nari di atas papan keyboard. Kemudian sebuah file baru saja terkirim ke RNS-DC Rachel, seolah itu adalah jawaban atas pertanyaannya barusan.

"Gunakan program itu," ujarnya.

Rachel membuka program tersebut dan sebuah panel baru pun terbuka pada layar monitornya. Ada dua kotak dialog terbuka di sana. Username dan password. Rachel tak sempat mengisinya. Bukan. Kedua kotak dialog terisi dengan sendirinya. Seolah program itu memang didesain untuk mengeksekusi dirinya sendiri.

Setelah loading screen berakhir, banyak jendela baru terbuka di dalam layar hologram yang mengambang di udara. Saat melihat itu, Rachel langsung tersadar akan satu hal.

"I-ini akses Kepala Cabang! Bagaimana—"

Jari telunjuk sang Profesor diletakkan di depan bibirnya. "Kita hanya sedikit usil saja. Mengerti?"

Rachel cukup gentar mendengarnya. Mengingat Profesor dan Kepala Cabang memang hampir memiliki kedudukan yang sama di mata Direktur Utama Minerva. Hanya saja, Rachel tidak bisa menganggap hal yang dilakukan Profesor hanya sebuah keusilan belaka.

Namun Rachel tidak punya banyak pilihan. Ia juga tidak berhak menjustifikasi tindakan sang Profesor.

"Saya mengerti, Prof." Hanya itu yang bisa ia katakan.

"Bagus. Sekarang temukan koordinat Rexhea dengan menggunakan pola perubahan data pada minion yang tadi. Setelah mendapatkan koordinatnya, segera lakukan diving menggunakan akun GM milikmu untuk mencari sinyal darinya."

"Maaf, Prof," sela Rachel. "Tetapi akun saya sedang dalam pemeliharaan."

"Oh, itu sebabnya kamu tadi semi diving, kah? Kalau begitu gunakan dummy account untuk login dan lakukan scanning skala terbatas di area tersebut. Harusnya terdapat bug di sana. Sebuah celah yang menimpa dan memberikan dampak semu pada sistem. Dan yang terakhir, temukan juga kode mesin RNS-DC miliknya."

Dari semua tugas yang diberikan, hanya satu yang membuat Rachel ragu.

"Bukankah kode RNS-DC itu sangat rahasia, Prof?"

"Untuk itulah aku memberikanmu akses Kepala Cabang, Rachel. Kamu juga bisa menggunakan dummy account yang tersedia di dalam aksesnya untuk menghemat waktu."

Rachel menggeramkan bibir sembari menguatkan tekadnya.

"Baik, Prof. Saya mengerti." Ia menjawab dengan lugas. Kemudian Rachel menutup kembali cockpitnya dan langsung bekerja.

Ada senyuman tipis di wajahnya. Mendapatkan bantuan dari Profesor mungkin sebuah pertanda baik. Atau setidaknya, rekan penting dalam kerja samanya dapat diselamatkan.

Sementara itu, jemari sang Profesor masih belum berhenti memainkan tombol keyboardnya. Saat ini ia sedang mengolah sebuah program injeksi menggunakan prototype yang pernah dikembangkan sebelumnya.

Bagi dirinya, mungkin kejadian ini adalah berkah yang tidak disangka – sangka. Sehingga rencananya yang sempat tertunda, tampaknya memiliki harapan untuk berjalan kembali.

***

Petir adalah kuning.

Api adalah merah.

Bumi adalah jingga.

Yang tersisa darinya hanyalah biru, hijau, ungu dan nila.

Sebuah formula sederhana namun begitu mematikan. Bagi Natt sendiri, walau dalam teori begitu sederhana, tetapi jangkauan serangan Child of Celestial memang tidak seperti lagu anak – anak.

Kenyataannya memang demikian. Saat ini Natt telah membuang 21 Unique Treasure sebab kematiannya yang beruntun. Bukan karena ketidaklincahannya, tetapi ia nyaris tidak punya ruang untuk bergerak.

Setelah kristal kuning berhasil dihancurkan, kristal yang lain pun mulai bersinar. Kristal yang memancarkan cahaya kehijauan dan menimbulkan badai angin disertai sabetan tajam yang mengikuti putarannya. Jika diibaratkan, saat mencoba masuk ke dalam porosnya, maka ribuan pedang telah siap mencincangnya.

Tepat di pusat badai kematian, Child of Celestial sedang bersenandung. Belum berhenti semenjak ia menggunakan serangan elemen anginnya.

Natt telah menduga bahwa serangan kali adalah skill tipe channeling yang membuat sang dewi harus terus melakukan tindakan yang sama dalam jangka waktu 'tertentu'.

Sayangnya dugaan Natt meleset jauh. Sang dewi sudah hampir sepuluh menit bersenandung, seolah tidak ada batasan waktu dalam penggunaan skillnya.

Curang.

Kata itu sedari tadi terngiang dalam benak sang Assassin. Sebuah skill channeling tanpa riskan dan batasan adalah sebuah kecurangan dalam sebuah permainan.

Namun dalam lubuk hati yang terdalam, Natt menyadari bahwa kali ini tak lagi sekadar permainan belaka. Ada resiko yang terlihat lebih besar dari tubuh sang dewi. Resiko yang membuatnya tidak boleh kalah meski hanya menyisakan lidah untuk bertanya.

Saat ini, Natt sedang melangkah mundur dan memikirkan cara untuk bisa menembus badai yang menyerupai tornado kematian. Ia butuh konsentrasi penuh agar tidak tersedot dalam pusarannya. Kakinya harus menapak kuat, matanya harus menatap liar mencari celahnya. Ruang geraknya yang semakin sempit membuat pilihannya juga ikut mengecil.

Natt tidak putus asa. Ia telah mendapatkan caranya. Hanya saja ia masih kesulitan membaca angin. Kecepatan dan sudutnya belum dimengerti secara sempurna. Dua puluh satu Unique Treasure yang hilang adalah kompensasi atas kesempatan kecil yang didapatkan.

Memang ada celah jika bisa melompat melewati angin yang bersifat seperti dinding kolosal ini. Hanya saja hal itu tidak mungkin untuk dilakukan. Avatar Natt hanyalah seorang Assassin, bukan Spiderman.

Sebabnya ia cuma punya satu kesempatan. Dengan memanfaatkan arus angin yang kencang, Natt berharap belati yang dilemparkan ke dalam badai dapat mengantarkan senjatanya itu mengenai bola kristal kehijauan.

Sayangnya hal itu tidak mudah. Sudah puluhan kali ia melempar dalam berbagai sudut dan tempat, masih saja belatinya meleset. Bahkan ada sebelas kali belatinya menjadi senjata makan tuan dan merenggut nyawanya.

Kali ini, meski diterpa angin yang hendak menelannya, Natt sekali lagi melempar belatinya. Bilahnya itu melesat kencang mengikuti arus dan seketika menancap ke lantai.

"Sedikit lagi!" geramnya. "Aku hanya perlu menghitung sudutnya saja."

Natt harus berpacu dengan waktu. Seiring detik berlalu, zona badai kematian terus melebar dan membesar. Jika sampai menyentuh dinding aula, maka Natt akan berakhir.

Harusnya situasi ini membuatnya takut, tetapi api yang berkobar dalam tatapannya tak jua padam. Harapan yang muncul setelah mengetahui bahwa Child of Celestial bisa dikalahkan menjadi sumbu semangatnya.

Tetap saja, Natt harus bersikeras.

Sang Assassin mengambil napas panjang. Selagi kakinya menapak kuat, kepalanya sedang melakukan evaluasi dalam hitungan yang cepat.

Badai angin itu seolah terus menerus ingin menyedotnya. Hingga ia pun terpikir sebuah cara yang mungkin bisa menghemat nyawanya.

Natt membuka panel inventory dan mengambil sepuluh smoke bomb dengan warna yang berbeda. Ia lekas melempar sepuluh smoke bomb itu dalam berbagai sudut yang masuk dalam dugaannya.

Melihat apa yang terjadi di depannya, senyuman di wajah sang Assassin tak mampu dipadamkan. Natt berusaha menahan tawa setelahnya. Seolah sedang menertawakan dirinya sendiri.

"Sungguh bodohnya diriku," ujarnya. "Ternyata begitu mudahnya cara melihat lintas angin yang menuju kristal hijau di sana."

Apa yang disaksikannya adalah kebenaran. Ada satu asap yang tercipta terseret dalam arus angin dan tiba di kristal hijau sang dewi. Dengan senyuman yang penuh semangat, ia mengencangkan genggaman pada satu belati dan melemparkannya ke arah jalur asap itu memanjang.

Dengan satu kali ayunan, belati itu melesat kencang dan menghantam permukaan kristal dan menimbulkan retakan kecil.

"Swith Blade!"

Natt seketika berteleportasi ke belati yang mengenai kristal hijau sang dewi. Lengannya pun mengambil ancang – ancang dan sekuat tenaga mengayunkan belatinya.

"Hidden Burst!" Skill yang diaktifkan Natt pun menghantam kristal hijau itu hingga menimbulkan retakan di permukaan bolanya.

24.456.000 Damage!

Bersamaan dengan retakan yang muncul, badai kematian itu pun berhenti bertiup. Juga senandung sang dewi. Apa yang keluar dari mulut Child of Celestial bukan lagi lagu bahagia, melainkan jeritan yang memekikkan telinga.

Natt langsung mengambil langkah mundur sejauh yang ia bisa. Mengingat masih ada tiga warna lagi yang harus ia temukan dan hancurkan.

Setelah jeritan sang dewi senyap, salah satu bola kristalnya memancarkan cahaya kebiruan. Kemilau itu dibarengi oleh salju yang mulai turun dari ketiadaan. Butiran - butiran suci itu perlahan jatuh ke lantai dan menyebarkan hawa dingin.

Dalam sekejap suhu udara turun drastis dan menyebabkan Natt menerima debuff slow yang tidak dapat dilenyapkan selama zona es masih berlangsung.

Ya. Seluruh lantai mulai dilapisi es yang dapat memantulkan bayangan layaknya cermin untuk berdandan. Natt telah mengantisipasi agar kakinya tidak terbekukan oleh perluasan wilayah yang dilakukan sang dewi. Natt juga dengan mudah beradaptasi, berdiri di atas permukaan yang licin tersebut.

Natt tidak boleh menunggu. Ia telah belajar dari kesalahannya. Sebabnya ia langsung merangsek maju ke arah sang dewi. Setelah mengaktifkan skill [Stealth] dan [Penetration Blade], ia pun menggunakan [Abyss Nightmare] untuk memanfaatkan kesempatan yang tercipta.

Kini pemilik kesempatan jatuh ke tangan sang Assassin. Dalam kubah kegelapan terpekat, Natt menyerang dengan cepat untuk mengumpulkan seratus stack Superior Bleed. Ia melalang buana dalam dunia yang tak dapat dimasuki cahaya, lengannya seolah bebas menjatuhkan hukuman pada musuh yang perkasa.

Setelah dua puluh detik berlalu, kubah kegelapan pun sirna. Sang dewi kembali mendapatkan seluruh inderanya. Sayang, semua itu terlambat.

Natt telah berdiri di atas kepalanya dengan kedua belati yang telah berwarna merah pekat dan memancarkan aura kehancuran.

"Recovery of Ash, Burnout!!" Natt terjun bebas dan kedua belatinya menikam dalam pada kristal yang memancarkan cahaya kebiruan.

Seketika kristal itu hancur tanpa menyisakan puingnya. Gelombang kehancuran yang tercipta menyapu bersih seluruh es yang menguasai aula. Hanya teriakan sang dewi yang tersisa menggema.

"Aku akan membunuhmu!" Kalimat itu terlukis jelas pada raut sang dewi. Keanggunan di wajahnya langsung lenyap tak bersisa.

Namun, semua itu percuma. Natt sudah memenangkan pertarungan bahkan sebelum sang dewi menerka dan murka.

Sang Assassin kali ini tidak pergi menjauh. Ia berdiri di atas kristal lain milik sang dewi. Seolah menanti mangsa untuk diterkam oleh keganasannya.

Sang dewi kembali histeris. Tangannya meraih bola kristal yang diinjak sang Assassin seolah ingin melindunginya. Kristal yang dituju itu pun bersinar terang, memancarkan cahaya nila yang tidak mengenakkan.

Tak sampai niat sang dewi untuk melindungi kristalnya, lengan sang Assassin telah menghantamkan belatinya pada permukaan dan meretakkannya. Kristal itu pun jatuh ke lantai sembari kehilangan cahayanya.

Sang Assassin langsung berpindah ke kristal yang terakhir. Ia berdiri dengan kesombongan yang terukir di dalam lukisan para iblis.

Sang dewi yang telah berteriak histeris sekali lagi ingin menyelamatkan kristalnya. Namun, saat kristal terakhir memancarkan cahaya ungu, belati Natt lekas menancap dalam dan merusaknya. Kristal ungu itu pun runtuh. Jatuh tanpa sempat mengeluarkan jati dirinya.

Sang dewi menjerit seolah diderai rasa sakit yang tak tertahankan. Sesuatu yang melapisi tubuh sang dewi pun pecah menjadi bulir – bulir cahaya. Gaunnya yang perkasa juga ikut rusak—terkoyak.

Apa yang ada di balik gaun agung itu adalah sebuah abdomen serangga raksasa yang dilapisi bubuk permata. Kini jelaslah sudah bahwa dewi itu bagai ratu dari serangga mulia. Ya. Serangga yang menganggap dirinya bak dewi yang kuasa.

Natt memperhatikan sang dewi dengan seksama.

"Akhirnya pelindung itu hancur," ujarnya. "Sekarang seranganku tidak akan lagi ditiadakan."

Namun Natt tidak tahu apa yang terjadi saat terkuaknya sosok asli sang dewi. Yakni sebuah jeritan dahsyat menggema dan seketika menghempaskan segalanya. Puing – puing reruntuhan, debu, hingga nyawa sang Assassin.

Berkat [Ring of Revival], Natt berhasil hidup kembali.

Saat mata sang Assassin terbuka dan menatap lurus ke depan, Entah bagaimana Bar HP sang dewi telah berkurang sepuluh persen. Sosok dewi itu juga telah berubah wujudnya secara signifikan. Dari sosok yang diiringi keanggunan tanpa tanding, kini menjadi kesatria yang amat perkasa.

Hampir seluruh tubuhnya dilapisi oleh jirah logam mulia. Kepalanya seolah mengenakan helm pelindung. Sayap – sayapnya pun dilapisi jirah yang indah. Tangan kirinya memakai perisai perak sementara tangan kanannya memegang sebuah tombak panjang dengan mata pedang yang amat tajam.

Dalam sepersekian detik itu, Natt merasa pertarungan akan menjadi mudah. Tetapi dalam waktu yang sesingkat itu pula, tubuhnya terbelah menjadi dua bagian tanpa aba - aba.

Serangan maha dahsyat itu berasal sang dewi. Tebasan dari mata pedang tombaknya membelah lantai aula dan dinding yang terkena dalam jangkauan serangannya. Bagai tombak penghakiman yang akan menumpas setiap pelanggaran dan memusnahkannya seketika.

Natt terkejut bukan main saat mati tanpa perlawanan. Natt mengira itu hanyalah kebetulan belaka. Ia juga berpikir kematian barusan memang kesalahan yang dilakukan olehnya.

Saat Natt hidup kembali berkat [Ring of Revival], posisi kebangkitannya bergeser sedikit dari tempat ia mati sebelumnya. Tetapi bukan itu yang membuatnya terkejut, melainkan apa yang ada di dalam jejak dari tebasan sang lawan.

Ada galaksi di sana. Di dasar jurang yang baru saja tercipta, terlihat kemilau bintang – bintang yang menghiasi langit dunia. Taburan gemintang itu bergerak sepanjang lubang yang tercipta, layaknya air pada sungai yang mengalir.

"Oi oi oi! Yang benar saja? Di mana aku sebenarnya berada?" gumaman kekhawatiran itu mencuat keluar dari bibirnya.

N … Na … Ap … ka … mendengarku ….

Suara putus – putus mendadak memenuhi telinganya. Namun Natt sangat mengenal suara wanita yang didengarnya.

"Rachel! Oi Rachel! Aku mendengarmu!"

"Na … bertahan … dua puluh … men … kam … akan …. mengeluarkan … mu."

"T-tunggu, Rachel! Setidaknya biarkan aku menyelesaikan pertarungan ini! Aku mendapatkan petunjuk besar tentang Devox dan Rafatar!"

"Bertahanlah … Natt …. Ka—"

Komunikasinya terputus lagi. Natt berusaha memanggil namanya, sayangnya Rachel tidak menyahut.

Itu adalah komunikasi satu arah. Natt menyadarinya ketika Rachel sama sekali tidak merespon ucapannya.

Saat Natt hendak berbalik arah untuk menghadapi sang dewi, tubuhnya lagi – lagi terbelah menjadi dua.

Untuk kedua kalinya ia lengah atas serangan telak sang dewi.

Saat bangkit kembali, Natt langsung memfokuskan diri pada serangan yang akan dia terima. Namun seolah serangan yang menebasnya melewati celah dimensi, Natt sama sekali tak melihat ayunan tombaknya. Hingga tubuhnya sudah terbelah lagi tanpa disadari.

"Sial!" gumamnya dalam kegelapan pekat yang menyelimuti—mati. "Kalau begini terus, aku bisa benar – benar kalah sebelum mendapatkan informasi Devox dan Rafatar!"

Meski Natt dalam kondisi terpuruk, tidak ada alasan bagi sang dewi untuk memberikan keringanan. Bahkan, seolah sang dewi telah memperhitungkan kapan makhluk kerdil akan bangkit kembali, tebasan kilat itu dilancarkan seketika dan membuat lawannya tak sempat menghempaskan udara yang dihirupnya.

Tawa sang dewi berkumandang acap kali makhluk kerdil yang menjadi lawannya mati tak berdaya. Natt mendengar tawa jelek sang dewi dan itu membuatnya bertambah kesal.

"Sial! Jangan – jangan fase kedua dari Child of Celestial membuat otaknya juga bertambah cerdas?"

Natt berusaha bergerak sepersekian detik lebih cepat dari sang dewi, Namun tetap saja percuma. Dengan kecepatan luar biasa dan kekuatan brutal yang dimiliki sang dewi, Natt terkena serangan meski mencoba kabur saat bangkit kembali.

Lagi – lagi Natt tak berkutik. Benar – benar tak berdaya melawan mekanisme serangan baru milik Child of Celestial.

Sudah enam kali Natt mati tak berguna. Jumlah itu akan terus bertambah selama Natt tidak mampu menemukan celah untuk menjaga nyawa.

"Kalau serangan itu tidak memiliki cooldown, aku benar – benar tidak memiliki kesempatan," pikirnya.

Natt mencoba mengingat – ingat item apa yang bisa ia gunakan saat ini. Ia setidaknya membutuhkan item yang tidak bisa terpotong, tidak bisa dihancurkan. Sebuah item dengan efek immortal object, Invicibility ataupun Indestructible untuk menahan laju mata pedang lawannya.

Waktu terus bergulir dan Natt mati berulang kali. Unique Treasure-nya juga berkurang dalam ritme yang dinamis.

"Hei! Lihatlah kehebatan dari diriku, sang Archer terhebat sepanjang masa!"

Pikiran Natt mendadak ngawur. Bukannya memikirkan solusi dari serangan sang dewi, kepalanya malah teringat kesongongan sang Archer terlebay sepanjang masa.

"Lihatlah ini, Rexhea! Aku tidak hanya Archer terhebat, tapi jenius dalam crafting item yang legendaris!"

Lagi, ia teringat akan wajah bodohnya. Natt ingin berteriak histeris dalam kematian. Mengingat kepolosannya saat itu yang terkagum pada sang Archer, itu benar – benar hal yang amat memalukan.

"Petasan Tahun Baru Legendaris karya Jazjazjaz Diara! Tidak hanya berisi lima puluh warna yang berbeda, item ini juga tidak bisa dirusak!"

"Berarti petasan itu tidak bisa dipakai, bukan?" sela LD.Commandead, mengutarakan fakta yang tak terbantahkan.

"Eh … benar juga."

Semua tertawa melihatnya.

Percakapan yang terjadi pada tahun baru itu muncul kembali ke permukaan ingatan sang Assassin. Hal yang sering terjadi pada orang – orang yang tak lama lagi akan meregangkan nyawanya.

Natt tersenyum, ada kepasrahan di wajahnya—

"Belum! Aku belum selesai! Aku tidak akan membiarkannya berakhir di sini—tunggu dulu … petasannya tidak bisa dirusak?"

Secercah harapan menghampiri benaknya yang hampir putus asa. Natt ingat dulu sang Archer terlebay itu pernah melakukan spam dan memberikan semua petasan tidak berguna sebagai hadiah ulang tahun.

Natt hanya perlu memeriksa dan memastikannya. Dalam kondisi mati, ia bisa melihat panel inventory-nya, meski tidak dapat mengotak – atik isinya sama sekali. Dengan waktu begitu singkat, Natt hanya perlu mengeluarkan petasan itu secepat yang ia bisa.

Ada 32 buah Petasan Tahun Baru ukuran jumbo di dalam inventory.

Mungkin ini akan menjadi yang pertama kalinya bagi Natt untuk menunjukkan rasa syukur kepada sang Archer lebay.

Natt menyusun langkahnya. Ia telah menyimulasikan tindakan di dalam kepalanya. Ada kesempatan baginya untuk berhasil.

Sang Assassin menunggu saat matanya kembali melihat aula pertarungan. Di saat secercah cahaya menyilaukan mata, tangannya lekas mengeluarkan seluruh petasan tahun baru yang seketika memenuhi dirinya.

Dalam sekejap mata, tebasan super sang dewi pun dilancarkan. Petasan tahun baru terbelah bersamaan dengan tubuh sang Assassin.

Rencananya gagal total. Serangan sang dewi ternyata bisa melewati status Indestructible yang dimiliki petasan tersebut.

"Sial. Petasanmu tidak berguna, Jaz Diara." Kekesalan itu memuncak dan membuatnya kembali tak berdaya.

Namun dalam sepersekian detik sebelum kembali pada ruang kematian, Natt melihat bayangannya yang terpantul pada bilah belatinya. Saat itu ia pun menyadari bahwa ada satu aspek yang ia abaikan hingga saat ini.

Artifact. Item spesial yang memberikan beragam efek pada pengguna dan hanya bisa digunakan satu kali dalam pertarungan. Efeknya bisa berupa skill pasif maupun aktif.

Natt yakin sekali kalau ia belum pernah mengganti Artifact sejak pertarungan terakhirnya melawan LD.BTM di Colosseum. Jika memang benar, maka ia mungkin memiliki kesempatan. Sebuah kesempatan terakhir sebelum Unique Treasure-nya terbuang percuma.

Natt mengambil napas panjang. Sembari mengatur seluruh emosinya dalam ketenangan, sang Assassin tengah memasang kuda – kuda meski berada di dalam ruang kematian. Ia bersiap untuk menggunakan efek dari Artifact yang ia pakai.

Sebentar lagi. Sesaat lagi ia akan kembali pada kenyataan.

Sepersekian detik ketika pupilnya merespon cahaya, Natt langsung menggunakan skill aktif dari Artifact-nya.

"Repel!" jeritnya, skill yang diaktifkan dari Artifact-nya menghantam keras pada tebasan kilat sang dewi.

Sebuah ledakan dahsyat tak terelakkan pun terjadi. Menimbulkan gelombang kejut yang menggemparkan aula pertempuran. Kepulan asap serta bongkahan lantai seketika memenuhi angkasa akibat hempasannya.

Ada benda logam mengkilap yang ikut terhempas dalam ledakan. Itu adalah serpihan mata pedang dari ujung tombak sang dewi. Tak hanya berhasil merusak senjata lawannya, efek dari Artifact yang Natt lancarkan juga membuat jirah sang dewi menerima kerusakan yang parah.

Hal Itu terjadi sebab [Repel] adalah jenis skill yang mampu membalikkan dampak kerusakan yang akan diterima kepada lawannya secara instan. Efek dari artifact [King's Glory] ini adalah satu – satunya cara bagi Natt untuk bisa menghindari OTK (One Turn Kill) dari sang pemimpin Legendary Disabler pada masa itu.

Natt bangkit berdiri setelah terhempas oleh ledakan yang terjadi. Ia keluar dari bongkahan batu yang nyaris menguburnya hidup – hidup. Ia segera meminum beberapa High Concentrated Health Potion hingga Bar HP-nya kembali terisi penuh.

Natt merasa sangat senang. Keberhasilannya dalam mematahkan serangan lawan membakar kembali api semangat dalam dirinya.

Di sisi lain, sang dewi kembali dipenuhi kemurkaan. Kegagalan dalam menghabisi lawan membuat dirinya menjadi liar hingga membuka fase ketiga secara paksa.

Fase ketiga dari Child of Celestial mengubah wujudnya menjadi sosok mengerikan. Keagungan dan kemuliaan Child of Celestial lenyap tak bersisa. Jirah – jirahnya hancur, kecantikannya juga melebur. Perubahan wujudnya dari sosok mulia menjadi monster serangga kolosal yang mirip seperti lalat iblis yang ada di daftar monster legenda.

Setelah pergantian wujudnya selesai, mata tunggal besar Child of Celestial melihat sang Assassin berdiri di atas tumpukan beton. Melihat musuhnya yang tak juga mati, membuat gejolak dengki keluar dari tubuhnya yang buruk.

"Aku akan membunuhmu!" jeritnya, suara parau itu keluar dari mulut sang monster.

Mendengar suara yang memekikkan telinganya benar – benar membuat Natt terkejut. Dari semua keburukan yang dilihatnya, mungkin kemampuan sang monster untuk berbicara adalah sesuatu yang berguna.

Sang Assassin tersenyum dan membalas gurauan musuhnya dengan santai, "Silakan saja jika kau bisa, Serangga."

***

Unique Treasure yang tersisa : 5 buah.

Bar HP Child of Celestial yang tersisa : 72%

Waktu yang tersisa sebelum injeksi program diluncurkan : 11 menit

Nächstes Kapitel