webnovel

Silaturahmi

Haji Mustofa dan Aisyah, sore itu berkunjung ke kediaman Ganjar. Mereka sengaja datang untuk melihat kondisi Ganjar yang saat itu baru pulih dari sakit. Kedua orang tua Ganjar sangat senang menyambut kedatangan calon besannya tersebut.

Keluar dari mobil, Aisyah dan sang Ayah langsung melangkah menuju beranda rumah Ganjar, yang saat itu sudah tampak megah dan berukuran jauh lebih besar dari ukuran rumah sebelumnya. "Assalamu'alaikum," ucap Aisyah dan sang Ayah secara bersamaan.

"Wa'alaikum salam," jawab Bu Ratna bangkit dan bergegas membuka pintu kediamannya. "Masya Allah, Pak Haji. Silahkan masuk!" sambung Bu Ratna menyambut hangat kehadiran Haji Mustofa dan Aisyah.

Setelah berjabat tangan, Haji Mustofa dan Aisyah melangkah masuk ke dalam rumah. Setelah berada di dalam rumah, Bu Ratna langsung mempersilahkan tamunya itu untuk duduk dan Bu Ratna langsung memanggil Ganjar dan juga suaminya yang saat itu sedang berada di belakang rumah.

"Sebelumnya saya ucapkan banyak-banyak terima kasih atas kedatangan Pak Haji dan Aisyah ke gubuk kami ini, dan ini semua merupakan suatu penghormatan untuk kami," ujar Pak Edi tampak semringah menyambut kedatangan calon besannya itu.

"Iya, Pak. Saya juga mohon maaf. Karena baru sempat datang melihat kondisi Nak Ganjar," jawab Haji Mustofa tersenyum ramah.

Di samping melihat kondisi Ganjar, Haji Mustofa pun langsung mengutarakan niatnya tentang rencana pernikahan Aisyah dan Ganjar yang akan digelar beberapa bulan ke depan sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak.

"Mohon maaf sebelumnya, Pak, kedatangan saya juga sekaligus ingin menyampaikan prihal pernikahan anak-anak kita. Dalam hal ini saya ingin meminta pendapat Bapak," ujar Haji Mustofa lirih. "Mengenai rencana yang sudah kita sepakati, bahwa tiga bulan ke depan, saya ingin mengadakan acara resepsi pernikahan mereka dengan mengundang Habib atau Da'i untuk mengisi acara resepsi pernikahan anak kita dan saya minta bantuan Bapak barangkali punya kenalan Da'i!" sambung Haji Mustofa meminta pendapat kepada calon besannya sekaligus meminta bantuan untuk dicarikan penceramah yang akan mengisi acara pernikahan Ganjar dengan Aisyah.

Pak Edi menghela nafas panjang kemudian berkata lirih menjawab pertanyaan dari calon besannya itu. "Saya sangat setuju dengan rencana Pak Haji, Insya Allah saya akan membantu untuk mencarikan penceramah yang bagus untuk mengisi acara nanti." Pak Edi sangat setuju dan bersedia mencari penceramah yang diinginkan oleh Haji Mustofa untuk mengisi acara resepsi pernikahan Ganjar dengan Aisyah.

Satu jam kemudian, usai berbincang dengan Pak Edi. Haji Mustofa langsung pamit kepada Pak Edi, karena sore itu Haji Mustofa akan menemui Pak kades di kediamannya. "Saya pulang sekarang ya, Pak, Bu," ucap Haji Mustofa mengarah kepada Pak Edi dan istrinya.

"Iya, Pak Haji. Terima kasih banyak sudah menyempatkan diri berkunjung ke rumah kami," jawab Pak Edi tersenyum ramah.

Aisyah pun bangkit dan langsung berpamitan kepada Ganjar dan juga kedua calon mertuanya itu.

Ikatan kekeluargaan mereka sangat erat, terutama dalam hal silaturahmi, karena kedua belah pihak sangat mengutamakan silaturahmi. Seperti apa yang tertuang dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits Riwayat Bukhari yang berbunyi:

"Silaturahmi bukanlah yang saling membalas kebaikan. Tetapi seorang yang berusaha menjalin hubungan baik meski lingkungan terdekat (kerabat) merusak hubungan persaudaraan dengan dirinya." (HR Bukhari).

***

Hari itu sekitar pukul 08:00, langit tampak cerah dengan udara sejuk ciri khas suasana pedesaan yang asri. Pagi itu, Ganjar sudah kembali beraktivitas di perkebunan. Ia tampak bahagia dan merasa bangga dengan hasil perkebunan yang akhir-akhir ini sudah terlihat hasilnya, pagi itu Ganjar berencana akan memulai pembukaan lahan baru untuk ditanami jagung sesuai permintaan dari Pak Ratno yang merupakan kakak kandung Bu Ratna yang sudah memberikan modal dan juga mempercayakan beberapa hektar lahan untuk dikelola oleh Ganjar.

Suasana perkebunan tampak ramai oleh kesibukkan para petani pekerja buruh di perkebunan tersebut. Mereka terlihat begitu semangat dalam melakukan pekerjaan mereka, tampak dua orang pekerja baru yang hari itu sudah mulai bekerja mencangkul lahan baru yang akan ditanami jagung yang nantinya akan menjadi pemasok utama pabrik tepung maizena yang dimiliki oleh Pak Ratno.

"Kal," panggil Ganjar mengarah kepada Haikal yang sedang sibuk mengatur para pekerja di perkebunan tersebut.

"Iya, Jar." Haikal melangkah menghampiri Ganjar. "Ada apa, Jar?" sambung Haikal menatap wajah sahabatnya itu.

"Yang baru itu, namanya siapa, Kal?" Ganjar meluruskan pandangan kepada dua pekerja baru yang pagi itu sudah mulai bekerja.

"Oh, itu yang pakai baju merah namanya Sigit dan yang pakai kemeja kotak-kotak namanya Hasan!" jawab Haikal lirih. "Perlu aku panggil mereka?" sambung Haikal.

"Tidak usah, nanti juga ketemu di saung!" tandas Ganjar.

Setelah itu, Ganjar kembali ke saung untuk menghampiri sang Ayah yang saat itu sedang menjemur bibit jagung di depan saung.

"Kamu tidak pulang dulu?" tanya Pak Edi menatap wajah Ganjar.

"Nanti saja, Pak. Pukul setengah dua belas." Ganjar merebahkan tubuh di atas bale-bale yang ada di dalam saung tersebut.

"Ya sudah, kamu istirahat saja. Bapak mau ke balong dulu!" ucap Pak Edi lirih.

Ganjar bangkit dan menjawab lirih ucapan sang Ayah. "Iya, Pak."

Pak Edi langsung melangkahkan kedua kakinya untuk segera menuju balong yang saat itu sudah mulai di isi ternak ikan lele.

Ganjar meluruskan pandangan ke atas saung, pikirannya terus tertuju kepada Rara, ia sangat khawatir Rara nekat melakukan hal yang tidak diinginkan terhadap Aisyah.

"Ya Allah, aku mohon berikan aku petunjuk!" ucap Ganjar berkata lirih.

Ganjar menghadapi dilema besar saat itu.

Jika ia tidak mengatakan hal tersebut kepada Aisyah, Ganjar khawatir Aisyah akan menganggapnya tidak jujur, namun jika ia mengatakan langsung kepada Aisyah, tentang apa yang diungkapkan oleh Rara kepadanya. Ganjar pun khawatir ada perselisihan di antara Aisyah dan Rara.

"Aku harus membicarakan ini semua kepada calon mertuaku, untuk mengantisipasi adanya konflik di antara Aisyah dan Rara," bisik Ganjar bola matanya terus bergulir mengamati seisi ruangan saung tersebut.

Pukul tiga sore, Ganjar memutuskan untuk mendatangi Haji Mustofa dan mengatakan hal sebenarnya menyangkut ucapan Rara, karena Ganjar tidak ingin ada kesalahpahaman di antara dirinya dengan Aisyah dan juga di antara Aisyah dengan Rara.

"Ya Allah, Rara putrinya Haji Syueb, kan?" tanya Haji Mustofa di sela perbincangannya dengan Ganjar.

"Iya, Pak." Ganjar tertunduk dan merasa takut kalau Haji Mustofa murka terhadapnya.

"Kamu tenang saja, kalaupun kamu tidak melayani Rara kenapa harus cemas lagipula Aisyah itu gadis bijaksana. Tidak mungkin dia marah terhadap Rara!" Haji Mustofa berusaha menenangkan Ganjar berkata lirih penuh kebijaksanaan.

Ganjar sedikit bernafas lega, mendengar ucapan dari pria paruh baya itu.

"Terima kasih banyak, Pak. Atas kepercayaan yang Bapak berikan untuk Ganjar," ucap Ganjar lirih.

***

Nächstes Kapitel