webnovel

Bintang dan Sella

-Moirai Valentine-

Introgasi orang tua itu lebih mengerikan dibandingkan introgasi Pak Polisi, sumpah!

Anak gadis yang ketahuan kabur dari rumah..

----------------------------------

Maura menutup pintu depan dengan perlahan, ia sengaja berjinjit agar derap langkahnya tidak menimbulkan kecurigaan.

Walaupun sekarang masih belum terlalu malam, tapi tetap saja, karena sedari awal Maura kabur dengan cara tidak baik.

Belum sempat ia melangkahkan kakinya yang ke tiga langkah, ketikan lampu membuatnya tersendak kaget. Keadaan sekitarnya yang gelap gulita kini menjadi terang benderang seketika.

"Dari mana?"

Degh..

Maura mendongkrak, ia tersenyum pias ketika melihat Mama dan Papanya yang menatap nanar.

Papanya hanya berdiri di samping Mamanya tanpa bicara apapun. Menatap lembut ke arahnya seperti biasa, sedangkan Mamanya melotot dengan tangan bersedekap di depan dada.

Wanita yang melahirkannya itu pasti ingin mengintrogasi habis-habisan.

Glug..

Maura meneguk ludahnya dengan susah payah.

'Selamat mendapatkan ceramah sepanjang rel kereta api Maura!' bisiknya pada diri sendiri.

"Err … dari luar Ma." Sahut Maura, ia mendekat mengambil tangan kedua orangtuanya untuk salim.

"Keluar kemana?"

"Sudahlah Ma, biarkan Maura ganti baju dulu." Papanya memenangkan Mamanya.

Seperti biasa, Papanya akan selalu di pihaknya apapun yang terjadi. Pria itu mengeling, agar putrinya segera menghindar sementara dia mengalihkan perhatian sang istri.

Maura mengangguk paham. Ia berlari cepat ke undakan tangga.

"Maura!! Jangan kabur, jawab pertanyaan Mama!!" teriak Mamanya dari bawah.

Maura menghela berat, "Maura ganti baju dulu Ma!"

Setelah selesai berganti baju Maura kembali menghadap Mamanya di ruang tamu. Semangkok macaroni keju menemaninya, sepertinya Papa yang memasak itu malam ini.

Kebentulan Maura juga belum makan malam, Erlang tidak sempat mengejaknya makan, boro-boro makan. Mereka bahkan terlalu sibuk mengurusi bayi dan si ibu bayi di kantor polisi.

"Jadi, dari mana saja sepanjang hari ini?"

"Jalan Ma, sama teman."

Maura merasakan ponselnya bergetar, ia melirik sekilas nomor asing yang masuk.

Tanpa nama : Simpan nomerku!

By Erlang.

Maura tersenyum lebar, awalnya ia tidak menyangkan jika kencan ini akna tetap berlanjut. Seperti pemahannya yang terdahulu, kencan mereka hanya sekali dan setelah itu selesai.

Tapi sepertinya takdir berkata lain, Erlang dan dia akan kembali merencanakan kencan kedua, walaupun faktanya hanya untuk mengganti kencan pertama yang gagal total.

"Maura!! Kamu dengar Mama tidak sih!"

"Dengar Ma," sahut Maura.

"Jangan menatap ponsel saat Mama lagi bicara!

Maura mendongkrak, ia menyembunyikan ponselnya kembali ke saku.

"Mamamu kesal, karan tadi pagi ditinggal kabur begitu saja," Papanya menambahkan sedikit sambil memencet-mencet tombol remot telivisi mencari chenal yang pas.

Maura terkekeh pelan sedangkan Mamanya mendengus, ia kembali menatap putri semata wayangnya itu.

"Bukankah katanya tadi pagi mau pergi kencan, gak jadi eh?"

"Jadi Ma, itu Maura memang pergi kencan, kok."

"Pakai pakaian yang tadi?"

Maura mengangguk santai.

"Astaga, Maura. Kenapa pakai pakaian seperti itu saat kencan? Malu-maluin beradaban saja!" Mamanya histeris dengan asalan yang tidak di mengerti oleh Maura.

Memangnya apa yang salah dengan pakaian Maura? Orang Erlang tidak protes juga, kenapa Mamanya yang heboh.

"Terus, bagaimana reaksi Erlang? Apa dia mengejekmu? Atau dia tidak bicara apa-apa? Astaga, gagal sudah punya calon menantu bibit unggul."

Maura mengerutkan keningnya, menatap reaksi Mamanya yang sangat berlebihan. Ia menoleh ke arah papanya yang juga mengerut bingung.

Papanya memberi isyarat agar Maura cepat pergi, gadis itu mengangguk. "Err … Ma, Maura mau kekamar dulu ya, ngantuk soalnya."

"Maura!! Belum selesai ini introgasinya, balik lagi!!"

"Sudahlah Ma, jangan ikut campur masalah anak muda, biarkan saja Maura."

Sayup-sayup Maura mendengar suara papanya yang berusaha memenangkan Mamanya.

-------Moirai Valentine------

Bintang baru saja sampai ke rumah, perasaannya tidak enak saat menemukan mobil orangtua Sella yang terparkir di bagasi depan.

Di dalam rumahnya juga terdengar tidak sesunyi biasanya. Bintang menyipitkan matanya ke arah meja makan. Ia melangkah mendekat.

"Bintang pulang, Pa." serunya.

"Son, kemarilah."

Bintang menghela berat, ia melangkah mendekati meja makan yang sudah di penuhi oleh orang-orang yang dia kenal.

Mom-nya, yang tersenyum menyambut. Di sampingnya ada Papanya yang menatap dengan bangga.

Om Jhonathan dan juga putri bungsunya Sella Amzella. Mereka duduk tenang menikmati makan malam.

Bintang menarik bangku kosong di samping Sella, kemudian mengdudukinya dengan santai.

"Habis main, Bintang?" tanya Om Jhonathan ramah.

Bintang hanya mengangguk membenarkan.

Waktu terus berjalan, Papanya bicara panjang lebar sepanjang makan malam. Begitu pula dengan Om Jhonathan.

Seperti makan malam yang mereka lalui selama ini. Papanya dan Om Jhonathan berteman, dan tidak mengherankan jika mereka sangat akrab.

Tidak ada yang berubah, hanya saja perasaan Bintang kali ini tidak enak, seolah ada sesuatu yang mengganjal.

"Jadi, kapan kita resmikan acara pertunangan putra-putri kita, Ethan?" tanya Jhonathan.

Degh..

Bintang menghentikan gerakannya yang hampir memasukkan makanan ke dalam mulut. Pemuda itu mendongkrak menatap heran kearah dua orang tua itu.

Pertunangan?

Apa secepat ini?

Bintang sudah mengetahui sejak awal jika dirinya sudah di jodohkan dengan Sella sejak mereka masih kecil. Bukan tanpa alasan, Papanya bersikers untuk membuat hubungan persahabatannya dengan Om Jhonathan semakin erat.

Bintang sudah menghindar sebisa mungkin, ditambah lagi salah satu sahabatnya menyukai gadis di sampingnya itu.

"Terserah saja, Joe. Lebih cepat lebih baik."

Jhonathan mengangguk setuju, "Bagimana jika bulan ini?" tanyanya.

Sella tersendak tiba-tiba. Bintang mengambilkan segelas air putih untuknya.

"Pa! Bintang sudah bilang kan kami masih sekolah." Ini sudah batas limit, sedari dulu Bintanglah yang berusaha menunda-nundanya.

"Tidak masalah, kalian juga akan segra lulus kan?"

"Pa, setidaknya tanya Sella juga."

Bintang menatap Sella sekilas. Ia yakin jika gadis itu juga tidak setuju tentang pertunangan ini, karena dia tau siapa yang Sella sukai.

"Tidak perlu, Bintang. Om yakin Sella sudah setuju, bukan begitu Nak?" tanya Om Jhonathan pada putrinya.

Sella tersenyum kecil, ia mengangguk membenarkan.

Damn it!!

Bintang mengeram tertahan, ia melotot kesal saat irisnya bertubruk dengan milik Sella. Jelas gadis itu sedang berbohong.

"Pa, sepertinya yang dikatakan Bintang ada benarnya. Biarkan mereka lulus dulu baru pertunangan ini kita adakan." Mom membujuk Papanya dengan lembut.

"Ini sudah terlalu lama, Eva. Itu tidak baik." Jhonathan berseru.

"Kita adakan pertunangan, minggu ini dan kalian bisa menikah setelah lulus nanti."

Brakk…

Bintang menghentakkan tangannya ke meja makan, "Bintang tidak setuju."

"BINTANG!! JAGA SIKAPMU!!"

"Pokoknya Bintang tidak mau diatur-atur Pa! Bintang sudah besar, Bintang bisa menentukan yang mana yang baik yang mana tidak untuk kehidupan Bintang sendiri."

Setelah mengatakan itu Bintang melogos pergi, tidak mengiraukan teriakan Papanya yang menyuruhnya kembali.

Bintang menghentakkan kakinya kesal ke arah balkon. Angin dingin berhembus menerpa kulit wajahnya.

Pria itu memejamkan matanya beberapa saat, sampai telinganya mendengar derap langkah seseorang yang mendekat ke arahnya.

Bintang berbalik, kemudian mendenggus saat menatap Sella, "Kenapa kemari?" tanyanya ketus.

"Bintang bisa kita bicara sebentar?"

Bersambung…

Nächstes Kapitel