Waktu mengalir bagaikan air, tak terasa mereka sudah berbicara selama 1 jam lebih dan hanya menghabiskan pembicaraan yang tak ada hubungannya sama sekali dengan kasus yang sedang mereka jalanin berdua tersebut.
Dan karna merasa ketegangan diantara mereka berdua sudah hilang, Rian pun akhirnya memulai topik pembicaraan yang sebetulnya sudah ingin ia sampaikan sejak pertama kali mereka bertemu.
Seraya tersenyum memandangi Vivian Rian pun memulai obrolan beratnya itu. "Baiklah Vivian, aku rasa aku telah cukup mengenalmu sedikit, nah saat ini aku rasa kamu ingin mengetahui kenapa au bisa sangat mencurigai kalian, selain karna banyak mafia yang telah mengontrol pihak kepolisian." Seru Rian tanpa ada keraguan sedikit pun.
Vivian dengan sigap menganggukan kepalanya. "Ya tentu saja."
"Baiklah," ucap Rian seraya kemudian ia mengambil sebuah amplop berisi sebuah file-file penting yang sedari tadi sudah berada disampingnya itu.
File tersebut adalah file yang telah ia ambil di Imagine Caffe beberapa waktu sebelumnya bersama dengan Vivian. "Ini silahkan, kau liat sendiri file-file yang ada disini, file ini berisikan semua data yang berhubungan dengan kasus yang kita selidiki yang telah aku dan rekanku kumpulkan dan jika kau merasa ada yang kau tidak ketahui pada kumpulan file ini, langsung tanyakan saja kepadaku." Seru Rian seraya memberikan amplop berisikan file tersebut kepada Vivian.
Dengan wajah yang begitu terlihat antusias, Vivian menerima amplop berisikan file tersebut. "Baiklah..., akanku periksa." Jawab Vivian dengan sedikit canggung.
Vivian memeriksanya dengan cukup serius, lembaran file demi file ia baca dan lihat dengan teliti, sampai pada akhirnya ia sempat terkejut ketika melihat satu buah foto yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. "Ini apa ?" Tanyanya kebingungan seraya memperlihatkan foto tersebut kepada Rian.
Rian melirik ke arah foto tersebut, dan sedikit tersenyum ketika melihatnya. "Sudah jelas bukan ? jika itu adalah sebuah struk pembelian sebuah makanan dan minuman disebuah kedai makanan tertentu." Jawabnya dengan begitu santainya.
Vivian lalu menarik foto tersebut, dan melihatnya kembali dengan teliti. "Bukan itu maksudku," ucap Vivian agak sedikit kesal. "Maksudku, foto struk itu sendiri tidak pernah terlihat sama sekali selama kami meneliti di tkp tersebut. Struk ini pada kasus pertama bukan ?" Tanya Vivian penasaran.
Rian menganguk. "Ya, kamu benar, ini dari kasus pertama yaitu kematian Jaka dan Istrinya Grace." Jawab Rian dengan raut wajah yang mulai terlihat serius.
"Kalau begitu dari mana kau bisa mendapatkan foto struk ini, sedangkan aku yang saat itu juga ikut turun kelapangan sebagi bagian forensik sama sekali tidak menemukan struk tersebut ?!"
Rian dengan sombongnya mengangkat kedua tanganya seraya berkata. "Ya kalau itu sudah jelas bukan ?, aku mendapatkan itu semua dari para mafia yang kau benci itu Vivian."
Seketika itu benar-benar membuat Vivian terkejut bukan main, bahkan ia sampai-sampai mengeluarkan keringat dingin saat itu. "Ka-kau..., yang benar saja!" Cetus Vivian sedikit terbatah-batah.
"Seperti yang telah aku katakan sebelumnya, bahwa dikepolisian banyak sekali antek-antek para kelompok mafia Vivian, kepolisian tidak sesuci yang kau kira. Karna selama itu diisi oleh manusia, tindak keji akan selalu ada, karna sesungguhnya sifat manusia itu berbeda-beda."
Vivian pun cukup kesal akan fakta yang telah Rian lontarkan, saking kesalnya ia sampai-sampai mengepal tangannya erat-erat hingga urat tanganya sedikit terlihat. Namun ia tidak dapat menyangkal perkataan Rian tersebut, karna jauh didalam lubuk hatinya, ia setuju dengan pernyataan Rian itu.
"Lalu, menurutmu apakah foto struk ini memiliki dampak yang signifikat terhadap kasus yang sedang kita teliti ini Rian ?" Tanya Vivian penasaran seraya terus menatap dan memperhatikan foto tersebut.
"Ya, tentu saja," jawab Rian dengan begitu santainya. Vivian lalu menoleh kearah Rian menatapnya penasaran, seakan-akan meminta jawaban darinya. "Coba kau lihat baik-baik apa saja yang mereka pesan saat itu Vivian."
Vivian lalu melihat foto struk itu sekali lagi dan membacakan apa-apa saja yang tertulis disana dengan suara yang cukup lantang. "2 buah Garden Salad, 1 buah Red Valvet Cake dan 1 buah Kopi Susu," seru Vivian seraya kemudian ia menatap Rian kembali. "Lalu apa masalahnya Ri ? aku tidak terlalu mengrti prihal ini."
Rian yang duduk manis disebelah Vivian, tidak langsung menjawab pertanyaan dari Vivian tersebut, ia lebih memilih meminum teh yang sudah berada tepat didepan matanya, seraya memakan kue nastar yang juga berada didepan matanya itu.
Sementara itu Vivian masih terus menatapnya dengan tatapan eksprersi wajah seseorang yang ingin segera diberikan jawaban. "Grace dan Jaka adalah seorang Vegan." Ucap Rian seraya masih menghirup teh yang ia buat sendiri itu.
Vivian mengerutkan dahinya, ia merasa kebingungan. Bola matanya menyipit, alis matanya merunduk, kerutan didahinya itu pun semakin terlihat jelas, lalu ia membuka mulutnya sedikit karna ia saat itu benar-benar kebingungan dibuatnya, ekspresi wajahnya itu seakan-akan berkata. "Apa, apa maksudnya itu?!" namun kenyataanya Vivian hanya bisa terdiam dan tak bisa berkata apa-apa kepada Rian yang terlihat masih sangat menikmati teh dan juga nastarnya itu.
Lalu setelah merasa cukup menyantap kue nastarnya, Rian meminum kembali teh tersebut secara perlahan dan menikmati suasana kedamaian saat itu sejenak. "Kau tidak usah tegang begitu Vivian, aku sudah susah payah menghidangkan ini semua untukmu, setidaknya kau minum tehnya dan menikmati beberapa butir nastarku itu Vivian." Sahut Rian seraya tersenyum menatap Vivian yang sedang terdiam kaku menunggu penjelasan lebih lanjut perihal Grace dari Rian.
Vivian lalu dengan sigap namun sedikit canggung, mengambil cangkir teh yang berada dihadapanya itu. "Ba-baiklah." Vivian lalu menghirup teh tersebut, sedikit demi sedikit, lalu tak terasa Vivian pun mulai menikmati kehangatan yang dihasilkan oleh teh buatan Rian itu.
"Begini lebih nyaman bukan ?" Seru Rian seraya tersenyum kepada Vivian. Vivian lalu mengangukkan kepalanya perlahan dan tersenyum kepada Rian. "Ya."
Rian lalu menyenderkan tubuhnya disofa yang empuk itu seraya meluruskan kakinya ia pun berkata. "Seperti yang telahku katakan, Grace dan Jaka adalah seorang Vega. Artinya ia tidak akan memakan, atau pun meminum segala sesuatu yang berasal dari hewan. Namun ada hal yang sedikit menarik disini, pada struk tersebut telah dituliskan bahwa mereka memesan 1 buah red valvet dan juga 1 buah kopi susu, bukankah ini sedikit aneh ?" Ucap Rian seraya menatap Vivian dengan tatapan menantang.
Vivian hanya terdiam menatap Rian seraya terus menghirup teh tersebut. "Jika Grace dan juga Jaka adalah seorang Vegan, untuk apa mereka membli sebuah kue red valvet yang jelas-jelas pasti mengandung telur didalamnya, belum lagi mereka berdua juga memesan satu buah kopi susu, ini semakin menjelaskan bahwa mereka saat itu tidak hanya sedang berdua, melainkan bertiga. Lalu jika Grace dan Jaka sampai-sampai repot untuk membelikan orang tersebut kue red valvet, juga es kopi susu, itu artinya orang tersebut adalah tamu yang cukup dekat dengan salah satu dari mereka, dan melihat waktu kejadiannya adalah malam sebelum hari raya, a.k.a takbiran, itu artinya tamu tersebut juga tidak menjalankan hari raya, sama seperti Grace dan juga Jaka, artinya aku bisa bilang bahwa orang ketiga ini adalah seorang yang cukup dekat dengan mereka berdua, atau setidaknya salah satu dari mereka." Ucap Rian mejelaskannya dengan panjang lebar.
Penjelasan tersebut sedikit membuat Vivian terkejut, dan akibat itu Vivian yang sedang menikmati teh buatan Rian, tiba-tiba saja tersendak dibuatnya. "Tunggu dulu Ri, apa maksudmu itu ?" Seru Vivian yang menjadi semakin penasaran dibuatnya.
"Ya, aku berasumsi bahwa The Blue Bird Murder adalah orang yang cukup dekat dengan Grace atau pun Jaka, kurasa setidaknya orang tersebut dekat dengan salah satu dari mereka. Akan tetapi jika aku mempertimbangkan bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih yang hanya tinggal berdua disebuah rumah, terlebih saat itu kejadianya adalah malah hari, aku pun dapat berasumsi bahwa orang ketiga tersebut adalah wanita, dan lebih tepatnya ia adalah teman dari Grace." Ucap Rian dengan sangat yakin.
"Kenapa kau bisa seyakin itu Rian ?"
"Simpel, kejadian itu adalah malam hari, jika kita lihat dari waktu pemesananya yaitu tepat jam 10 malam, yang artinya saat itu bisa dikatakan sudah lewat batas dari waktu untuk bertamu pada umumnya, dan jika begitu maka aku dapat pastikan bahwa orang ketiga itu bukanlah teman dari Jaka. Itu karna Jaka adalah seseorang yang cukup tertutup, ia jarang sekali nongkrong dengan teman-temannya hingga malam hari, apalagi mengundang temanya sampai malam hari, itu sangatlah tidak mungkin. "
Vivian menaruh cangkir berisikan teh yang sedari tadi ia pegang dengan tangan kirinya, lalu ia perlahan membuka toples berisikan nastar, dan mulai mengambilnya butir demi butir. "Jadi itu alasanya kau bilang bahwa the blue bird murder adalah teman dari Grace ?" Tanya Vivian seraya menyemil kue nastar.
Rian tersenyum simpul. "Ya, mungkin itu salah satunya. Akan tetapi bukan itu point pentingnya, karna itu terjadi malam hari, maka yang paling mungkin untuk diajak adalah teman dari sang Istri yaitu Grace. Karna jika teman dari suami hingga larut malam masih ada dirumah, maka tentu saja akan menimbulkan gosip disekitar tetangga, yang mana itu sangat-sangat dihindari oleh Grace dan Jaka. Lalu selain itu karna ini adalah teman dari Grace, maka sangat memungkinkah bahwa orang tersebut adalah wanita, karna jika ia laki-laki maka akan balik kepada point sebelumnya, yaitu akan menimbulkan desas desus dimasyarakat."
Vivian lalu mulai tertarik dengan penjelasan Rian, ia mulai terlihat serius menanggapi hal tersebut, sampai-sampai ia berhenti memakan nastar, yang mana ia selalu tidak bisa berhenti memakan kue tersebut sebelum kue tersebut habis, karna nastar adalah kue favoritenya. Lalu setelah berhenti memakan nastarnya, Vivian menutup toplesnya serta meminum sedikit tehnya untuk melancarkan tenggorakannya yang sedikit terasa serat sehabis memakan nastar tersebut. "Seorang teman dari Grace dan juga merupakan seorang wanita, hmn... menarik." Ucap Vivian seraya menaruh tanganya di dagunya.
"Owh... tentu saja ini menarik," seru Rian yang sekarang tersenyum menyeringai kearah Vivian. Yang mana sebetulnya senyuman tersebut sedikit membuat Vivia takut. "Namun bagian serunya tidak hanya berhenti sampai disitu Vi, fakta bahwa Grace adalah Vegan tidak banyak yang mengetahui hal tersebut kecuali teman dekatnya seperti diriku, melihat fakta bahwa si pembunuh tersebut memesan red valvet dan juga es kopi susu, itu telah membuktikan bahwa ia tidaklah mengetahui bahwa Grace adalah seorang Vegan, yang artinya kemungkinan ia tidak memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Grace, namun pada akhirnya ia mengetahui hal tersebut, ia mengetahui bahwa Grace dan Jaka adalah Vegan. Makadari itu ia membuang bukti struk tersebut hilang dari pencarian pihak kepolisian, namun fakta bahwa anggota kepolisian yang bekerja dibawah mafia bisa memfoto struk tersebut, itu artinya si pembunuh tidaklah menghilangkan bukti tersebut ketika ia selesai membunuh, melainkan ketika sedang terjadinya pemeriksaan tkp, itu artinya dapatku katakan bahwa kemungkinan besar, the blue bird murder adalah orang yang berada disana saat itu, artinya the blue bird murder adalah seorang anggota kepolisian yang juga ikut memeriksa kasus tersebut dihari itu." Ucap Rian tanpa adanya keraguan sedikit pun dari tutur katanya tersebut.
Pertkataan Rian tersebut benar-benar membuat Vivian bergetar kebingungan, ia tak tau apa yang harus ia katakan saat itu. Ia tidak tau apakah ia bisa mempercayai semua omongan yang keluar dari mulut Rian barusan atau apakah ia tidak harus mempercayainya dan menganggap itu hanyalah omong kosong belakang.
Namun dengan fakta-fakta yang telah Rian lontarkan itu justru membuat Vivian tidak bisa mengelak bahwa dalang dibalik kasus pembunuhan ini adalah salah satu dari pihak kepolisian, namun kebanggaanya sebagai kepolisian terus-menerus menolak fakta tersebut.
Dengan sedikit jengkel Vivian menanyakan sesuatu kepada Rian. "Lalu siapa menerutmu Ri ?" Tanya Vivian.
Rian lalu tersenyum menyeringai kembali seraya menatap tajam kearah Vivian. "Jujur saja, berdasarkan apa yang telahku temukan, aku tak bisa menemukan suspect lain selain dirimu Vivian. Ya, aku sangat mencurigaimu Vivian. Ku rasa kau adalah The Blue Bird." Seru Rian dengan sangat percaya diri.
Vivian terkejut bukan main mendengarnya, jantungnya berdegup sangat kencang, ia tidak menyangka ia bisa dituduh seperti itu oleh idolanya sendiri yaitu Rian Alfarizi. Vivian memang tidaklah marah dengan hal itu, namun ia sedikit merasa kecewa dibuatnya. Wajahnya menatap Rian dengan tatapan memelas dan kecewa, raut dari tatapan wajahnya seakan-akan berkata. "Kenapa, kenapa kau bisa bilang hal itu kepadaku, kenapa aku ?!"
Melihat wajah Vivian yang nampak terkejut dan terdiam kaku menatap dirinya, Rian pun mulai berbicara menanggapi hal tersebut. "Dari tatapan matamu dan ekspresi wajahmu aku sudah dapat menebak apa yang ada dalam pikiranmu itu Vi, mungkin kau bertanya-tanya kepadaku. Kenapa aku bisa mencurigai dirumu, kenapa aku ?. Jika memang iya, mungkin jawaban yang akan kuberikan adalah karna kau adalah teman dekat Grace."
Mendengarkan jawaban Rian tersebut hanya malah membuat Vivian terkejut kembali. "Apa maksudmu, karna hanya aku yang menjadi teman Grace, bukan berarti aku yang menjadi pembunuhnya, lagipula mana mungkin aku membunuh temanku sendir, apa kau sudah gila Rian ?, aku bahkan menangis histeris didepan kuburannya, ketika pemakamannya terjadi, bukankah sangat jahat jika kau menuduhku tanpa bukti konkret sedikit pun !"Teriak Vivian menunjukan kekesalannya terhadap Rian.
Rian menghela nafasnya sejenak, lalu ia memejamkan sejenak matanya sebelum kemudian ia membukanya kembali, dan lalu menatap Vivian tajam. "Ya, kurasa aku memang sangat kejam menuduhmu sebagai dalang dari kasus pembunuhan dirumah Grace, akan tetapi selain karna kau adalah temannya Grace kau juga adalah anggota kepolisian, selain itu kau juga ikut ditugaskan untuk memeriksa ke tkp sebagai kepala bagian forensik, yang mana itu artinya kau memegang wewenang dan kenadali dalam penyelidikan tersebut, termasuk barang bukti struk yang hilang. Bagi dirimu saat itu, sangatlah mudah untukmu menghilangkan bukti tersebut, dari sanalah aku mulai menaruh rasa curiga terhadapmu," ucap Rian menjelaskan kepada Vivian.
Lalu Rian sejenak meminum kembali teh miliknya untuk menenangkan pikirannya, begitupula dengan Vivian, yang juga ikut meminum teh itu sejenak untuk menenangkan pikiran serta perasaanya yang campur aduk itu.
Setelah selesai meminum teh tersebut, Rian menaruh cangkir tersebut tepat di meja didepannya.
"Akan tetapi aku juga memiliki keraguaan terhadapmu, melihat kasus-kasus belakangan ini, dimana kau selalu ada ditempat yang cukup jauh dengan tkp, dan bagaimana kau berusaha keras untuk menyelesaikan kasus ini semenjak kau dijadikan sebagai detektif yang menangani kasus ini, aku pun mulai merasa terlalu berlebihan jika aku mencurigai dirimu yang sangat gigih menemukan the blue bird murder itu. Memang pada awalnya kecurigaanku kepadamu itu bisa dikatakan sekitar 80% namun setelah aku bertemu denganmu dan mengetahui seperti apa dirimu itu kecurigaanku terhadapmu turun menajdi 10% saja, jadi jujur saja hingga saat ini aku masih curiga terhadapmu namun aku jauh didalam lubuk hatiku, aku mempercayaimu."
Vivian pun sedikit merasa senang akan hal itu, ia pun sedikit tersenyum malu-malu dan membuang wajahnya dari Rian, pipinya memerah , ia pun jadi sedikit salah tingkah karnanya. "Lagipula apa-apaan itu?!, kau tidak mempercayaiku namun disisi lain kau juga mempercayaiku, sungguh aneh." Sahut Vivian dengan nada yang gembira.
Meski Rian masih mencurigai dirinya, ia sedikit merasa lega dan senang karna disisi lain Rian juga mempercayai dirinya, dan rasa percaya Rian kepada dirinya jauh lebih besar daripada rasa curiga Rian kepadanya.