webnovel

Bab 14 part I

Dari part ini sudah mulai hot-hotnya ya

Peringatan 21+

Mohon bijak dalam memilih bacaan ya, yang belum cukup umur dimohon menjauh.

"Sir...!!". Saya mau dibawa kemana?. "Sir…!!". Lalita mencoba menarik tanganya dari genggaman Lardo. "Sir….!!". Saya harus bersama Rita di rumah sakit. Sir…!!", Lalita merengek semakin kesal dengan sikap seenaknya Lardo.

Saat mereka mendarat tadi. Lardo langsung menarik tangan Lalita. Tidak membiarkan Lalita mengikuti dokter dan para perawat yang membawa Rita ke dalam rumah sakit. Lardo malah menarik Lalita memasuki lift. Lalita sempat bingung dan membiarkan Lardo membawanya, di dalam lift Lalita melihat angka yang ditekan Lardo, menunjukkan lantai dasar dimana parkiran mobil berada.

Lardo mengeram kesal mendengar teriakan Lalita. Berhenti berteriak Lalita bentak Lardo. Lagi pula kau tidak dibutuhkan disini tidak ada yang bisa kau lakukan dengan tetap berada disini. Aku lebih membutukanmu. Kita harus berganti pakaian setelah perjalanan jauh. Kita juga membutuhkan istirahat dan makan, Lardo menjelaskan.

Lalita mengeleng. Saya tidak membutuhkan itu semua. Jika anda lelah, anda bisa pulang dan beristirahat. Saya akan tetap berada di rumah sakit menemani Rita. Lalita menghentakan tangannya hingga terlepas dari gengaman Lardo.

Lardo menatap dingin Lalita. Sudah aku katakan kau tidak dibutuhkan di rumah sakit, pulang dan istirahat. Setelahnya aku tidak akan menghalangimu untuk menunggui Rita di rumah sakit. Sekarang ikut aku.

Lalita melihat sekitarnya sebelum balas berteriak. Benar saja kalau mereka sekarang berada diparkiran. Bagaimana saya bisa pulang dan beristirahat sedangkan saudari saya sedang dirawat di rumah saki. Saya sangat mengkhawatirkan keadaan Rita. Anda benar-benar menjengkelkan saya sangat berterima kasih atas semua bantuan anda.

Tapi anda tidak bisa seenaknya saja mangambil keputusan. Rita saudariku satu-satunya keluarga yang saya miliki dan saya akan menjaganya. Saya sendiri yang tahu apa yang saya butuhkan jika saya lelah saya akan beristirahat, tapi setelah perawatan Rita dan setelah melihat Rita baik-baik saja. Lalita sangat emosi dengan perlakukan Lardo yang seenaknya saja.

Sebuah mobil mewah mendekat.

"Tuan muda..", seorang pria membungkuk hormat

Lardo mengabaikan luapan emosi Lalita. Menarik tangan Lalita dan mendorongnya masuk kedalam mobil.

Lalita berusaha ke luar dari dalam mobil. Lalita melotot mendapati pintu mobil terkunci. Lalita menoleh pada Lardo yang duduk di sampingnya, "Sir…..", biarkan saya keluar mohon Lalita dengan napas memburu menahan emosi. Perasaan cemas dan khawatir pada keadaan Rita membuat Lalita tidak bisa berpikir jernih. Perasaannya tidak tenang sebelum melihat keadaan Rita.

Lardo menahan kesal melihat kekeras kepalaan Lalita. Rita tidak membutuhkanmu. dokter dan perawat sedang menangani Rita. Aku akan mengantarmu kembali ke rumah sakit setelah menuntaskan kebutuhanku. "Roaland", jalan

Lalita menatap Roland yang menganguk patuh pada perintah Lardo. Lalita memilih diam tidak membantah. Lalita sibuk dengan pikirannya sendiri, apa maksud dari kata-kata Lardo tadi?, apa yang perlu dituntaskan?, apa ada pekerjaan yang harus Lalita lakukan?, otak Lalita berpikir keras mencerna perkataan Lardo yang ambigu.

Lalita kembali bertanya. Kemana anda akan membawaku sir?

Lardo menatap Lalita dengan wajah datar. Apartemenku.

"Kenapa anda membawa saya ke apartemen anda, apa ada pekerjaan yang harus saya kerjakan untuk anda?, tanya Lalita dengan mimik wajah bingung.

Lardo mengabaikan Lalita, menyibukan diri dengan phonselnya

Lalita mendengus, kesal karena pertanyaanya diabaikan.

Lardo, "ya, besok aku pasti datang. Kau tidak perlu membentaku sialan. Ya aku tahu. Lardo menatap kesal phonselnya. Dante baru saja menghubunginya dan langsung memaki yang dibalas makian oleh Lardo.

Roland kau sudah tahu tugasmu kan. Tiga hari ini aku mau kau mengantikan posisi Robi. Apa bajingan itu ada menghubungimu?. Seharusnya sejak dulu aku memecat Robi, bajingan itu sering sekali membantah perintahku, umpat Lardo semakin kesala mengingat orang kepercayaanya itu.

Roland mengeleng. Robi mematikan phonselnya. Kalau anda mau anda bisa memecatnya sekarang juga tuan muda. Anda yang terus mempertahankan Robi disisi anda, bahkan sejak kecil tuan muda sangat menyukai Robi dan mulut lancangnya.

Lardo mengernyit. Mengabaikan sindiran Roland.

Lardo menoleh ke kirinya dimana Lalita duduk, Lardo tersenyum mendapati Lalita sudah tertidur.

Roland menatap Lalita dari kaca sepion mobil. Bukankah wanita yang sedang bersama anda itu, salah satu sahabat nona Mia, tuan.

Lardo menatap tajam Rolad. Aku ingin kau tutup mulut jika ada yang bertanya

Roland membuat gerakan mengunci mulut dengan jarinya.

Mereka sampai di apartemen Lardo.

Lardo menatap Lalita yang masih terlelap. Dasar gadis keras kepala. Lardo mengecup lembut kening Lalita. Kemudian mengendong Lalita membawanya masuk kedalam apartemen mewah miliknya.

Lardo berhenti sebentar. Kau bisa kembali besok pagi, perintah Lardo sebelum melewati Roland yang menunduk hormat. Aku tidak ingin diganggu. Pergilah

Lardo membaringkan Lalita dengan hati-hati diranjang besar miliknya

Lardo selesai membersihkan diri, menatap ke arah tempat tidur. Melihat Lalita yang masih tertidur pulas. Lardo membelai lembut pipi Lalita. Malam ini aku akan membiarkanmu tidur, tapi tidak untuk lain kali.

Lardo mengecek phonselnya. Aku akan ke ruang kerjaku, tunggulah, Lardo mematikan ponselnya.

"Maaf tadi aku membentakmu. Dante menyugar rambutnya frustasi. Apa yang kau lakukan di Sukabumi?, Suryo mengatakan padaku semalam kau berangkat ke Sukabumi.

Lardo menatap lawan bicaranya dengan wajah datar. Mereka sedang di ruang kerja Lardo, lima belas menit yang lalu Dante menghubunginya dan mengajaknya bertemu. Karena malas untuk bertemu di luar Lardo menawarkan apartemenya

Lardo mengabaikan pertanyaan Dante. Ada apa denganmu Dante?, kau tampak sangat kacau belakangan ini, temparamen burukmu semakin menjadi-jadi. Kau membuat anak-anak semakin takut. Apa Marwan mulai berulah lagi, kali ini apa lagi yang Marwan lakukan?. Lardo menatap Dante yang mendesah panjang sebelum menegak brendi ditanganya dalam sekali teguk.

Dante menghela napas panjang. Isteriku melarikan diri dan aku tidak tahu kemana lagi harus mencarinya, Dante menarik rambut frustasi. Disaat aku baru mengetahui kalau aku akan menjadi seorang ayah

"Hukk…hukkk…..Lardo tersedak minumannya sendiri. Isteri ulangnya tidak yakin dengan apa yang didengarnya. Menjadi seorang ayah. "Kau….!!"tunjuk Lardo sudah menikah".

Dante menatap tajam Lardo. Tepat di hari meninggalnya Widanta. Pria tua itu memaksaku menjadi wali sah dari putra kecilnya, "Riko", dan menjadikan Riko putraku. Dante terkekeh geli aku tidak pernah menyangka akan merasakan perasaan gila seperti yang saat ini aku rasakan. Hampir lebih dari seminggu aku menelusuri beberapa kota besar untuk mencari keberadaan wanita yang tidak pernah aku inginkan menjadi ibu dari anak-anakku. Dante menertawan kebodohannya sendiri. Apa aku sedang dikutuk rutuk Dante

Dante kembali mengisi gelasnya. Aku membenci semua keadaan ini. Aku merasa tidak berdaya dan kosong, belum pernah dalam hidupku aku merasa tidak ada yang bisa aku lakukan selain mabuk dan bersikap putus asa. Sial maki Dante melemparkan gelasnya kelantai hinga pecah berkeping-keping.

Lardo mengeluarkan gelas baru, meletakannya di meja, mengisinya dengan brendi dan es batu. Lardo masih setia dengan wajah datarnya mendengarkan semua cerita Dante dan hanya bisa bersimpati. Apa kau membutuhkan bantuanku. Aku akan mengerahkan orang-orang kepercayaanku untuk membantu melakukan pencarian. Kau bisa membagikan informasi yang dibutuhkan dalam pencarian.

Dante mengeleng. Tidak perlu. Aku hanya ingin mabuk hari ini dan mencoba melupakan masalahku sejenak.

Lardo mengangguk kalau begitu kau bisa mabuk sepuasmu. Aku penasaran bagaimana seorang Dante pria yang terkenal kejam dan dingin. Terlihat saat mabuk sampai teller tak sadarkan diri. Untung-untung aku akan mengabadikan poto atau vidiomu untuk aku bagikan pada Max dan Ramond itu akan menyenangkan. Kekeh Lardo

Dante hanya melengos mendengarnya

Nächstes Kapitel