"Assalamualaikum dokter Rabia apa kabar? kau tidak menyangka kita bisa bertemu lagi?" ucap Kanaya tersenyum manis.
"Waalaikumussalam dek, manggilnya kakak aja ya. Lagi pula kan ini bukan rumah sakit." jawab Rabiah tersenyum manis.
"Iya kakak, terimakasih karna telah menolong mama." ucap Kania tersenyum manis.
"Saya hanya perantara dari Allah, dan yang menolong bu Rahma adalah Allah dan do'a dari kalian semuanya." ucap Rabia dengan renda hati.
"Kamu anak yang baik nak." ucap Rahma tersenyum manis.
"Hemmmmm kak Rey dari tadi mandangin kak Rabia terus tapi gak berani nyapa?" tanya Aira dengan jahil.
Tatapan mata orang langsung tertuju pada Ray, sedang Ray bersedekap sok sibuk dengan handphone nya untuk menghindari pertanyaan aneh dari adiknya yang jail itu.
"Tidak, aku hanya sedikit melamun tadi." ucap Ray sambil pura-pura sibuk mengecek pesan pada ponsel nya.
"Kakak telah tertangkap basah masih saja pura-pura" ucap Aira dengan gemas.
"Iya Abang ni.... kak Rabia kan cantik iyakan pak Al?" tanya Kanaya pada Al.
"Tentu saja sayang, tapi dirimu yang paling tercantik bagiku." ucap Al tanpa mengeluhkan tatapannya pada Kanaya.
"Alasan aja Lo sob, bilang aja Lo kalo suka Ama adek bontot gue?" tanya Ray.
"Iya gue emang suka, bahkan udah cinta ama Kanaya, kalo Lo suka gak ama kakak nya si Arka??" tanya balik Al.
"Gue..... gue...." ucap Ray terputus.
"Maaf semangat seperti ini sudah sangat malam, ayo dek kita pulang nanti ibu dan ayah nyariin." ucap Rabia dengan cepat.
"Tapi kan kak...." ucap Arka terputus .
"Om Tante semuanya kami permisi pulang dulu, assalamualaikum." ucap Rabia yang telah menyeret lengan jas panjang Arkan yang dikenakan Arka untuk memaksanya pulang.
"Iya sayang, hati-hati dijalan waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." ucap rahma tersenyum manis.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh", jawab Kanaya, Al, Aira,dan Jalal.
Sedangkan Ray hanya terbengong menatap punggung Rabia yang mulai menjauh.
"Tadi aja Abang gak berani bicara, sekarang nyesel kan kak Rabia nya udah pergi?" tanya Kanaya.
"Tadi kan aku udah ngomong dek." ucap Ray dengan lesu.
"Sabar sob, dia cuman pergi pulang kerumah orang tuanya bukan pergi ke pelukan laki-laki lain." ucap Al memberi saran.
"Ray, Papa ingin bicara serius dengan mu. Papa tau kau masih belum memaafkan Papa.... tapi nak sebaiknya kau memperjuangkan nya jika kau benar-benar mencintainya." ucap Jalal.
"Iya.. Pa..., Ray sudah memaafkan Papa." ucap Ray yang kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
"Rey hanya butuh waktu sendiri." ucap Rahma yang memahami perasan putranya itu.
"Rahma apakah kau juga akan memaafkan aku, tolong maafkan aku...." ucap Jalal memohon.
"Iya mas aku telah memaafkan mu, tapi aku tidak bisa kembali bersama mu." jawab Rahma dengan ragu.
"Tapi kenapa?, apakah kesalahan ku terlalu banyak?" tanya Jalal.
"Tidak mas, aku memerlukan waktu..... memikirkan hal ini yang mungkin akan membuat ku kembali kecewa nanti." ucap Rahma yang kemudian menyusul Ray pergi.
"Putri-putri Papa..... apakah kalian juga akan meninggalkan Papa seperti Mama dan Abang kalian? tolong maafkan lah Papa?" ucap Jalal penuh penyesalan.
"Tidak Papa Aira akan selalu bersama papa dan tidak meninggalkan papa atas izin Allah." ucap Aira yang tersenyum manis sambil memeluk papanya.
"Kanaya juga sayang Papa dan telah memaafkan kesalahannya Papa lagi pula ini adalah takdir." ucap Kanaya yang kemudian ikut memeluk papa dan saudara kembarnya itu.
"Hemmm.... om, maaf boleh gak kalau Al ikut pelukan juga?" ucap Al yang sejujurnya ingin menghangatkan suasana yang sedih ini.
"Tidak boleh, kau pasti ingin mencari kesempatan untuk memeluk putri bungsu ku kan?" tanya Jalal yang seketika melupakan kesedihannya.
"Hehehehe om tau aja," ucap Al yang cengengesan.
"Saya memang telah menjodohkan kamu dengan putri saya ini, tapi kamu hanya boleh menyentuhnya nanti setelah ijab kabul." ucap Jalal dengan tegas.
"Baik om, siap laksanakan." ucap Al yang bertindak seperti seorang tentara sedang laporan.
"Cie..... yang bentar bagi... bakalan nikah?" ucap Aira yang menjahili Kanaya.
"Apaan sih kan bukanya masih lama kan Papa??" tanya Kanaya lagi.
"Iya nak, paling tiga bulan lagi." jawab Jalal.
"Apa om.... lama banget, kenapa gak besok aja?" ucap Al protes.
"Gak, gak ,gak.... itu terlalu cepat kenap gak di tunda sampai Kanaya selesai S2 aja papa?" tanya Kanaya dengan wajah memelas.
"Gak bisa itu kelamaan sayang, Om saya setuju 3 bulan lagi." ucap Al yang tersenyum manis menatap muka kanaya yang cemberut tapi terlihat sangat mengemaskan.
"Al bener nak, jika menunggu kamu lulus S3 kasian Al usianya udah hampir kepala tiga." ucap jalal.
"Iya sih om, tapi aku baru 29 tahun kok belum sampai tiga puluh". ucap Al yang membela diri.
"Itu namanya sama aja hampir kepala tiga bang Al ." ucap Aira dengan malas Al.
"Tapikan, tapi..." ucap Al yang terputus.
"Gak ada tapi- tapian, yang jelas pak Al itu udah tua." ucap Kanaya dengan telak.
"Kamu gak boleh kayak gitu dong nak, dia inikan calon suami kamu." ucap Jalal menasehati putri bungsunya itu.
"Tapikan Papa kami belum tunangan itu artinya, Kanaya belum jadi calon istrinya pak Al." ucap Kanaya dengan tegas.
"Om besok malam, Al dan orang tua Al akan datang secara resmi untuk melamar Kanaya." ucap Al dengan wajah serius tidak seperti tadi.
"Apaan sih, kok malah besok?"ucap Kania yang menyesal dengan kata-kata yang telah di ucapannya tadi.
"Kok kamu plin plan sih Aurora, tadi kan kamu yang ngode untuk bang Al agar cepat-cepat ngalamar kamu. Kok malah sekarang kamu yang bingung?" tanya Aira.
" Ya aku tadi bicara gitu biar pak Al nyerah, bukan ngode malah jadi dipercepat kayak gini." ucap Kanya dengan sewot.
"Udah.... udah..., Al besok kamu datang aja gak papa kita akan mengikat kalian terlebih dahulu lebih cepat kan lebih baik." ucap Jalal yang mendukung Al.
"Terimakasih om," ucap Al yang tersenyum bahagia.
Jika Al sangat bahagia lain halnya dengan Kanaya yang merasa belum siap jika harus diikat dengan hubungan yang sangat sakral ini dalam jangka waktu dekat ini. Bahkan Kanaya terlihat murung bukan karena tidak bahagia tapi karena Kanaya cukup takut jika mungkin Al akan bisa mengikatnya dan bosan setelah itu. Kanaya tidak ingin bernasib seperti Mamanya yang telah ditinggal Papanya ya walaupun itu semuanya karna demi untuk menyelamatkan saudaraku kembarnya itu tapi kanaya cukup paham akan rasa sakit yang telah dirasakan oleh Mamanya, lebih baik seperti Uma dan bapaknya saya kisah mereka lebih baik dan bahagia karena bapak sangat dewasa dan paham agama bisa membimbing Uma, sedangkan Kanaya masih kekanak-kanakan dan Al seperti sama saja.
bismillahirrahmanirrahim tolong jangan lupa simpan keperpustakaan, komentar, review dan vote