Bukanya mendengar ocehan sang Ibu yang sedang mengoceh karna kecewa kepadanya, Nana malah membentak Ibunya dengan kasar lalu mendorong kursi rodanya sendirian.
Dia tak memedulikan hati sang Ibu yang sakit karna ucapannya.
Dia malah mengurung dirinya di dalam kamar. Dia masih menyesali karna darah Larisa mengalir dalam tubuhnya.
Dia sangat membenci Larisa, rasanya dia tak terima berutang budi kepada Larisa.
"Siapa suruh menyelamatkanku? harusnya kalian biarkan aku mati saja, toh memang itu yang aku ingin kan!" gerutu Nana.
Lalu dia melihat ada sebilah pisau menancap di sekeranjang buah apel yang di taruh di meja kamarnya.
"Kamu pikir dengan darahmu berada di dalam tubuh ku, lalu aku akan berterima kasih kepadamu?" Nana menggelengkan kepalanya, "tidak! sama sekali tidak!"
Nana meraih pisau itu dan hendak mencoba bunuh diri lagi.
Dia mengangkat tinggi pisaunya dan sudah bersiap untuk menghunjamkan ke atas perutnya.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com