webnovel

Larisa Yang Mencekik Seruni

Seruni sangat syok ketika mendengar Larisa menyebut nama Larasati. Karna dia tak menyangka jika Larisa mengenal Larasati.

Dan di saat itu dia langsung bertanya kepada Larisa lagi.

"Kamu tahu dari mana, kalau wanita yang ku maksud mirip denganmu itu adalah Larasati?" tanya Seruni.

"Aku tahu, karna ada beberapa orang yang bilang begitu. Mereka hanya bilang aku mirip dengan Larasati bukan karna wajahku, tapi karna penampilan ku dan tingkah laku ku."

Seruni tampak terdiam mendengarkan penjelasan Larisa. Dan menyadari Seruni yang terdiam membuat Larisa merasa canggung dan menghentikan pembicaraannya lalu turut terdiam.

"Loh, kenapa terdiam? aku ini sedang mendengarkanmu, tapi kenapa kamu malah terdiam?" tukas Seruni.

Lalu sambil menganggukkan kepalanya sesaat. Larisa melanjutkan pembicaraannya.

"Bahkan, saking miripnya penampilanku dengan Larasati. Bu Amara sampai menyuruhku merubah penampilanku seperti sekarang," jelas Larisa.

"Tunggu! Amara sampai menyuruhmu begitu?" Seruni tampak syok, "memangnya mana fotomu yang sebelumnya?" tanya Seruni yang merasa penasaran.

Dan Larisa mengeluarkan kartu pelajarnya dari dalam saku bajunya.

"Ini, Bu!" Larisa menyodorkan kearah Seruni.

Dan saat melihatnya, mata Seruni langsung melotot tajam.

Dia kaget bukan kepala. Melihat gaya rambut mulai kacamata dan sorot mata Larisa yang benar-benar mirip dengan Larasati.

Dan seketika dia teringat dengan putrinya yaitu Audrey yang saat ini sedang berada dirumah sakit karna luka di kepalanya.

Dia merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak percaya dengan ucapan Amara. Dan dia ingin mendengar langsung dari kesaksian orang lain. Namun dia tidak tahu jika orang yang di maksud kerasukan dan menyerang Audrey itu adalah Larisa.

 

"Baik, aku ingin bertanya satu lagi denganmu," tukas Seruni.

"Iya, Ibu ingin bertanya apa?" sahut Larisa.

"Apa kamu tahu tentang kejadian yang menimpa Audrey putrimu? kalau  iya tolong ceritakan kepadaku sekarang!"

Larisa langsung kaget saat mendengar ternyata wanita yang sedang mengobrol dengannya itu adalah ibunya Audrey.

"Audrey! a-ak—"

"Loh, ayo bicara! kenapa malah ketakutan begitu? ayo cepat katakan saja!"

Larisa semakin ketakutan saja untuk menceritakan. Karna pelakunya adalah dirinya. Yang kala itu sedang di rasuki oleh arwah Larasati.

"Bu, seb-sebenarnya, pelakunya adalah, ak—"

"Kenapa jadi ketakutan begitu? jangan bilang kalau pelakunya itu adalah dirimu!"

Larisa langsung menunduk.

"Maaf, Bu. Tapi saya benar-benar tidak sengaja," jelas Larisa.

"Apa?!" Seruni langsung menggebrak mejanya.

Brak!

"Apa! jadi kamu yang membuat putriku celaka?!"

Seruni langsung menarik rambut Larisa, "Dasar, sial! beraninya ya, kau! tidak tahu sedang berurusan dengan anak siapa hah?!"

"Ampun! Bu, saya tidak sengaja!"

 

Karna keributan itu membuat seorang penjaga kantin datang dan berusaha melerai mereka berdua.

"Hay, sudah tolong hentikan! jangan bertengkar disini!" bentak pemilik kantin sekolahan itu.

Namun Seruni masih menjambak rambut Larisa, hingga Larisa merasa kesakitan.

Seorang penjaga kantin itu memanggil petugas security sekolahan untuk membantu melerai mereka.

 

Namun belum sempat melerai, tiba-tiba Larisa malah sudah menyerang balik Seruni. Hingga Seruni pun terjatuh. Di saat itu Larisa langsung mencekik leher Bu Seruni. Dengan kuat, seketika wajah Larisa sudah berubah menjadi wajah Larasati.

Sambil tersenyum aneh Larisa berkata kepada Seruni.

"Seruni, masih ingat aku?!" ucap Larisa.

Dan Seruni pun kaget bukan main. Dia terus berusaha melepas tangan Larisa yang mencekiknya itu. Namun begitu sulit, sampai pemilik kantin yang di bantu oleh security pun tidak bisa menghentikan Larisa.

Tenaga Larisa menjadi sangat kuat dan bahkan kedua orang itu sudah beberapa kali mendorong tubuh Larisa yang sedang berada di atas perut Seruni itu agar terjatuh, namun masih saja tidak mampu.

Mereka berdua berteriak-teriak karna khawatir jika Seruni tidak dapat terselamatkan. Hingga datanglah Bu Amara sang Kepala sekolah.

Dan dia mencoba menolong sahabatnya yang sedang dalam bahaya itu.

"Hey! hentikan! Larasati tolong jangan bunuh dia!" teriak kepala sekolah itu.

"Hah, Larasati? bukannya namanya Larisa ya?" tanya pemilik kantin kepada petugas security.

"Ah, mungkin dia hanya salah sebut saja!" jawab security.

 

 

Dan mendengar teriakan Bu Amara, Larisa pun langsung melepaskan cekikannya. Seketika dia berdiri hendak menghampiri Amara. Saat Larisa akan berjalan kakinya tak sengaja menginjak perut Seruni. Seruni pun merasa kesakitan.

"Awgh! sakitnya...!" raung Seruni.

 

Dan dengan langkah pelan Larisa mulai mendekat kearah Amara.

"Amara!" teriak Larisa.

Amara mulai ketakutan dan dia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi air putih yang dia dapat dari seorang para normal yang dia temui.

Seketika Amara memercikkan cairan itu kearah tubuh Larisa.

Sontak Larisa Langsung merasa kepanasan.

Dia berteriak-teriak histeris. "Panas! panas! AAAh...!"

Seketika Larisa terjatuh. Dan arwah Larasati langsung keluar dari tubuh Larisa.

Saat itu Alex datang dan langsung melarikan Larisa ke ruang UKS.

Sementara Seruni langsung di ajak ke ruang kepala sekolah oleh Bu Amara.

Untungnya dia tidak apa-apa, walau tubuhnya sedikit lemas karna tadi berusaha melawan Larisa.

 

"Ini benar-benar gila! aku hampir mati karna gadis itu!" gerundel Seruni.

"Aku sudah bilang, kalau dia itu masih dendam kepada kita, dan lewat gadis itu dia mencoba menyerang kita," tutur Amara.

"Tapi tidak mungkin kan? masa iya orang yang sudah mati bisa balas dendam! aku masih tidak percaya dengan semua ini!"

"Aku, pun awalnya begitu. Tapi setelah aku merasakannya sendiri aku baru percaya!" tutur Amara.

"Amara, kenapa tidak kau keluarkan saja gadis itu dari sekolah ini. Mungkin dengan begitu, dia tidak akan mengganggu kita lagi!" ujar Seruni.

"Aku juga sedang memikirkan itu. Tapi ... tidak semudah itu. Karna dia adalah anak paling cerdas di sekolah ini. Dia pemenang Olimpiade matematika dan fisika perwakilan sekolah ini. Dia selalu menang dan tidak pernah kalah. Jadi dia adalah aset berharga selolah ini. Pemilik sekolah tidak akan setuju!" jelas Bu Amara.

Seruni pun merasa kesal. Dia benar-benar tidak habis pikir dirinya di serang dan di permalukan oleh gadis yang sedang kesurupan. Sebuah pengalaman yang menyebalkan baginya.

Lalu dia pun akhirnya pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah itu.

Sementara Bu Amara masih terdiam dalam ruangannya sambil merenung. Sesaat dia memejamkan matanya sambil memijit-mijit sendiri keningnya karna merasa pusing.

Dan di saat dia membuka mata kembali, tiba-tiba dia menemukan sebuah buku usang yang tergeletak di atas mejanya.

Bu Amara langsung mengambilnya karna merasa penasaran, apa lagi bukunya tidak asing baginya, dia pernah melihatnya entah kapan itu.

Buku cetak Fisika yang sampulnya sudah retak-retak dan hampir sobek.

"Loh, ini kan buku—"

Lalu dia melihat secarik kertas di dalamnya.

Dan bertuliskan, 'Pilih jujur, atau pilih mati' bunyi tulisan dalam surat itu. Dan sekitar permukaan surat di penuhi percikan darah.

 

 

 

To be continued

Nächstes Kapitel