webnovel

Bab63. Lanjutkan

"Ah baiklah, aku jadi penasaran dengannya apakah aku boleh bermain kesana?" Gadis itu bertanya dengan semangat.

Wanita dewasa itu menggeleng pelan.

"Ayolah jiejie." Gadis itu memasang wajah yang sangat memelas.

"Perjalanan dari sini menuju Benua Angin Selatan akan menghabiskan berbulan bulan, dengan waktu sebanyak itu kau bisa segera mencapai tingkatan baru," jelas wanita tersebut.

"Ah aku tidak perduli sebenarnya untuk menembus lagi, yang bisa membahayakanku bisa dihitung oleh sebelah tangan. Ayolah jiejie," ucap gadis itu dengan penuh harapan.

"Aku janji tidak akan berbuat onar disana! Aku berjanji tidak akan membuat keributan yang besar disana! Aku berjanji tidak akan sembarangan membunuh orang disana! Aku berjanji untuk menjadi gadis baik disana! Aku berjanji hanya untuk melihat-lihat disana!" Sebelum wanita itu membuka mulutnya gadis tadi sudah melontarkan seruntutan kata penuh janjinya.

Wanita itu menghela napas lembut, "Baiklah, hal yang sangat tidak boleh kau lakukan adalah menjadi ceroboh, dengan adanya kau disana tolong jaga dia." Saat sampai diakhir kalimatnya wanita itu menjadi sangat lembut dan penuh kasih sayang.

"Whoaaaaaa serius?! Aku diberi ijin?! Terimakasih jiejiee!!!" Gadis itu segera berhambur memeluk pada wanita itu penuh kegirangan.

Wanita itu terkejut melihat reaksi gadis tersebut, dia tersenyum kecil mendapati tingkah kekanakan adiknya ini.

"Oh ya apakah aku bisa meminta bantuanmu?" ucap wanita tersebut.

"Apa jie?!" Gadis itu melepaskan pelukannya lalu bertanya dengan bingung, sangat jarang kakak nya itu meminta bantuannya.

"Aku ingin kau membawa dia kesini." Wanita itu menunjuk sesosok pemuda pada cermin di tangan gadis tersebut.

"Eh? Kenapa dia? Bukankah..."

"Bawa saja dia kesini, jangan banyak tanya," potong wanita tersebut dengan cepat.

"Baiklah jiejie! Aku akan bersiap-siap lalu dengan segera pergi ke Benua Angin Selatan!" Gadis itu segera pergi dari ruangan tersebut seraya menyenandungkan sebuah lagu.

Kini tatapan wanita tersebut terarah pada cermin yang tergeletak diatas meja, disana sesosok pemuda berambut hitam legam terpampang jelas.

"Maafkan aku, tapi demi hal tersebut aku harus melakukan ini..."

"Memulangkanmu."

Wanita itu kini mengalihkan pandangannya sebelum menutup kelopak matanya, sebuah tetesan air mata meluncur dengan perlahan dari sudut-sudut matanya.

Tidak tahu berapa lama dia berada dalam posisi tersebut hingga ada langkah kaki yang membuatnya tergerak dari posisinya sejak tadi.

"Jiejie aku berangkat sekarang!" Itu adalah gadis tadi, sekarang penampilannya seperti seorang pendekar dengan jubah merah panjang yang menutupi semua tubuhnya, bahkan jika dia tidak mengangkat tangannya dia mungkin akan terlihat seperti tidak memiliki lengan karena jubah yang besar itu.

"Kau memakai Jubah itu?" Wanita itu heran ketika melihat gadis tersebut memakai jubah hesar itu.

"Aku senang memakainya, dia sangat longgar dan nyaman hehe," balas gadis itu dengan senyuman lebar.

"Eh jiejie menangis lagi?" Gadis itu segera menghampiri wanita tersebut dan menghapus jejak air mata pada wanita itu lalu memeluknya. "Jiejie, kita akan segera menyelesaikan ini," gumam gadis itu kecil.

Wanita itu tersenyum saat mendengar perkataan gadis tersebut, "Ya aku hanya setengah langkah lagi dari Alam Kaisar Abadi."

Gadis itu semakin mengencangkan pelukannya, hingga beberapa saat dia melepaskan pelukannya lalu tersenyum dengan lebar.

"Baiklah Jiejie aku berangkat!"

"Tunggu sebentar." Wanita itu meraih lengan putih sang gadis.

Gadis itu bingung dengan hal yang dilakukan oleh kakaknya, dia bertanya dengan penasaran. Wanita itu hanya memberikan sebuah Cincin berwarna merah darah pada gadis tersebut.

"Berikan padanya jika kau bertemu dengan dia," ucap wanita itu penuh kasih sayang.

Gadis itu mengangguk lalu mencium kakaknya sebelum melompat terbang kearah jendela lalu menghilang dari pandangan wanita tersebut.

"Cepatlah perkuat dirimu sayang," lirih wanita itu saat menatap pada arah perginya gadis tadi.

***

"Perasaanku sungguh tidak enak." Ne Zha yang sedang terduduk berkultivasi tiba-tiba terbangun dan menuju pintu keluar.

"Hey Zha Yuchun! Kenapa perasaanmu tidak enak?" Su Lihwa segera mengejar Ne Zha.

Pemuda itu membalikan tubuhnya menatap Su Lihwa sebelum mengangkat bahunya menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak tahu, tapi perasaan ini sungguh aneh." Ne Zha bahkan tidak mengerti dengan hal tersebut.

Bruk...

Tubuh Ne Zha terdorong oleh pintu yang terbuka dengan kencang, dia dengan tidak sengaja berhambur pada Su Lihwa hingga membuat keduanya terjatuh di lantai dengan posisi Ne Zha berada diatas Su Lihwa.

Detak jantung Su Lihwa mengencang dengan tidak karuan, "Aku sulit bernapas jika begini," batin Su Lihwa terkejut tercampur perasaan senang.

Mata keduanya bertemu untuk beberapa saat, seolah mereka melihat kedalam diri masing-masing.

Namun kedamaian itu hanya sesaat sebelum suara mengesalkan terdengar ditelinga Su Lihwa dan Ne Zha.

"Wah wah wah, sepertinya aku datang di waktu yang kurang tepat. Botak, kita akan berkeliling desa untuk melihat apa ada yang bisa dipakai untuk makan siang ini," suara itu terdengar sangat riang dan penuh dengan nada jahil.

"Eh?" Pemuda botak di belakang pemuda riang itu terlihat bingung karena perubahan rencana pemuda dihadapannya ini.

"Han Xiao!!!"

Bletak!!!

Sarung pedang melayang dan mengenai tepat pada kepala pemuda riang tersebut, sebuah benjolan kecil terlihat sangat jelas pada kepala pemuda itu.

"Argh gadis macan dasar kau!" Han Xiao menggerutu kesakitan seraya memegangi kepalanya.

"Hanya sebuah benjol kecil tidak akan membuatmu kesakitan seperti itu," suara kekehan lain terdengar dibelakang Ne Zha dan Su Lihwa, itu adalah Xia Shiva. Disampingnya ada Nuren Yexing yang mengangguk setuju.

"Ayolah, aku hanya ingin diberi perhatian," ujar Han Xiao memajukan bibirnya kesal.

Nuren Yexing tertawa kecil sebelum berjalan menghampiri Han Xiao, dia melihat benjolan yang terdapat di kepala Han Xiao.

"Kau akan mati jika tidak diobati," kekeh Nuren Yexing.

"Itu tidak masuk akal." Han Xiao mendengus kecil.

Nuren Yexing tertawa melihat tingkah Han Xiao yang seperti anak kecil.

"Siapa yang kau bawa?" Ne Zha bertanya.

"Ah!" Han Xiao terlupa akan keberadaan Biksu muda yang diajaknya, dia segera mengenalkan Wu Long pada teman-temannya.

Wu Long terlihat kesulitan saat mengenalkan dirinya pada Ne Zha dan lainnya, dia juga terkejut melihat banyak gadis cantik bersama kedua pemuda itu. Wu Long dibesarkan di sebuah kuil jadi dia sudah mengendalikan hasrat terhadap lawan jenis, bahkan bisa dibilang Wu Long buta akan kecantikan karena dia memandang pada umumnya semua perempuam dan laki-laki sama saja sebuah tumpukan daging yang tersusun oleh tulang-tulang.

Dengan ekspresi penyendirinya Wu Long berbaur dengan Ne Zha, dia menjaga jarak dengan para gadis.

"Dengan adanya kau aku yakin kita bisa menghabisi para Siluman dengan mudah hahaha." Han Xiao tertawa saat mereka berbincang tentang selanjutnya mereka berburu.

Nächstes Kapitel