webnovel

GUNANYA KELUARGA

Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi seorang Ibu selain melihat anaknya bersedih. Dan, saat ini itulah yang dirasakan oleh Zalina.

"Mami, benar aku hamil?" tanya Elena lagi.

"Dokter mengatakan asam lambungmu naik, Kak," dusta Zalina.

Ya, dokter Elvira memang menyarankan agar Zalina memakai testpack atau membawa Elena ke rumah sakit supaya bisa diperiksa detail. Karena, kejadian naas yang menimpa Elena belum satu bulan. Jadi, dokter Elvira sendiri belum berani memastikan secara pasti hanya karena Elena mual dan muntah-muntah.

"Tapi, kenapa aku merasa kalau ada kehidupan lain tengah tumbuh di dalam rahimku, Mami?"

"Kau hanya terlalu ketakutan, Kak. Sudahlah, yang penting sekarang sehat."

"Mami, jika aku hamil, apakah Mami akan mengusirku?"

"Ya Tuhan, Elena! Mami tidak mungkin melakukan hal itu. Mami mencintaimu, Kak."

"Jujur, aku takut. Aku sangat takut, Mami."

Zalina langsung meletakan piring di atas nakas dan membawa Elena ke dalam pelukannya.

"Ada Mami di sini, nak. Mami pasti akan menjagamu."

"Iya,Mami."

Zalina membantu Elena untuk kembali berbaring. Perlahan, ia membelai rambut Elena sampai gadis cantik itu akhirnya tertidur pulas. Zalina mengecup dahi Elena perlahan, lalu membawa piring yang sudah kosong keluar kamar dan menutup pintu perlahan.

Setelah meletakkan piring kotor di dapur, Zalina pun menghampiri Dominic yang sedang duduk di dekat kolam renang.

"Kak, boleh Mami bicara sebentar?" tanya Zalina. Dominic menoleh dan langsung mengangguk perlahan.

"Boleh, Mami. Apa ini tentang Elena?"

"Iya, Kak. Ini mengenai Elena."

"Kita harus memastikan soal kehamilannya, Mami."

"Satu-satunya cara dengan USG atau testpack, Kak. Tapi, Mami takut jika dia akan tertekan dan memikirkan hal yang tidak-tidak."

Dominic mengepalkan tangannya, ia merasa kesal dan benar-benar emosi.

"Seandainya hukum rimba itu diizinkan, mau rasanya aku menghajar Mike. Apa dia tidak berpikir panjang apa yang terjadi setelah dia menghancurkan masa depan Elena."

"Dia akan menerima hukuman paling tidak 12 tahun penjara, Kak. Sementara Darren sekitar 9 tahun penjara karena sudah membantu Mike."

"Semoga mereka membusuk di dalam penjara, Mami."

"Sudahlah, Kak. Ada hukum yang bisa membuat mereka jera. Yang Mami pikirkan sekarang hanyalah Elena. Mami benar-benar khawatir, Kak."

"Kapan Tante Arasy datang, Mami?" tanya Dominic.

"Mungkin sore nanti. Rencananya Tante Arasy akan sekalian membawa tespack dan dia akan menginap di sini supaya besok pagi kita bisa tes."

"Sebagai seorang psikolog, Tante Arasy pasti tau cara mengatasi semua ini."

**

Pagi ini, Elena dengan hati yang berdebar mencelupkan alat yang diberikan Arasy ke dalam urine yang sudah ia tampung. Bukan hanya Elena yang merasa cemas dan berdebar-debar. Tapi, Zalina juga.

Tidak tanggung, Arasy membeli 5 buah testpack sekaligus supaya benar-benar yakin.

Dan, tangis Elena benar-benar pecah saat melihat 3 dari 5 alat itu menunjukkan garis dua yang artinya ia benar-benar hamil. Elena menjerit sekuat tenaganya, mengeluarkan semua emosi dan perasaannya.

Arasy dan Zalina yang menunggu di depan pintu kamar mandi bergegas masuk ke dalam dan mendapati Elena duduk bersimpuh di lantai. Saat melihat hasil testpact yang ada di dekat wastafel Zalina pun tak kuasa menahan tangis. Ia langsung menghambur memeluk Elena dan langsung memapahnya untuk duduk di ranjang.

"Kak, kuasai emosimu," ujar Arasy.

"Aku nggak mau bayi ini, Mami. Aku nggak mau! Aku nggak sudi mengandung benih dari lelaki kurang ajar itu! Biarkan aku membunuh anak ini, Mami!"teriak Elena sambil berusaha memukul-mukul perutnya.

Zalina menahan tangan Elena dan memeluk putrinya itu dengan erat. Sementara Arasy mengusap punggung Elena dengan lembut.

"Aku nggak mau, Mami. Aku nggak mau anak ini!" seru Elena histeris.

"Iya sayang, Mami mengerti," ujar Zalina.

"Keluarkan saja dia dari dalam perutku, Mami. Aku tidak sudi membesarkan anak ini di dalam rahimku. Aku tidak sudi!" jerit Elena lagi.

"Menangislah dulu, kak. Keluarkan semuanya," kata Arasy.

Selama beberapa saat, hanya tangis Elena yang terdengar di kamar itu. Setelah merasa lelah, Elena mengangkat wajahnya, ia menatap Zalina dan Arasy bergantian.

"Kak, apa kau ingat Mami Mey?" tanya Arasy. Elena mengangguk perlahan.

"Sejak ia menikah dengan Daddy-mu, ia sangat ingin memiliki seorang anak. Tapi, ternyata Tuhan berkata lain. Sampai di akhir hidupnya, Mami Mey tidak memiliki anak, kan? Anak itu adalah harta yang paling berharga, kak. Kita mungkin tidak akan mengerti mengapa Tuhan menitipkan anak itu pada kita dengan cara yang tidak inginkan. Kita tidak tau apa yang saat ini sedang Tuhan persiapkan untukmu, Kak. Hanya saja yang jelas itu pasti sesuatu hal yang baik. Selalu ada pelangi setelah hujan, Elena."

"Dia anak haram, Tante!"

"Elena sayang, tidak ada yang namanya anak haram itu, nak. Hanya caranya saja yang salah. Dan, dalam hal ini kau sama sekali tidak bersalah, Kak. Dalam hal ini kau adalah korban. Jadi, jangan pernah mengatakan hal itu. Dan, anak yang saat ini ada didalam rahimmu ini adalah anak yang suci. Tidak bersalah sama sekali."

Elena menatap Arasy lalu menatap perutnya yang masih terlihat rata. Perlahan Arasy memegang tangan Elena dan membawa tangan itu untuk mengusap perut gadis itu perlahan.

"Coba kau rasakan pelan-pelan, Kak. Kau pernah memegang perut Mamimu saat mengandung Arlina, kan?"

"Iya, Tante."

"Nah, sekarang kau rasakan adanya kehidupan baru yang saat ini mulai tumbuh di sini. Dia tidak pernah meminta untuk di lahirkan, Kak. Dia juga tidak mau hadir di dalam rahimmu dengan cara yang kurang baik seperti ini. Tapi, dia bisa apa? Kau bunuh sekalipun dia hanya bisa pasrah dan tidak bisa melakukan apapun. Tapi, apa kakak tega melakukan hal itu?" tanya Arasy.

Elena menggigit bibirnya dan menggeleng perlahan.

"Tapi, aku malu, Tante. Bagaimana jika orang akan mencemooh aku lalu membully anak ini? Aku tidak sanggup untuk menghadapi semua itu."

"Apa kau sekarang sendirian, Kak?" tanya Arasy.

"Ti-tidak, Tante."

"Ada Mami, ada Papi, Tante, Calista, Ratu, kakak Dom, Laela, Mbak Sutinah. Ada Opa dan Oma juga, kan. Kau tidak sendiri, kak. Kita ini keluarga besar, dan kita saling mendukung satu dengan yang lainnya. Jadi, jika Kakak dalam kesulitan, semuanya akan membantu. Akan saling mendukung," kata Arasy.

Elena kini berpaling pada Zalina.

"Mami, apa Mami akan meninggalkan aku?" tanyanya.

"Berapa kali harus Mami katakan padamu? Mami tidak akan pernah meninggalkan Kakak. Kalau kakak mau, kita bisa tinggal di Singapura untuk sementara. Sampai kakak siap untuk kembali ke Indonesia."

"Lalu, di sana aku tinggal bersama siapa, Mami?" tanya Elena.

"Bersama Papi dan Mami juga adik-adik."

Mereka bertiga menoleh ke arah pintu, tampak Arjuna berdiri sambil menatap mereka.

"Maksud Papi?"

"Kita pindah ke sana. Calista dan Dominic tentu tidak masalah kan tinggal di rumah ini tanpa kita hanya untuk satu atau dua tahun. Jika ada yang bertanya, Papi dan Mami bisa mengatakan bahwa anakmu adalah anak kami. Rasanya Mamimu masih pantas kok memiliki anak lagi," kata Arjuna.

"Maksud Papi, kita mendustai semua orang?"

"Itu untuk menjagamu dan anak itu nantinya. Jika suatu hari ada yang memang ingin melamarmu kita tentu akan memberitahu kebenarannya," kata Arjuna.

"Kau dengar kan apa yang Papimu katakan? Kami semua ada di sini untukmu, Kak."

Nächstes Kapitel