webnovel

46. Dimana Alister?

Mobil sedan hitam mengkilat berhenti di depan mansion yang tak lain pemilik mobil tersebut adalah Argan.

Setibanya, Argan tak langsung keluar dari mobil. Ia terdiam sejenak dengan kepala yang terus berpikir. Apalagi yang ia pikirkan jikalau bukan tentang Eldov-masalalu yang tertunda.

Kenapa dan apa sebab Eldov kembali? Jika iya itu tentang balas dendam, maka ia tak boleh tinggal diam.

Secara tak langsung, Eldov seolah memberikan peringatan kepadanya. Selama bertahun-tahun, Argan heran kenapa Eldov tak melupakan saja kejadian itu.

Karena kesal, reflek Argan memukul setir mobilnya sambil meringis.

"Kenapa kau kembali, Eldov?"

"Apa belum cukup Kakakmu memberikan penderitaan kepadaku?"

"Kau sudah salahpaham tentang apa yang terjadi."

"Seandainya kau tahu! ANDAI KAU TAHU!" teriak Argan dari dalam mobil. Beruntung kaca mobilnya sudah tertutup, sehingga teriakannya tidak dapat di dengar orang lain.

Nafas Argan menghembus pelan. "Aku yang seharusnya masih dendam kepadamu, tapi membunuh Kakakmu sudah cukup membuat rasa sakit menghilang."

Benar kata pepatah. 'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.' Apa yang telah dilakukan oleh Argan ternyata berdampak juga kepada A dan Gilang. Mseki, Gilang bukan anak kandung, tetapi Gilang memiliki karakter dari Argan. Setidaknya, karakter mesum yang dianut Gilang semasa SMA. Entah jika hari ini kebiasaan mesum itu masih ada.

Sedangkan A, dulu lelaki itu sangat penurut, tapi perlahan waktu mengubah karakternya menjadi sangat tidak beretika. Padahal, A berasal dari keluarga terpandang. Berulangkali Argan menutupi semua kesalahan A dari mata dunia. Namun, A masih belum kapok juga melakukan kebiasaan buruk itu.

Tok tok tok

Argan yang menundukkan kepalanya pada setir mobil terangkat menoleh ke arah jendela yang diketok seseorang.

Ia adalah satpam penjaga. Satpam itu melihat mobil Tuannya masuk ke dalam mansion. Ia segera membuka pagar mansion, tapi saat ia sedaritadi berdiri di samping mobil, Tuannya itu belum juga keluar. Tentu saja satpam tersebut melakukan itu karena ingin memasukkan mobil Tuannya itu ke dalam mansion.

Terpaksa ia mengetok kaca jendela mobil Argan.

Tanpa basa-basi, Argan segera keluar dari mobil dan memberi kunci mobilnya kepada satpam itu.

"Tuan," panggil satpam itu.

Argan berbalik dan berkata, "Yah?"

"Tuan, bukannya aku ingin campur, tapi aku ingin memberitahukan sesuatu kepada Tuan."

"Memang apa yang terjadi, Mang Udin?"

Satpam tersebut terdiam sejenak seolah tengah memikirkan sesuatu. Tak lama kepalanya kembali mendongak menatap sang majikan.

"Tadi siang ada kekacauan, Tuan. Dua orang mamasuki mansion dan menghancurkan seisi mansion," jelas satpam tersebut.

Dahi Argan mengerut. "A-apa? Apa yang kau bicarakan, Mang Udin?"

"Jika Tuan bingung dengan penjelasan saya. Tolong temui teman-teman Tuan muda di ruang tamu."

"Baiklah."

"Kalau begith Tuan saya pergi."

Argan mengangguk dan segera satpam itu melakukan tugasnya. Kembali kepada Argan yang terlihat bingung setengah mati.

Apa yang dimaksudkan dari satpam itu? Kekacauan? Menghancurkan mansion? Tanpa pikir panjang lagi Argan berlari kecil memasuki mansion. Argan membuka pintu mansion dan tak lupa menutup kembali.

Dahinya kembali mengerut. Saat melihat sekelilingnya, Argan tak melihat kekacaun rumah yang dikatakan oleh satpam itu. Mansion terlihat bersih, rapi dan mewah." Seperti pada keadaan semula.

Argan tak ingin diliputi oleh kebingungan ini. Segera, ia menuju ruang tamu dimana teman-teman Tuan muda yang dimaksudkan oleh satpam itu tadi adalah Agandara.

Sesampainya di ruang tamu. Ia begitu terkejut melihat Agandara sibuk mengotak-atik komputer cctv.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Argan mampu membuat Agandara menegang di tempat.

Sial!

Jantung mereka berpacu tiga kali lipat lebih cepatnya.

Agandara menyengir dengan serempaknya.

"Paman?"

"K-kenapa A-ayah cepat pulang?" Gilang menghampiri sang Ayah. Jantung deg-degan tak karuan. Gilang gelisah. Bukankah Ayahnya itu akan pulang jam 7 sampai jam 8 malam, tapi kenapa Ayahnya itu pulang jam segini. Ini masih jam 5 sore.

"Kenapa? Apa Ayah tidak boleh pulang cepat?" Argan mengangkat alisnya.

"B-bukan begitu, Ayah, tapi bukankah Ayah baru pulang nanti malam. Baik-baik saja di kantor?"

"Baik. Ayah hanya capek saja, makanya cepat pulang. Oh, kenapa Agandara ada di sini?" tanya Argan menatap Agandara yang sudah ia anggap anak sendiri.

"Hallo, Paman." Niel datang menghampiri Argan dan mencium punggung tangan pria paruh baya itu.

Argan hanya mengangguk.

"Paman, kami ke sini untuk bersenang-senang saja, kok. Gak ada apa-apa," jelas Rayn berbohong.

Argan hanya mengangguk. Ia sudah bisa membaca kalo anak-anaknya itu berbohong. Kembali Argan melihat sekelilingnya.

"Satpam sudah bercerita kepada, Paman tentang apa yang terjadi. Kalian berbohong, 'kan?"

"Mati kita," gumam Amon menatap Abra di sampingnya.

"Kepala kita bak digantung sama Paman Argan setelah ini," bisik Alfrai kepada Abra. Sedangkan Abra hanya memutar bola mata dengan malas. Bukannya menenangkan, kedua temannya itu malah membuat jantung ingin copot saja.

"Eeeh ... eee ... it-u A-Ayah ... ak ...."

"Katakan yang jelas Gilang!" bentak Argan membuat semuanya tersentak kaget.

"Iya Ayah tadi pulang dari kampus mansion jadi kacau. Menurut penyelidikan ada orang yang yang melakukannya," jelas Gilang dengan cepat. Gilang memang begitu, ketika Argan sudah membentaknya, maka reflek mulutnya akan mengatakan yang sebenarnya.

"Memang mansion kacau itu ulah seseorang. Tidak mungkin mansion akan menghancurkan dirinya sendir bukan?"

Konyol. Itulah posisi Gilang saat ini.

"Maaf, Paman. Kami berbohong." Kali ini Abra maju ke depan dengan kepala menunduk.

Argan berusaha memendam emosinya. "Kenapa bisa mereka melakukan itu. Apa kalian telah mencari gara-gara dengan seseorang?"

Agandara kompak menggeleng.

Argan meraup wajah kesal. Benar-benar Agandara diliputi rasa amrah yang kuat, tapi sedang berusaha ia pendam. Ia tak ingin jika sampai ia keceplosan memarahi Agandara.

"Kalian ini! Lalu bagaimana ini bisa terjadi? Apa mereka yang mencari masalah? Ayah tahu betul kalian. Sudah cukup Ayah mendiamkan perilaku kalian. Kali ini tidak lagi." Argan menatap lekat Agandara yang menunduk ketakutan.

"Ayah jangan marah," ucap Gilang.

"Bagaimana Ayah tidak marah? Kalian sudah keterlaluan! Jika kalian terus mencari masalah dengan orang lain, Ayah harus membubarkan Agandara."

Semua Agandara melotot mendengar keputusan Argan.

"J-jangan, Ayah," pekik Gilang.

"Jangan, Paman. Kami sudah dua tahun bersama. Sulit untuk bubar, Paman." Nampak raut sedih dari wajah Rayn.

Niel mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Dia menggeleng. "Aku mohon, Paman. Jangan buat keputusan ini. Jangan bubarkan Agandara," pinta Niel.

Argan menatap wajah Agandara yang penuh harap kepadanya. Yah, sangat sulit untuk membubarkan Agandara melihat dua tahun lamanya mereka bersama, tapi jika terus begini, maka tak ada jalan lain selain membubarkan mereka. Daripada melayangkan nyawa seorang lagi.

Cukup Noe.

Kematian Noe masih terngiang-ngiang di kepala Argan. Ia tak ingin jika itu terjadi kepada yang lainnya.

"Kalo begitu, kalian berjanji kepada Ayah kalau kalian tak akan melakukan kegiatan berbahaya lagi."

Terlihat Agandara yang saling menatap satu sama lain. Ada keraguan di hati mereka. Tanpa basa-basi daripada mengambil resiko Agandara dibubarkan, lebih baik mereka setuju.

"Baik, Ayah," jawab mereka dengan serempak.

Argan tersenyum. Seketika dahinya mengerut. "Ngomong-ngomong dimana, Alister?"

Deg!

Nächstes Kapitel