webnovel

0018 Melewati Malam Yang Liar (18+)

Wajah Alisha terlihat cerah sekembalinya dari kamar mandi. Duduk di depan meja riasnya, kemudian dengan santai, melepas anting-anting dari telinganya, sengaja mematikan alat komunikasinya, sebelum menaruhnya ke dalam kotak perhiasan. Adrian tiba-tiba sudah berada di belakang punggungnya.

Memegang kedua bahu Alisha dengan kedua tangannya. Turun perlahan ke lengannya. Menikmati sentuhan pada permukaan kulitnya. Wajahnya ia dekatkan ke wajah Alisha, hingga pipi mereka bersentuhan. Memperhatikan bayangan mereka berdua di dalam cermin, beberapa saat. Alisha dibuat diam mematung. Pikirannya menjadi liar.

Adrian lalu membisikan sesuatu di telinga Alisha, "Kau milikku mulai malam ini," dengan suara lirih, yang terdengar sensual. Membuat Alisha menegang dan susah sekali menelan salivanya. Jantungnya berdebar-debar.

Adrian melihat reaksi Alisha yang tampak tidak nyaman. Membuatnya makin ingin menggodanya. Tangannya beralih ke punggung Alisha, tempat bagian dari pakaiannya yang bisa dibuka.

Alisha merasakan, Adrian meraba bagian ritsleting pakaiannya. Tubuhnya yang menegang, kemudian bereaksi. Membalikkan tubuh dengan cepat, menangkap tangan Adrian. Memutarnya. Kemudian menekan tubuhnya ke meja rias di hadapannya, dengan menahan kedua tangan Adrian di balik punggungnya. Menguncinya dengan sekuat tenaga.

"Jangan mencoba-coba berbuat macam-macam malam ini!" Alisha mengucapkannya dengan lirih, meski terdengar geram. Agar tindakannya tidak diketahui kedua kakak kembarnya. Kamar mereka berada di lantai yang sama.

Sungguh riskan, jika Alisha berteriak dengan lantang. Kemungkinan besar, Aldian dan Alvian akan mendengarnya. Dan, Alisha tidak ingin menjelaskan apa pun pada kedua kakak kembarnya itu.

"Kamu ngerti?" Alisha kembali bersungut-sungut masih dengan suara lirih.

"Oke, oke, tapi tolong lepasin aku dulu." Adrian mengalah.

Alisha melonggarkan kunciannya. Kemudian menggeser tubuhnya, sedikit menjauhi Adrian.

Melihat Alisha tidak waspada, Adrian menggunakan kesempatan itu, menerjang tubuh Alisha, dan menjatuhkannya di atas ranjangnya. Keadaan berbalik, Alisha berada di bawah kukungan Adrian. Kedua tangannya, ditahan di sisi kanan dan kiri kepalanya. Setika Alisha berteriak lantang.

"Adrian apa yang kau lakukan?!"

Tidak lama, terdengar suara ketukan di pintu.

"Al, kamu gak apa-apa?" Alvian, kakak ke duanya mengecek dari balik pintu.

"Aku ... to–hmmft." Suara Alisha yang terdengar teredam sesuatu, membuat Alvian terkekeh, dan tidak bertanya lebih lanjut.

Di dalam kamar, Adrian dengan kasar karena merasa kalut, membungkam mulut Alisha agar tidak berteriak, dengan mulutnya sendiri.

Selama beberapa waktu mereka terdiam, hingga yakin Alvian telah meninggalkan pintu kamar Alisha.

Adrian yang terhanyut dengan sentuhan lembut bibir Alisha, mencoba peruntungannya, dengan menciumnya lebih lama. Saat itulah ia berteriak dan menjauh dari Alisha, melepaskan pegangannya.

Sebelah tangannya memegang bibirnya. Indra perasanya mengecap rasa asin dan aroma besi dari cairan yang keluar dari bibir bagian dalamnya. Bibir bawahnya mengeluarkan darah segar.

"Kau gila!" Adrian spontan memaki sambil menunjuk Alisha.

"Aku sudah peringatkan, jangan mencoba-coba berbuat macam-macam malam ini!" Alisha masih terduduk di sisi ranjangnya. Kedua tangannya meremas sprei, menahan emosi.

"Tapi aku suamimu. Aku berhak macam-macam sama istriku." Adrian tidak mau kalah.

Alisha mendengus kasar. Membuang mukanya.

"Aku akan lapor sama papa kamu," gertak Adrian, seraya memutar knop pintu kamar Alisha.

"Tunggu, tunggu." Alisha bergerak cepat, menahan pintu kamarnya agar menutup kembali.

"Aku gak bisa malam ini." Adrian mengerutkan dahinya.

"Aku baru aja, umm ... datang bulan." Alisha berkata jujur. Beberapa saat lalu, saat dirinya ijin ke kamar mandi, Alisha mendapati hari ini ia mendapatkan haidnya.

Bagai mendapat hadiah undian emas satu gunung, kenyataan bahwa di malam pertamanya ia mendapat haid, itu artinya Alisha bisa mengelak dari Adrian selama periode haidnya.

Itulah sebabnya, sekembalinya Alisha dari kamar mandi, wajahnya menjadi cerah, secerah rembulan.

Mendengar jawaban Alisha, Adrian tertawa. Membuat Alisha bergantian mengerutkan dahinya.

"Apa ada yang lucu dengan wanita datang bulan?" Adrian masih tertawa, menggeleng.

Alisha menghela napas gusar. Adrian menghentikan tawanya. Wajahnya berubah serius.

"Buktikan!" Mata Alisha terbelalak.

"A-apa?" Apa ia tidak salah dengar? Batinnya. Membuktikan? Bahwa ia benar-benar datang bulan? Yang benar saja!

"Bukan urusanmu." Alisha mengelak dan langsung menuju ranjangnya. Melewati Adrian begitu saja. Mengambil guling, dan menaruhnya tepat di tengah-tengah ranjang.

"Aku tidur di sini." Alisha menunjuk tempat yang telah didudukinya. "Dan kamu di sana, kalau kamu mau." Alisha menunjuk tempat di sebelah gulingnya.

"Kalau aku tidak mau?" Alisha memutar bola matanya.

"Kamu boleh tidur di bawah," jawab Alisha ketus dan langsung merebahkan diri. Memejamkan matanya.

Suasana menjadi sunyi. Dan Alisha tidak peduli, tubuhnya lelah dan butuh istirahat. Tanpa drama malam pertama pengantin baru.

Tiba-tiba ranjangnya bergoyang, melesak ke bawah, tanda Adrian naik ke atas ranjangnya. Tapi, bukan di sisi yang Alisha tunjuk.

Seketika Alisha membuka matanya. Dilihatnya Adrian tidur di sisi ranjang tempat ia tidur. Matanya terpejam–atau pura-pura. Begitu dekat! Apa-apaan ini?! Batin Alisha.

Alisha segera bangun dan mengambil gulingnya, memukuli Adrian dengan guling itu, berkali-kali.

"Pindah! Pindah!" teriak Alisha.

Adrian melindungi wajahnya dari amukan Alisha. Benar-benar singa betina! Batin Adrian.

"Gak, aku mau tidur di sini. Kamu yang pindah." Membalikkan badannya, dan mengabaikan Alisha yang gusar.

'Enak saja nyuruh-nyuruh pindah. Ini, kan, kamarku, dan juga, ini, kan, ranjangku,' batin Alisha.

Merasa sia-sia perlawanannya, Alisha pun mengalah. Ia pindah ke sisi satunya, dan tidak lupa menaruh guling di antara mereka sebagai pembatas.

"Awas kalau macam-macam saat aku tidur. Aku bikin menyesal!" Ancaman Alisha tidak direspon oleh Adrian. Ia pun akhirnya berbaring, memejamkan matanya. Mencoba untuk tidur.

Tidak membutuhkan waktu lama, Alisha pun akhirnya terlelap dalam tidurnya yang nyenyak, memasuki alam mimpi.

Jelang pagi, Alisha terbangun–matanya masih terpejam. Mendapati tubuhnya tidak bisa bergerak. Seketika, ia membuka matanya.

Alisha baru menyadari, apa yang membuatnya tidak bisa bergerak. Tangan yang melingkar di pinggangnya. Dan, hei! Sejak kapan Adrian menyingkirkan guling pembatasnya? Batin Alisha menjerit.

Punggungnya dan dada Adrian menempel satu sama lain. Yang entah mengapa membuat nyaman. Namun, lekas Alisha menyingkirkan perasaan nyamannya. Ini tidak benar! Batinnya.

Mencoba membebaskan diri dari lengan besar Adrian yang masih terlelap dalam tidurnya.

"Hei! Bangun, Ian! Bangun! Lepaskan, aku!" Alisha meronta. Gagal melepaskan dirinya. Membuatnya gusar.

Tanpa pikir panjang, Alisha menggigit lengan Adrian, hingga si empunya lengan terbangun dan menjerit kesakitan.

Sejurus kemudian, Alisha berhasil bebas. Keduanya melompat ke masing-masing sisi ranjang. Alisha bersiap dengan kuda-kudanya. Sementara Adrian memegangi tangannya. Bekas gigitan Alisha tercetak jelas di sana, meski tidak meninggalkan luka berdarah. Hanya sedikit lecet, ngilu, dan sakit jadi satu.

"Kau!"

Tuding keduanya bersamaan.

*

"Wow, sepertinya ada yang melewati malam yang liar, semalam." Alvian mengedipkan sebelah matanya, menggoda Alisha.

Alisha memicingkan matanya ke arah Alvian, menunjukkan aura permusuhan. 'Bisa-bisanya kak Vian berkomentar asal dan ngawur di depan semua orang ....

Nächstes Kapitel