webnovel

0003 Pesona Wanita Tangguh

Suara Adrian yang terdengar dalam dan berat, serupa suara Hilman. Tidak hanya suara, akan tetapi wajahnya pun sangat mirip. Mungkin hanya berbeda dari tinggi badan dan potongan rambut. Ditaksirnya tinggi Adrian sekitar 177 cm.

Pantas saja, Alisha di awal pertemuan tadi salah mengenali Hilman sebagai Adrian, karena foto profile Adrian berambut cepak, serupa Hilman. Namun, pria di hadapannya ini rambutnya sudah panjang, melewati telinganya. Terlihat messy.

Perbedaan mencolok lainnya, Adrian memakai kacamata. Selebihnya, caranya berpakaiannya hampir mirip. Mungkinkah mereka sebetulnya anak kembar? Berdasarkan info dari Mia, Adrian memiliki saudara laki-laki. Tetapi, bukan saudara kembar. Hanya itu. Alisha hampir mengira Adrian di hadapannya ini, bukan orang yang sama dengan yang di foto profile itu.

"Untung kau datang, Big Bro!" ucap Hilman seraya menepuk bahu Adrian, memecah keheningan yang tiba-tiba tercipta di antara Adrian dan Alisha. "Kalau tidak, aku yang akan mengambil bagianmu," lanjutnya, seraya menyeringai, jempolnya menunjuk Alisha. Adrian hanya meresponnya dengan tertawa.

"Ian, kenalin, ini Alisha," tutur Sari, berdiri di sebelah Alisha.

"Adrian," ucap Adrian ramah, menjulurkan tangannya ke hadapan Alisha. Alisha menyambut uluran tangan itu dan menyebut namanya.

"Alisha."

Hal tidak terduga terjadi, membuat Alisha tercengang, setelah mereka berjabat tangan, berkenalan, Adrian segera melepasnya dan menggenggam tangan Alisha dengan tangannya yang lain, dan membawanya pergi dari tempat itu. Meninggalkan Hilman dan Sari.

Alisha yang dituntun seperti itu oleh Adrian, sempat menoleh ke arah mereka—Hilman dan Sari. Sari mengacungkan dua jempolnya seraya mengucapkan 'good luck' tanpa suara.

Adrian membawa Alisha ke sebuah gerai makanan siap saji dan memesan dua cup es krim coklat. Untuknya dan Alisha.

Alisha yang masih terkejut atas apa yang baru saja terjadi, menerima begitu saja es krim yang disodorkan Adrian.

"Sebagai tebusan, karena datang terlambat," tuturnya, setelah Alisha menerima es krim itu.

"Oh." Otak Alisha tiba-tiba kosong. Ntah harus berkata apa.

"Oh?" ulang Adrian, seraya tertawa kecil.

"Eh, terima kasih?" ralat Alisha, membuat Adrian lagi-lagi tertawa. 'Orang aneh, apa yang lucu, sih?' batin Alisha.

"Kita duduk di sana, yuk," ajak Adrian. Alisha mengikuti saja.

Bebarapa saat kemudian, hening tercipta di antara mereka. Masing-masing sibuk menikmati es krimnya. Sesekali Alisha mencuri-curi pandang ke arah Adrian. Alisha merasa canggung, karena Adrian pun sepertinya tidak memiliki topik pembicaraan. Berbeda dengan Hilman.

"Aku terima," ucap Adrian tiba-tiba, setelah es krimnya habis.

"Ya?" tanya Alisha, bingung.

"Perjodohan ini," terang Adrian.

"Apa?!" teriak Alisha spontan, terkejut, tidak percaya. Tanpa sadar, Alisha sudah berdiri. 'Orang ini kenapa, sih?' batinnya.

"Kenapa? Apakah ada yang salah?" tanya Adrian, ikut berdiri. Tangannya tiba-tiba terulur ke arah bibir Alisha.

Alisha spontan menarik pergelangan tangan Adrian, mencengkeram bagian lengannya, lalu memutar tubuhnya ke arah belakang sambil menarik lengan Adrian, kaki kanan Alisha menyusup ke dalam kaki Adrian untuk menjegal bagian pahanya, dan langsung mengangkat dan membanting tubuh Adrian ke tanah. Lebih tepatnya ke paving block di area terbuka itu.

Semua gerakan itu terjadi begitu cepat, Adrian bahkan tidak sempat mengelak.

Bruk!

"Auch!!" teriak Adrian. Dirinya sudah terkapar di bawah. "Masalahmu apa, sih?" tanya Adrian seraya meringis menahan sakit. Kacamatanya terlihat bergeser miring di hidungnya.

"Lho, kamu sendiri mau apa?" jawab Alisha tak kalah sengit.

"Aku cuma mau lap mulut kamu yang belepotan es krim," tutur Adrian, membetulkan letak kacamatanya.

Seketika membuat Alisha malu, karena telah salah paham atas tindakan Adrian tadi. Alisha masih syok atas tindakan Adrian dari awal pertama datang tadi, hingga pernyataannya yang to the poin, jadi naluri ilmiahnya dia lepas begitu saja saat merasa tidak nyaman.

Terburu-buru ia membantu Adrian berdiri, lalu memapahnya untuk duduk. Tampak beberapa orang mulai berkerumun, penasaran ingin melihat apa yang sedang terjadi.

"Apakah sakit?" tanya Alisha merasa bersalah. Wajahnya memerah seketika, menyadari banyak pasang mata menatap mereka berdua sekarang.

"Adrian!"

"Alisha!"

Teriak Hilman dan Sari berbarengan dari kejauhan. Mereka memang sengaja mengikuti ke dua pasangan itu diam-diam, menjaga jarak, agar tidak ketahuan. Namun, dari kejauhan mereka melihat Alisha yang tiba-tiba membanting Adrian.

"Ada apa?" tanya Sari, khawatir. Ketika dirinya berhasil melewati kerumunan orang dan melihat Adrian dan Alisha dari dekat.

Sementara Hilman sibuk membubarkan orang-orang yang makin ramai berdatangan.

"Bubar! Bubar! Bubar!" perintahnya, menghalau pengunjung mall yang penasaran.

"Apa-apalah," ucap Adrian ketus, melirik sekilas Alisha.

"Maaf," ucap Alisha lirih.

Tak lama terdengar suara tante Laras, "Ah, di sini kalian rupanya."

"Pergi, kok, gak bilang-bilang, sih. Telepon gak diangkat. Hampir kita lapor CS buat manggil kalian, lho," sambung tante Regina. "Lho, Ian. Kamu kenapa?" tanya tante Regina, baru menyadari anak sulungnya ada di sana dan terlihat tidak baik-baik saja.

"Anu ...," Alisha ingin menjawab, namun bingung. 'Anak tante, aku banting tadi,' lanjutnya dalam hati.

***

"Ya, ampun Al. Ada-ada aja kamu ini," ucap tante Laras gemas, setelah mendapat penjelasan detail pasca insiden di depan gerai makanan cepat saji tadi, dari mulut Alisha sendiri.

Kini mereka tengah menunggu, di ruang tunggu UGD rumah sakit terdekat dari Paris Van Java Mall. Adrian akhirnya perlu dibawa ke UGD. Bokongnya mengalami luka memar yang cukup serius. Untuk beberapa hari ke depan, duduk akan menjadi siksaan baginya.

"Bagaimana?" tanya Alisha saat melihat Adrian dan tante Regina keluar dari UGD.

"Gak apa-apa. Jagoan, anak tante mah. Neng Alisha gak perlu kuatir, yah," jawab tante Regina menenangkan Alisha.

'Ya, ampun, nanti gue kudu bilang apa sama Papa? Calon mantunya masuk UGD. Gitu? Terus lapor ke Mia, target jadi korban salah sasaran. Gitu?' batin Alisha.

"Udah. Gak usah dipikirin, ya. Calon mantu tante ternyata jago bela diri. Bagus itu," puji tante Regina.

"Iya, tante?" jawab Alisha, tidak yakin.

Adrian hanya menatap Alisha, tidak berkedip selama beberapa saat. Pikirannya menjadi rumit. Wanita yang tangguh seperti ini yang bakal jadi istrinya nanti?

Tidak jauh berbeda dengan Adrian, Alisha sendiri berpikir, apakah Adrian masih mau melanjutkan perjodohan ini? Jika Adrian berubah pikiran. Bisa dipastikan, misinya gagal. Harus menjalankan rencana cadangan. Butuh usaha keras pastinya dan menurunkan harga dirinya, sedikit.

***

Dua hari sudah, sejak insiden Alisha merobohkan Adrian di salah satu mall Bandung. Beruntung, tidak ada wartawan atau reporter dadakan yang merekam insiden itu dan mengunduhnya di media sosial. Apa kata dunia nanti?

Alisha sudah berada di markas, menanti keputusan atas laporannya tempo hari. Mia mengetahui semuanya dengan detail, tidak ada yang ditutupi oleh Alisha. Mia sangat menyayangkan atas tindakan ceroboh Alisha di tempat umum seperti itu. Bisa saja penyamarannya terekspos di sana. Padahal misinya baru saja dimulai.

Teman yang dikenalnya dahulu, sejak pertama kali direkut dalam kesatuan. Alisha selalu unggul dalam setiap kesempatan di beberapa turnamen Judo, Taekwondo, Pencak Silat, Wushu, dan beberapa seni bela diri lainnya. Sudah banyak medali dan piala yang dimenangkannya, memenuhi kamarnya. Intinya, talentanya yang tidak diragukan lagi dalam seni bela diri, yang membuatnya dilirik oleh petinggi BIN dan menawarkannya untuk bergabung.

Meski demikian, Alisha teteplah Alisha, seorang manusia yang tidak sempurna. Kekurangan pada dirinya adalah sikap cerobohnya, dan ini menjadi PR bagi kesatuan untuk melatihnya. Memolesnya agar menjadi wanita yang tangguh.

Alisha sedang termenung memikirkan nasibnya ke depan nanti, tidak peduli dengan jodohnya nanti akan mundur teratur, pekerjaannyalah sekarang yang terpenting, kepalanya tertunduk lesu. Menanti supervisornya yang baru, tiba.

Terdengar suara berderit pintu ruang rapat terbuka, suara langkah kakinya menggema di ruangan yang besar itu dan hanya ada Alisha di sana. Tak lama, terdengar suara pria yang dalam dan berat. Suara yang familier di indra pendengaran Alisha, baru-baru ini.

Alisha mendongakkan kepalanya, dan terkejut. Pria ini, untuk apa datang ke sini?

***

Nächstes Kapitel