webnovel

CHAPTER 3 - Akhir Dari Sebuah Kisah

Aku berpaling muka, menghindari adanya kontak mata yang terlalu lama dengan dirinya. Hingga suatu ketika, keheningan canggung mulai menyelimuti kami berdua di dalam suatu ruangan yang sama.

Diriku masih memandangi jendela berlapis kaca, melihat indahnya langit biru yang berselimut awan tebal. Melihat burung-burung yang terbang dan berkicauan di atap gedung yang berada di seberang jalan.

Tiada seucap kata yang terlintas dari mulutnya, hingga membuat diriku berbalik arah dan mulai beranjak pergi meninggalkannya. Lelaki itu masih berdiri tepat di balik jendela kamar saat tirai masih dalam kondisi terbuka, membiarkan sinar mentari menerpah wajah dan iris matanya.

"Masa tetaplah masa lalu. Mengingat kisah pilu tak akan pernah merubah sisa hidupmu." Terdengarnya suara datar dari dalam mulutnya membuatku segera menghentikan langkah seketika.

Diriku yang tak mampu mengucapkan uangkapan kata, hanya mampu untuk berdiam sembari menundukan kepala saja.

Lelaki itu sedikit mengangkat dagunya, melihat pesona cakrawala yang berselimut mega di atas indahnya langit biru saat sinar mentari kian menyapa. "Bagaikan seorang prajurit yang di terjunkan di dalam medan pertempuran, tak selayaknya mencari amunisi yang hilang," dirinya membalikan tubuh dan mulai menatap punggungku, "Dalam artian kehidupan, tak selayaknya kita mengenang masa lalu yang suram. Namun dengan bertahan pada ujung tombak kehancuran, di sanalah dirimu yang akan menemukan titik terang."

*Deg! Deg!

Detak jantungku kian berdegup lebih kencang bagaikan genderang perang, dikala ucapan itu terdengar jelas menyayatkan indra pendengaran. Maksud hatiku ingin membalas ungkapan kata, tapi entah mengapa mulut seakan enggan untuk berbicara.

Tak ada yang dapat kulakukan selain menyentuh dada sembari menggigit bagian bibir bawah. Pipiku semakin memerah, hingga pada akhirnya diriku mencoba untuk memacu langkah kaki lebih cepat guna meninggalkan lelaki yang masih berdiri tegak di depan jendela.

Aku terus memacu langkah kaki tiada henti. Meski sempat terjatuh, aku tak peduli. Aku kembali bangkit dan kembali berlari tanpa berpikir ke mana aku akan pergi.

Aku berjalan ditengah kesunyian malam yang dingin mencekam, memandang semua yang kulalui dengan tatapan hampa dan seakan tak ada harapan bagi diriku untuk menjalani kehidupan di masa mendatang. Aku kesepian, dan tak ada satu pun orang yang peduli dengan apa yang sekian lamanya telah aku rasakan.

Berjalan dengan langkah yang sangat lambat, menatap indahnya warna-warni cahaya terang disetiap pertokoan dengan kehampaan. Melalui jalanan Tokyo yang dipenuhi hiruk pikuk kendaraan, berjalan seorang diri tanpa adanya kepastian dengan sepasang kantung mata yang mulai menghitam serta bibir yang nampak memucat.

Tiada lagi harapan yang dapat kujadikan sebuah impian untuk menempuh indahnya kehidupan, karena yang tertinggal hanyalah sebatas kenangan dalam bentuk ingatan.

Rasa lelah nan dahaga seakan menyerai di setiap langkahku saat melewati jalan beraspal. Hembusan angin malam silih berganti, menghempaskan di setiap helai rambutku yang nampak acak-acakan dan tidak lagi beraturan.

Mungkinkah ini akhir dari segalanya. Ataukah awal dari penderitaan yang ada? Entahlah, aku pun tak pernah tahu, apa arti dari pahitnya kehidupanku.

Sepercik cahaya putih melintas dalam bayang-bayang kegelapan. Hingga suatu ketika cahaya tersebut terlihat amat menyilaukan, hingga terdengarlah suara decitan ban saat aku berada di atas tanah beraspal.

*CHIIIT...! BRUAACK!

Sang pengemudi mencoba untuk menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga, membanting steer kemudi ke kiri guna menghindari tabrakan insiden yang tidak di inginkan. Namun, siapa sangka jika bodi mobil masih sempat menghantam tubuhku rentah, hingga membuatku terpelanting ke bahu jalan.

Berada dari balik cahaya terang yang amat menyilaukan, diriku melihat adanya suara redapan langkah kaki yang di sertai oleh bayangan hitam yang mencoba menutupi cahaya putih yang amat menyilaukan. Seorang pria paruh baya dengan balutan jas berwarna hitam nampak terlihat berlari dengan seluruh kekuatan yang bertumpuh pada sepasang kaki.

Pria itu terlihat panik setelah mendapati pucatnya wajah dari sesosok gadis kecil yang tengah terbaring lemah di atas padatnya tanah beraspal.

Kala aku terbaring lemah, diriku hanya dapat mengeluarkan setetes derai air mata sembari mengangkat sebelah tangan untuk meraih udarah, menatap sepercik cahaya bintang yang bergemerlapan di atas angkasa.

"Inginku meraih gemerlap cahaya bintang yang bersinar terang, hanya untuk kupersembahkan pada mereka yang kini telah pulang ke sisi Tuhan. Rasa rinduku kian menyayat kalbu, membawaku terbang ke atas langit ke tujuh, hanya untuk melihat senyuman kedua orang tuaku," sebelah tanganku segera terjatuh ke dasar tanah yang dipenuhi oleh genangan darah. Aku menoleh, melihat banyaknya sepasang sepatu yang berada dekat dari sudut pandangku, "Rasa rinduku terus berkecambuk dalam gelora hatiku. Namun aku tak pernah tahu, kemana aku harus berteduh. Ayah... Tunggulah aku, berikan aku jalan untuk tetap berada di sampingmu."

Kedua mataku mulai terpejam, dan tak ada lagi suara yang dapat kudengar. Pandanganku yang pada awalnya samar, kini menjadi gelap tanpa adanya sinar dari indahnya gemerlap bintang.

Inilah akhir hidupku, dan ceritaku akan di mulai setelah hembusan nafas terakhirku.

Pada kenyataannya dunia bukanlah sebuah dongeng. Tiada istilah kisah di mana semuanya pasti akan berakhir dengan sebuah kebahagiaan. Karena semua ini telah berakhir, dan tiada kebahagiaan yang tercantum dalam sebuah kepahitan hidup yang mencekam. Melainkan isak tangis dan air mata yang kian menyelimuti di setiap sudut mata memandang. Jika memang ada kebahagiaan, maka semuanya tidak akan pernah berakhir dengan kepedihan. Karena kisahku, bukanlah cerita Cinderella yang hidup sempurna setelah bertemu sang Pangeran.

Ada saatnya bagi kita yang terlena karena cinta. Dan ada saatnya pula bagi kita yang terluka karenanya. Tidak peduli seerat apapun kau yang memeluknya, orang yang tidak di takdirkan bersamamu, suatu hari nanti pasti akan pergi pada saatnya.

Gelap gulita, itulah yang terlintas dalam pandangan mata, hingga aku merasa bahwa diriku memang telah tiada.

Terdengarnya suara asing yang menggemah, seakan menjadi sentuhan di akhir kehidupanku yang fanna. Entah dari mana suara itu datangnya, namun aku merasa bahwa tiada pemilik suara yang dapat terlihat oleh pandangan mata.

"Kematianmu bukan karena kehendak Tuhan, bukan pula karena adanya unsur kesengajaan. Kau datang tanpa di undang, namun malaikat tidak bisa membawamu terbang menuju ke negeri awan guna memasuki gerbang surga yang telah di janjikan."

"Siapa itu!"

"Aku adalah malaikat pencabut nyawa. Namun kau datang di saat aku belum menghendakinya. Dirimu akan tetap berada di dalam kegelapan, dan aku akan mencuci semua kenangan pahit yang pernah kau rasakan. Kelak, aku akan mengirim dirimu ke dunia untuk di reinkarnasikan."

"Apakah aku memang sudah mati? Aku ingin bertemu Ayah... Di mana Ibuku?"

"Tuhan telah memberikan kehidupan baru pada kedua orang tuamu di alam surga. Biarkan mereka hidup bahagia, Chelsea Matsuda..."

"Eh...."

-Bersambung-

BARBIE GIRL - My Girlfriend Is Doll.

genre : Drama—Romance.

Exlusive from : Hwang Jae Sung as Akina-sensei.

Author Note :

Memanfaatkan plot twist untuk memanipulasi tebakan pembaca, menjebak mereka dalam bayang-bayang yang dipenuhi dengan ribuan pertanyaan, adalah suatu bentuk penghormatan bagi saya untuk mereka.

AKINA-SENSEI

Nächstes Kapitel