"Pulang sekolah mau jalan sama Nusa."
//
Nusa tidak selayaknya cewek pada umumnya yang mudah berbaur dengan orang lain. Buktinya, sampai sekarang ia belum memiliki seorang sahabat yang sesama cewek. Yang ada, dirinya malah melekat terus di ruang lingkup El bersama dengan Reza dan Mario.
"El, sekali-kali napa tukeran tempat duduk. Gue mau duduk sama Nusa, lo boleh deh duduk sama Reza." Ini Mario yang berucap. Setelah merampok a.k.a ngutang di kantin dua bungkus roti dengan embel-embel menjanjikan sang Ibu kantin kalau El yang akan membayar, ia sudah duduk di bangku kelas dengan arah tubuhnya yang memutar ke belakang sehingga memudahkan berbicara dengan El dan juga Nusa.
Mendengar itu, El langsung menaikkan sebelah alisnya. "Modus." Hanya itu yang ia katakan, tidak ada rangkaiam kata lebih panjang lagi yang menolah perkataan Mario.
"Tau lo, udah tau El jadi pawangnya Nusa. Makanya lo cari cewek, gak laku banget hidup lo." Reza menyambar, ia memposisikan duduk sama persis dengan Mario. Menjulurkan tangan dan menepuk pelan-pelan bahu sahabatnya itu.
Mario menyingkirkan tangan Reza dari bahunya, lalu terkekeh kecil. "Kayak laku aja lo, lo sendiri juga jomblo malah ngatain sahabat sendiri."
"Kalau gue mah jomblo berkualitas, seorang Reza yang udah di kasih lampu ijo dari El." ucapnya sambil menatap El, ia tidak takut mempublikasi hal ini karena ya sebagai bukti keseriusannya. "Iya kan, El?" tanyanya sambil menaik turunkan alis.
Sedangkan El? Ia hanya diam saja, setelah itu menolehkan kepala ke sampingnya yang terdapat Nusa tengah membaca buku paket pelajaran. "Ngapain lo?" tanyanya.
Tunggu sebentar, El sedang berbasa-basi?
Nusa yang merasa di ajak ngomong pun langsung saja menolehkan kepala ke arah El, ia sedikit mengangkat buku yang tengah menjadi titik fokusnya itu. "Lagi baca, Bara gak liat?" balasnya dengan jawaban polos.
Mendengar itu, Reza dan Mario menahan tawanya. Kalau sampai kebablasan tertawa, bisa-bisa tatapan membunuh El menyerang mereka dan membuat nyali langsung ciut yang mengancam kemakmuran traktir makan hari ini.
El mendengus kecil, jawaban seperti apa yang dikatakan oleh Nusa itu? "Lo berdua balik badan," perintahnya pada kedua sahabat yang sangat kentara mati-matian menahan tawa.
Mendapatkan perintah seperti itu apalagi diucapkan dengan nada dingin, Reza dan Mario langsung grasak-grusuk memutar kursi dan tubuh mereka supaya menatap ke arah depan papan tulis yang masih kosong melompong karena jam pertama belum di mulai.
"Siaga dua, pasang kuping." bisik Mario pada Reza.
Menampilkan ibu jari, Reza mengerti dengan aba-aba Mario yang artinya mereka akan menguping pembicaraan sang bos dan ceweknya di belakang. "Siap komandan, laksanakan."
El berdehem kecil, "gue denger!"
Setelah itu, terlihat tubuh Reza dan Mario yang langsung duduk dengan keadaan tegak. Dan ya, tentu saja ini membuat El dapat melanjutkan percakapannya dengan Nusa.
"Udah sarapan?" tanyanya lagi yang seperti masih ingin mengobrol dengan Nusa namun tidak memiliki topik pembicaraan yang lebih berat lagi.
"Udah kok, tadi aku buat nasi goreng."
"Terus?"
"Terus apa, Bara? Kan Bara nanya, ya udah itu jawaban dari aku."
"Terus buat gue mana?"
Nusa membelalakkan kedua bola matanya, dalam perumpamaan nyaris keluar dari tempatnya. Ia tidak percaya kalau El akan mengatakan itu pada dirinya, sungguh.
Mengatupkan mulut yang setengah menganga, Nusa akhirnya menggaruk tengkuk yang tidak gatal karena merasa serba salah juga. "Euhm.. Bara mau aku buatin nasi goreng? Kalau iya, besok aku buatin terus aku bawain ke sekol—"
"Ga usah, besok gue ke rumah lo."
Bukan hanya sekali atau dua kali, Nusa terkejut dengan apa yang dikatakan oleh El. Ia sama sekali tidak memiliki pemikiran untuk berangkat sekolah bareng cowok ini, apalagi dirinya sudah masuk ke dalam black list di memori otak Priska.
El sendiri pun tidak tau mengapa mengatakan hal ini, ingin menarik ucapan pun rasanya tidak bisa. Tanpa ingin mendengar apa yang akan di katakan oleh Nusa sebagai jawaban, ia memilih untuk menarik buku pelajaran yang tengah dibaca cewek di sampingnya ini. "Pinjem,"
Nusa masih membeku, ia mengalihkan pandangan ke arah lain dan lebih tepatnya ke depan, melihat kalau punggunh Reza dan Mario saling naik turun seperti tengah tertawa namun tanpa suara.
"Selamat pagi anak-anak!"
Tiba-tiba, suara menggema di ruangan kelas ini pun terdengar dengan jelas dan mengerikan.
"Hari ini kita akan mengadakan ulangan harian. Silahkan masukkan buku atau kertas dan segala media apapun ke dalam tas, sediakan satu bolpoin atau peralatan menulis lainnya. Tidak ada yang menyontek atau nilai pekan ini Ibu beri merah semua yang artinya di bawah KKM."
Tiba-tiba Reza dan Mario membeku, mereka berdua menolehkan kepala ke belakangnya. "Mati kita belum belajar." ucapnya dengan kompak.
El mengangkat bahunya, sudah biasa terjadi ulangan harian mendadak seperti ini. Memang cukup menyebalkan bagi para murid yang belum terlalu menguasai materi atau bahkan ada yang tidak menguasai sama sekali, tapi baginya ulangan mendadak itu bisa melatih ketangkasan otak dengan cara yang baik.
"DL." Tanggapan yang singkat, padat, dan jelas.
Mario meringis, El memang terkadang pelit namun biasanya di waktu-waktu akhir langsung memberikan semua jawabannya dengan suka rela. Tapi ya seperti ini, harus membuat panik terlebih dulu. "Nyontek kek El, lo kan baik hati udah gitu ganteng banget gila gue kayaknya bakal jadi deretan fans lo."
Reza menganggukkan kepala, ikut-ikutan dengan Mario yang mulai dengan jurus merayu-nya. "Iya El, ayolah. Lo palinh keren di sini, nanti kalau lo mau, kita berdua bisa jadi babu tukang cuci mobil lo deh selama sebulan full."
Kenapa mereka berdua rela merayu bahkan sampai seperti ini? Jawabannya adalah.. ini adalah mata pelajaran matematika, sekali lagi perlu di cantumkan besar-besar MATEMATIKA.
"Deal." ucap El seperti biasa.
"Reza, Mario! Ngapain diskusi sama El? Ibu lihat nilai kalian bertiga sama lagi, Ibu jemur ya kalian di hari berikutnya!"
Reza dan Merio dengan heboh memutar kembali tubuhnya, mereka berdua meringis lalu meminta maaf pertanda menyesal telah mengobrol namun mengabaikan kalimat 'Ibu lihat nilai kalian bertiga sama lagi, Ibu jemur ya kalian di hari berikutnya!'. Kalau berjemur mah mereka sudah terbiasa, anggap saja di pantai.
Kembali pada Nusa, ia meringis kecil sambil memukul-mukul kepalanya dengan perlahan. "Bodoh, bodoh, bodoh, bodoh!" umpatnya dengan bergumam.
El mendengar itu, lalu tanpa menolehkan kepala ke arah Nusa pun akhirnya ia bertanya. "Kenapa lo?" tanyanya dengan nada bicara yang datar.
Kedua alis Nusa tampak turun, tatapannya sendu. Ia menolehkan kepala ke arah El, lalu menekuk senyumannya. "Bara, Nusa boleh nyontek juga gak kayak Reza sama Mario?" tanyanya dengan nada bicara takut, bahkan kedua tangannya saling meremas satu sama lain.
El menolehkan kepala ke arah Nusa. "Gak."
"Ish kenapa? Habisnya kan waktu itu aku minta ajarin, eh belum jadi sampai sekarang."
"Maksud lo?"
"Aku belum paham..."
"Apa keuntungannya buat gua bantuin lo? Kalau gak ada, gue gak mau."
Nusa menghembuskan napas, kalau saja El bukan cowok yang menyeramkan, sudah habis dirinya pukuli karena menyebalkan. "Aku.. aku traktir teh manis deh di kantin."
"Penawaran apaan itu? Ogah." balas El sambil berdecak tanpa minat sama sekali.
"Ayolah Bara, please..." ucap Nusa sampai mengeluarkan tatapan puppy eyes kepada El, ia sebegitu mohonnya kepada cowok yang sangat mirip dengan bongkahan es itu.
"BARA, NUSA! JANGAN MENGOBROL ATAU SAYA KELUARKAN DARI KELAS!"
Nusa tersentak kaget dan langsung mengubah tatapannya ke depan kelas, menatap sang guru. "M-maaf, Bu." jawabnya dengan nada pelan karena takut di tegur lagi.
Tapi tidak dengan El yang masih bertahan pada posisinya, ia terlihat tenang. "Lo harus jadi babu gue, kemana-mana harus sama gue. Pas gue butuh lo harus ada, pergi atau ingin kemana harus berdasarkan izin gue. Itu bayaran gue, sekaligus perjanjian kita."
...
Next chapter