"Jangan... di rekam." Rintihku karena menahan rasa gatal yang teramat sangat. Tenagaku sudah habis, tapi liangku seolah memintaku mencari pelampiasan lain. Sementara Tua bangka tidak tahu diri itu malah mendekatkan handycam ke wajahku.
"Ayo jalang, tunjukan wajahmu yang erotis! Yang menggoda." Titahnya. Dia sama sekali tidak memperdulikanku yang tergelepar tidak berdaya.
Aku memalingkan wajah. Tetapi Tua Bangka itu justru mencengkeram pipiku dan mengarahkannya ke kamera lagi.
"Julurkan lidahmu, Ayo." Pintanya. Aku menggeleng-gelengkan kepala keras, berusaha untuk lepas dari cengkramannya. Sama sekali tidak sudi untuk menuruti semua perintahnya.
"Ayo katakan sesuatu jalang, ayo katakan bahwa kamu lonte!" pekiknya dengan sedikit memaksa. Aku yang sudah muak dengan perkataannya, seketika meludahi wajahnya hingga dia terhenyak.
"Beraninya kamu! PLAKKKKK" aku tersungkur di atas ubin. Darah mengalir di hidungku. Beberapa kali tendangan keras menghujam tubuhku. Beberapa kali juga, mataku mendelik karena kesakitan.
"Ini pantas buatmu wanita jalang! Rasakan ini! ahahahaha" Tendangan demi tendangan mengenai punggung, bokong, dan kepala. dia menyiksaku seperti psikopat. Andai saja aku tidak merasakan gatal, sudah kulawan dia. Tetapi entah kenapa aku selalu berada diposisi yang tidak berdaya. Selalu tertindas.
"Stop!" Pekik suara barinton yang menggelegar memenuhi ruangan. Terlihat Anton yang berdiri di ambang pintu dengan gagahnya.
"Kamu jangan keterlaluan menyiksa dia, Ingat rencana awal kita." sosok tegap itu menghampirinya. Pak Sugeng seketika berhenti untuk menendangku. Dia meminta maaf kepada anton dengan sedikit menunduk, layaknya majikan dan pembantu. Sebenernya ada apa diantara mereka? terus apa yang mereka rencanakan.
"Maafkan saya Anton. Saya khilaf. Soalnya dia tidak mau menuruti perkataanku."
"Bodoh kamu, jangan sampai kecerobohanmu bisa membunuh dia ya. Kalau sampai ada apa-apa dengannya. Kamu yang aku bunuh!" Hardiknya dengan mata melotot. Pak Sugeng mati kutu.
Anton menghampiriku. Lalu, kedua tangannya yang kekar menyelip dibawah tubuhku. Beberapa saat kemudian, aku sudah berada dalam gendongannya. Dia membawaku keluar kamar, berlalu dari tua bangka itu sendirian di kamarnya.
Bau Bebungaan menguar dari tubuhnya. Tidak salah lagi, bau yang ada di kamarnya adalah miliknya. Membuatku menjadi mabuk kepayang.
Pandangan Anton lurus ke depan. Sorot matanya datar. Dari dekapannya, aku bisa melihat lebih jelas lehernya yang kokoh, Rahang yang keras, wajahnya yang sangar. Sekilas aku melihat ke dadanya sebelah kiri terdapat tatto yang tertutup biru dongker. Selama ini, aku tidak terlalu memperhatikan Anton. Mungkin karena aku ilfell dengan sikapnya yang suka menggombaliku. Tapi kini, kenapa semuanya tampak berbeda. Apapun yang ada dalam dirinya terlihat begitu istimewa, menarik semua panca inderaku terhadapnya. Apalagi sikapnya yang tidak semenjijikan dulu. Dia sekarang Dingin dan Misterius.
Tiba-tiba dia berhenti. Dia menoleh ke arahku dengan tatapan tajam.
"Kenapa kamu lihatin saya seperti itu?"
Deg
Mataku seakan terkunci dengan tatapannya. Tanpa berkedip sedikitpun. Dia menaikkan salah satu alisnya. Rasa gatal kembali mencuat. Diatas bopongannya, aku menggeliat sembari melenguh pelan.
Anton pun membawaku menuju sebuah kamar yang terletak di sebelah kamarnya. Karena gerakanku yang semakin menjadi-jadi. Dia melemparkan tubuhku begitu saja di atas kasur yang empuk. Sejenak dia menekan saklar. Lampu kuning menyala. Tubuhku menggeliat erotis sembari mendekatkan liangku ke arahnya. Berniat untuk menggodanya. Tapi, dia tidak bergeming.
"Anton! Kenapa kamu diam saja! bukannya dulu kamu sering menggodaiku! Bukannya kamu juga sering berkata-kata kasar untuk memancing libidoku! Tapi kenapa setelah aku berada tepat di depanmu, kau diamkan aku begitu saja!" Hardikku kesal.
"Jaga bicaramu Budak! Aku bukanlah Anton yang dulu! Aku adalah calon raja Genderuwo! Dan kamu harus hormat denganku! Panggil aku Tuan!" Dia merentangkan tangannya dengan rasa bangga terhadap dirinya sendiri. Aku tercengang karena melihat asap hitam yang tipis mengitari tubuhnya. Sontak aku merinding. Hal yang tidak aku mengerti adalah pernyataannya yang mengatakan bahwa dia adalah calon dari raja genderuwo? Apa maksudnya?
Memang dia bukan Anton, tapi jelmaan iblis.
Dia masih berdiri dengan sorot mata yang datar.
Tiba-tiba dia melepaskan semua bajunya.
Kemudian dia mengeram keras seakan mendapatkan energi yang kuat. Aku sedikit mendongakkan kepala sembari geser mundur.
Dia berubah menjadi Genderuwo. Iya, masih timbul pertanyaan di benakku, Kenapa dia bisa berubah menjadi genderuwo? Apakah dia mengamalkan ilmu hitam? Atau sebenernya dia adalah genderuwo dengan kekuatan tertentu bisa berubah menjadi manusia?
Genderuwo ini sangat berbeda. Sosok hitam bulu lebat. Matanya lebih menyala dengan taring yang melampaui dagu. Namun satu hal yang aku sadari, ternyata bulunya tidak sepenuhnya hitam. Tapi hita kecoklatan.
GRRRR...GRRRR...
Dia mendekati tubuhku yang polos. dalam hati aku berlonjak kegirangan. Apalagi mengingat kenikmatan yang aku dapat dari genderuwo di rumahku tempo hari dan sekarang aku tidak sabar untuk mengulanginya lagi dengan genderuwo yang lebih gagah yang berdiri tepat di depanku.
Dia mengulurkan telapak tangannya sampai di depan wajahku. Kemudian dia berkata dengan suara menggema memekkan telinga. "Tunggu saatnya aku akan menyetubuhimu secara brutal. Tepat di hadapan semua bangsa lelembut untuk penobatanku menjadi Raja Genderuwo. Sekarang tidurlah."
Tiba-tiba tubuhku terasa nyaman. Kelopak mataku bergelayut menutup. Aku pun tertidur.
***
Sekarang aku tahu alasan kenapa Anton tidak mau menyetubuhiku. Mungkin sebuah pantangan baginya untuk menyetubuhiku sampai hari itu terjadi. Hari dimana aku setubuhi di hadapan di semua demit yang artinya aku akan di jadikan TUMBAL! Mungkin saja.
Aku merenggangkan ototku yang terasa kaku. Nyenyak sekali tidurku semalam. Aku pun beranjak dari tempat tidur. terus berjalan menuju kamarnya Anton. Terlihat Pak Sugeng yang tidur telentang sembari mendengkur. Beberapa kancing bajunya lepas sehingga menampilkan perut buncitnya yang ditumbuhi bulu uban. Menjijikan.
Tidak membuang waktu lagi. Aku langsung meraih bajuku yang tergeletak di ubin dan memakainya. Hal yang membuatku tercenung sesaat, lantai dimana terdapat kubangan air mani itu bersih! Karena penasaran aku menyentuh lantainya. Kering. Seakan-akan tidak pernah ada cairan lengket itu berada di sana. Apakah memang sudah di bersikan atau hanya halusinasiku saja.
Aku merogoh ponselku dari dalam tas. Mataku terbelalak tatkala jam menunjukan pukul sepuluh pagi. Aku telat berangkat kerja! Langsung saja, aku meraih tas. Buru-buru berjalan keluar. Tepat di depan pintu, aku berjumpa dengan sosok Anton yang membelakangiku. Dia hanya menggunakan celana jeans warna biru laut yang sobek-sobek. Ditangannya terdapat seputung rokok yang hampir habis. Seakan menyadari kedatanganku, dia menoleh. Tatapannya yang tajam itu membuatku menunduk.
"Maaf Tuan. Saya mau berangkat kerja dulu. Sudah kesiangan." Dia tidak segera menjawabku. Dia menghisap sisa rokok dengan sangat dalam, lalu membuangnya serampangan.
"Ingat! Jangan pernah berpikir untuk kabur dariku atau kamu akan menyesal!" Suaranya lirih mewanti-wanti. Namun bagiku, itu terdengar seperti ancaman.
"Baik Tuan, setelah kerja saya akan kembali ke sini. Saya berjanji tidak akan kabur."
"Bagus, sekarang kamu boleh pergi."
Aku bergegas ke mobil. Tidak berapa lama, mobilku keluar dari pelataran rumah itu. Masih kulihat tatapan Anton yang dingin melihat kepergianku.
bersambung
Note:
Anton jahat banget ya gaes! kalau ketemu dia enaknya diapain ya?