webnovel

Hasrat Genderuwo

"Apa yang Mbak rasakan ketika berhubungan dengan genderuwo?" tanya Pak Min membuyarkan lamunanku. Sekaligus menohok sampai ulu hati. Wajahku yang putih memerah.

"Maksud Pak Min apaan sih? saya gak ngerti." Kilahku sembari memalingkan muka. Dia tampak mengelus-elus dagunya yang di tumbuhi jenggot tipis.

"Bangsa lelembut mampu menciptakan fantasy manusia menjadi nyata. Tapi mereka punya tujuan terselubung untuk menyesatkan manusia. Lebih baik kamu hindari mereka secepat mungkin." Tubuhnya agak condong ke arahku sembari melotot. Dia benar-benar serius dengan ucapannya. Tukang galon yang kesehariannya sangat sederhana itu ternyata bukan orang sembarangan.

"Pak, jujur sama saya. Sejak kapan bapak punya kemampuan seperti dukun?"

Dia kembali ke posisi duduknya semua. Mencecap kopi yang masih mengepul sampai suara decaknya memenuhi ruangan.

"Suatu saat kamu akan tahu. Yang terpenting sekarang, usir dulu mahluk yang ada di rumahmu."

"Caranya Pak?"

***

Sore itu, sekitar pukul empat, aku membawa sebuah plastik hitam yang berisi garam kasar alias garam yang masih berbentuk kristal dan belum di proses. Dengan keteguhan hati aku membuka pagar rumahku dan masuk ke dalam. Mobil sengaja aku taruh di luar untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak di inginkan terjadi.

"Bawa garam ini dan taburkan ke dalam rumah, mahluk itu akan merasakan sakit dan pergi." Begitu penjelasan Pak Min yang tergiang dalam benakku, ketika dia memberikannya kepadaku. Pak Min tidak ikut. Dia beralasan bahwa malam itu ada beberapa orang yang datang ke rumahnya untuk meminta bantuannya. aku baru tahu kalau ternyata beliau diam-diam membuka praktek di rumah. Namun, terbatas segelintir orang saja. itu pun hanya untuk hal yang mendesak.

Namun, dia berjanji mengawasiku dari kejauhan, sehingga aku merasa yakin dan aman untuk masuk ke rumahku sendiri.

Klek.

Pintu ruang utama terbuka. Hawa lembab menyergapku seolah rumah ini sudah lama tidak ditempati. Dengan mengendap-endap, sembari pandangan yang terus menyapu sekitar, aku mencari saklar lampu, berniat untuk menyalakan semuanya terlebih dahulu supaya suasana terang. Dari ruang tamu, tengah, kamar, sampai dapur. Namun semuanya tampak normal saja, seakan tidak terjadi apa-apa.

"Huh." Aku menghela nafas. Tenggorokanku rasanya kering sekali. Langsung aku membuka kulkas dan mengambil botol minuman di dalamnya. Tidak berapa lama, aliran air yang dingin membasahi sampai kerongkongan.

Brak!

Suara pintu yang dibanting membuatku tersedak. Dalam kondisi terkejut, aku terbatuk-batuk sampai mataku berair. Tiba-tiba, angin berhembus ke segala penjuru rumah. Cukup kuat sampai beberapa perabotan di dalam rumah itu terhempas. Pun pigura-pigura yang tertempel didinding berhamburan di lantai. Riuh suara jatuhnya barang tidak terhindarkan.

Dengan tergesa-gesa aku meraih plastik hitam yang aku letakkan di atas kulkas. Namun, kekuatan angin yang hebat menerbangkannya sampai tersangkut di celah ventilasi kaca. aku hanya menatap nanar ke arah bungkusan itu, karena letak ventilasi yang sangat tinggi sehingga sulit bagiku untuk menggapainya.

Aneh, hembusan angin itu hanya mengacaukan sekitarku tanpa mengusikku sedikitpun.

Tiba-tiba lampu padam, seketika aku menjerit ketakutan. Dengan tergopoh-gopoh aku berlari menuju pintu depan. tanganku meraih gagang pintu dan memutar-mutarnya dengan kasar. Sia-sia belaka, karena pintu yang terkunci rapat.

Aku berteriak sekencang-kencangnya sembari mengedor-gedor pintu. Berharap orang diluar bisa mendengarku. Lalu aku beralih ke jendela kaca di sebelahnya dan melakukannya hal yang sama.

Entah karena jarang ada orang yang lewat di komplesk elit itu atau memang orangnya yang terlalu cuek. Sehingga tidak ada yang datang untuk sekedar melongok ke rumahku.

Gr...grrr...

Terdengar suara geraman di belakangku. Aku menoleh seketika. mataku mengerjap-gerjap. Sisa cahaya sore yang menembus melalui kaca cukup membantu untuk melihat sesuatu yang besar dengan mata merah yang bergerak ke arahku.

"Tolong.. tolong Pak Min tolong!" kembali aku mengedor-gedor kaca rumah. Geraman itu semakin jelas membuatku berlonjak dan mengerahkan segenap tenaga untuk mengedor kaca jendela yang sangat tebal itu sampai tanganku lecet.

Sebuah tangan raksasa yang berkuku panjang mencengkeram pundak dan lengan kananku. Seketika aku memekik semakin keras. Dia menarikku dengan kasar. Aku memegang tralis besi di jendela itu kuat-kuat sambil memejamkan mata. Aroma melati menguar berlebihan hampir membuatku muntah.

Apakah dia adalah Genderuwo Pak Min maksud? Mahluk halus peliharaan si brengsek Anton yang berusaha memperdayaiku?

Aku masih memegang erat-erat tralis besi itu. namun mahluk itu lebih kuat menarikku sehingga aku terpental mengenaik tubuhnya yang tumbuhi bulu. Aku meronta sekuat tenaga saat dia menyeretku. Dalam hati aku mengumpat kepada si bresngsek Anton. Kalau aku berhasil lepas dari cengkraman mahluk ini, aku berjanji akan membuat perhitungan dengannya.

Mahluk itu melemparku ke ranjang. Dalam kegelapan ruangan, aku hanya bisa melihat bayangan mahluk yang tingginya hampir mengenai plafon rumah. Yang paling kentara adalah bola mata merahnya yang sebesar genggaman orang dewasa. Dengan posisi duduk aku mundur di ranjang deluxe itu.

"Jangan, jangan, Ampun." Lirihku. Diluar dugaan dia menarik kakiku dengan kasar. Merobek baju terusan yang aku pakai, sehingga terkuak lekuk tubuhku yang menggunakan dalaman.

Dia terdiam sejenak membuatku tertegun. Aku berhenti meronta. Nafasku terengah-engah memandanginya. Tatapan matanya yang menyeramkan seakan merasuk kedalam sanubari. Rasa takutku hilang berganti menjadi rasa gatal yang luar biasa. aku memejamkan mata sembari melenguk pelan. menggesekkan kedua pahaku karena rasa gatal itu bersumber dari pangkal paha, kewanitaanku.

Terdengar suara mengeram seperti tertawa dari mahluk itu ketika melihatku. Cukup lama dia membiarkanku tersiksa. Aku yang tidak tahan pun mengeliat diatas kasur sembari merintih. Semakin lama rasa gatal itu menambah, sehingga membuat air mataku bercucuran.

"Tolong..." lirihku kearah mahluk itu. aku seperti orang tidak waras karena meminta tolong kepada mahluk mengerikan itu. seakan paham dengan perkataanku, mahluk itu beranjak naik ke atas kasur dengan merangkak tepat di atas tubuhku yang mengeliat.

Aku memejamkan mata pasrah. Entah kenapa hawa tubuhnya semakin membuatku gelisah dan gatal yang luar biasa. Tidak berapa lama, aku merasakan benda lunak bertekstur kasar dan berair menyentuh pipiku. Dingin dan anyir. Terasa seperti tergores karena terpadat Aku tidak merasa jijik sekalipun, justru merasa nyaman. Sangat sangat nyaman.

Dia beralih ke leher, membuatku mengelinjang kegelian. Kemudian, turun ke kedua gundukan yang masih tertutup bra. Sejenak dia berhenti, aku mengintip dari celah kelopak mataku. Dengan beringas dia menarik braku sampai terlepas, lalu melanjutkan menjilat lagi. Rupanya dia menggunakan lidahnya untuk menyentuh tubuhku tadi. Aku kembali memejamkan mata. Menikmati sentuhan-sentuhanya yang kasar, membuatku terbang ke awan-awan.

Sampai bawah perut dia berhenti lagi. Dia mengeram sembari melihat celana dalamku. aku membuka mataku lebar-lebar. Dengan kesal, aku menghardik mahluk itu.

"Ayo, teruskan ayo!" ujarku sembari sedikit mengangkat pahaku ke arahnya. Di saat bersamaan, terdengar suara berisik orang-orang yang di barengi pintu terbuka.

"Dina dimana kamu!"

Bersambung

Nächstes Kapitel