webnovel

BOOK 1 CHAPTER 10

―Jadi vampir dan reinkarnasi itu benar-benar nyata.‖ Ace pun mengusap air matanya yang mendadak jatuh. Meski tahu takkan bertemu Drake versi reinkarnasi, dia tetap sedih karena pria itu benarbenar hilang dari semesta ini. ―K-Kupikir ... ah, maaf. Aku lelaki, tapi ternyata secengeng ini. Ha ha.‖

Ace tidak tahu, Mike memandangi wajahnya dengan mata kucing yang bersinar saat itu. Ada binar-binar penasaran di dalamnya, tetapi malah berpaling saat jemari Ace mengelusnya kembali. Dia diam hanya menemani. Berniat berpejam dan tidur saja. Sayang merah-merah penuh duka di wajah Ace kini menggentayangi benaknya.

"Aku tidak harus peduli urusan lelaki ini," batin Mike. Dengkuran ala kucingnya makin tenang setiap Ace membelai dengan cara yang lebih lembut. "Toh dia dewasa. Palingan, Drake bisa dilupakan kalau kutemani sebulan. Lagipula, siapa yang betah dengan hidup yang dihantui kematian? Aku sepertinya harus bersabar sementara waktu."

Malam itu, Ace tertidur di sofa setelah menangis begitu lama. Dia menyebut nama Drake dalam mimpi, merintih-rintih dengan badan menggigil trauma, dan Mike tidak tahan melihatnya.

―Astaga, aku tak pernah tahu ada klien semerepotkan ini,‖ keluh Mike. Tengah malam, dia pun berubah ke tubuh manusia untuk menggendong Ace. Dia tahu Ace sungguh ringan, tetapi tak pernah sejelas ini di indra perasanya. Mungkin karena tadi hanya memeluknya saat terbang dengan kecepatan tinggi, Mike pun abai soal apa pun.

―Mnnhh ... mnn ....‖ gumam Ace dengan menggigit bibir merahnya. Lelaki berjari ramping itu memeluk leher Mike sebelum benar-benar direbahkan. ―Drake, jangan pulang, tolonglah,‖ pintanya dengan kening berkerut. ―Badanku panas. Rasanya demam. Bisakah kau buat bubur untukku dulu?‖

Berani sumpah Ace tidak benar-benar demam saat ini. Mike yakin dia membawa masuk lelaki itu ke rumahnya tepat waktu. Mana mungkin angin malam membuat kesehatannya menurun jika hanya sebentar di luar sana?

―Dia pasti hanya melantur,‖ kata Mike. Kali kedua, dia memaksa lepas Ace dan menyelimutinya sebatas dada. Iblis itu nyaris keluar kamar bila Ace tidak menangkap tangannya.

―Drake, mau kemana?‖

Kening Mike pun berkedut pelan. "Oh, Shit." Ace terlelap lagi setelah itu.

Mike pikir, setelah melepaskan diri dari Ace, hatinya akan tenang begitu saja. Faktanya tidak. Makin jauh langkahnya dari kamar itu, detak jantungnya makin tak pasti.

Aneh.

―Aku yakin sudah mengamankan wilayah ini.‖ Mike menatap ke sekitar dengan mata kuningnya. Dia pun menghela nafas panjang begitu yakin tidak ada apa-apa. ―Tapi, hmnn. Mungkin lebih baik kutemani beberapa hari.‖ Dia pun kembali kesisi Ace dengan beberapa helai bulu kucing rontok pada keesokan pagi.

***

3 hari sebelumnya ...

Dua menit sebelum pesawat landing, Ace bangun tidur karena tepukan pelan. Kedip-kedip, ada Drake dengan senyum manis ada di depannya. Pria itu membebatkan syal rajut ke leher sang kekasih yang menegakkan punggung.

―Sangat nyenyak?‖

Ace mendengus tersenyum. ―Iya, tidak mimpi, tetapi rasanya segar,‖ katanya. Dia menoleh ke jendela dan untuk melihat pemandangan. Di bawah sana desain gedung Bandar Udara Malpensa sudah terlihat jelas. Liki-liku bangunannya, gedunggedung tinggi yang mengapit di sekitar, dan keramaian siang hari yang mengitari.

―Phi, aku senang kita sampai ke sini,‖ kata Drake. Padahal Ace tidak pernah jalan jauh-jauh sejak turun di landasan, tetapi pria itu menggenggam tangannya erat.

Ace pun tersenyum tipis. ―Aku juga.‖ Dia pandang raut berkerut-kerut Drake, matanya, lalu menerima ciuman lembut sambil berpejam.

Pastikan untuk membaca bab yang telah diisi dengan judul huruf kapital..

Om_Rengginnangcreators' thoughts
Nächstes Kapitel