webnovel

Memang terlalu intim

"Ar, pinjem kolor dong!" Brian yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan tubuh basah terbalut selapis handuk meminta.

Singkat membelok ke arah cermin panjang, bergaya layaknya binaragawan. Menekuk lengan, lantas mengangkatnya ke atas dengan kekuatan mencengkram, menampakkan otot bisep yang terpahat pas. Sementara di saat bersamaan bagian perutnya di kencangkan, jelas terlihat roti sobek di sana. Berputar ke segala posisi, tetesan air yang menyetubuhinya makin menampakkan kesempurnaan.

Senyum seringai membanggakan diri sendiri pun di tunjukkan, "Gila! Wajah dah ganteng, body seksi lagi. Beruntung banget cewek yang nantinya bakalan jadi jodoh gue ya, Ar?" Surai basahnya lantas di kibaskan, tetes-tetes air kecil pun mencuat jatuh berantakan.

Sampai beberapa saat masih tak disahuti, pandangan Brian pun teralih pada Arka yang tengah berbaring nyaman di atas ranjang. 

"Ar?" panggil Brian satu kali lagi, dan Arka yang malah semakin menarik kedua sudut bibirnya begitu girang, masih tak bergeming.

Memindik-mindik datang mendekat, Brian pun menggunakan jurus ampuhnya untuk menyadarkan.

Hap

Memiting kepala milik Arka, menyodorkan bulu ketek keritingnya yang lesu karena basah.

"Emmph!"

Lihatlah, benar yang di katakan Brian, kan? Arka yang sebelumnya cosplay menjadi patung langsung bergerak aktif. Suara memekik tertahan, lumayan di anggap sebagai sahutan yang bisa di tolerir keterlambatannya.

"Huekk, jijik banget!"

Kalau itu Arka yang terlalu berlebihan, kan Brian baru saja keluar dari kamar mandi, tak mungkin hanya mengucur tubuhnya di atas keran sampai sebatas basah saja, kan?

Brian pun menegakkan tubuhnya yang terus di dorong Arka, lantas duduk di sisi kawannya yang kali ini malah makin memberenggut. Salahnya? Pikir Brian yang malah tambah mencari gara-gara dengan mencubit kedua pipi milik Arka.

"Ishh... Paan sih! Sakit tau!" Kesal Arka sembari mengusap kedua pipi merahnya yang sedikit perih.

"Lagian dari tadi cengesan aja, sawan lo ye?"

"Nih, ngomong sama jempol kaki!" sinis Arka sembari menyodorkan kakinya ke hadapan Brian.

"Ogah, cantengan gitu kok!"

"Enak aja! Kuku gue bersih ya!" Arka menarik kakinya yang di cekal pergelangannya oleh Brian, lantas dengan bodohnya mengendus telapak kakinya.

Basah, sedikit kecut karena baru melepas kaos kakinya yang di pakai selama dua hari berturut-turut. "Kalo nggak percaya, cium nih!"

Tapi jelas tak lebih parah dari aroma keringat kawan-kawannya sehabis terpapar efek luar ruangan.

"Serah lo deh!" Brian pun lantas bergidik jijik. "Gue ambil sendiri."

"Segala pake ijin, nodain kolor gue aja nggak pernah tuh sekali pun lo minta maaf," sindir Arka sembari menatap sinis Brian yang tanpa tahu malu menggeledah lemari pakaiannya.

Sialnya, Brian malah mengambil kaos pendek yang baru kemaren di belikan mamanya sebagai pakaian tidur. Kawan durjana memang!

"Ya... Kan, udah gue tuker sama kolor gue." Brian beralasan. "Sekalian celana training ya, dingin nih!"

Arka pun menatap Brian dengan pandangan datar. Demi apa pun, seluruh pakaiannya hampir keseluruhan sudah di kenakan Brian. Kehadiran pria itu juga menambah cucian yang saat ini menggunung di sudut ruangan.

"Sekarang gue tanya, lo nggak minat buat cabut dari rumah gue? Lama-lama gue curiga kalo lo minggat dari rumah, lagi?"

.... Eh? Apa jangan-jangan lo malah di usir karena nggak guna dan bisanya cuman rebahan sambil ngabisin kuota wifi buat download bok8p?"

"Asu! Kenapa lo malah ngolok gue, dah?"

"Sesekali, biar lo sadar diri!" Arka sudah sangat pedas dan ketus sewaktu menegur. Tapi meski pun begitu, lihatlah betapa tidak pekanya Brian yang masih sibuk membuka laci di bagian lemarinya. Tubuh hampir telanjang yang menodai mata sucinya, lagi! batin Arka sembari mengurut dada.

Sampai akhirnya Arka yang mendengus kasar sembari lengan bersendekap pun malah terkesiap. Secepat kilat menolehkan kembali pandangannya ke arah Brian yang setengah membungkuk dengan menarik beberapa lembar kain lusuh di sana.

"Eh, paan nih?"

Buru-buru, Arka pun loncat dari ranjang dan menyabet barang miliknya, lantas mendekapnya posesif. "Ishh! Nggak usah kepo!"

"Ar, itu kotor lo!"

"Biarin, bukan urusan lo!" sungut Arka yang makin menjadi, pasalnya Brian sudah terlalu berisik sampai tanpa menyerah membuatnya buka mulut.

Brian pun makin menyipitkan matanya, memandang Arka yang terlalu panik. "Bentar-bentar! Bukannya itu sarung tangan lo yang di bawain sama abang gue, ya?.... Scarf juga?" tebak Brian yang seketika membuat Arka putar badan untuk membelakangi.

"Acie ciee... Segala bekas sentuhan tangannya lo simpen, jangan bilang celana sama kolor kotor yang sewaktu kejadian itu masih lo simpen lagi? Hahaa..."

Brian sampai terbahak, menoel-noel pundak Arka yang menegang dengan mimik wajah merah padam. Kali ini dirinya yang seperti berganti di cap mesum oleh Brian.

"Kok, diem? Bener ya?" Brian mencelingukka wajahnya dari arah belakang Arka. "Duh, ar... Nggak gitu juga kali!"

Arka lantas menepis, menuding Brian dengan penuh peringatan. "Lo bisa diem nggak?"

"Btw, bekas remasan bang Nino di bokong lo buat kenangan juga? Emph!" Brian langsung gelagapan karena Arka membekap mulutnya.

"Ogeb! Atau lo pura-pura lupa? Orang lo yang nimpa bekas cap tangan Nino, kan?" kesal Arka, yang jadinya membuatnya keceplosan membuka kartu. Sialan! Ia sampai bisa merasakan senyum beringas Brian di telapak tangannya.

Entahlah, tiba-tiba saja Arka merasakan panas yang menerpa wajahnya. Apa karena ingatannya tentang bekas cap tangan Brian yang masih ada sampai dengan saat ini? Pun lekas melepaskan bekapannya, lantas mencari jalan untuk menjauh, kalau saja Brian yang tak bosan mencari gara-gara dengan membentangkan kedua lengannya.

"Masak sih? Nggak ada bukti hoax!"

"Ahh! Sialan, lepasin nggak! Hahaaa..." Arka terpingkal, pasalnya Brian yang tiba-tiba saja mendekapnya, lantas menggelitik bagian perutnya. Langkah mundurnya juga terus di ikuti Brian yang makin menempel ke tubuhnya, tanpa celah.

Wajah Brian bahkan semakin mengikis jarak, memaksa Arka untuk mendongak dan saling pandang.

Tak lama hembusan napas menerpa lubang pendengaran milik Arka, menghantarkan sengatan ke sekujur tubuhnya yang praktis membuatnya bergidik.

Brian menampilkan senyum seringainya, sementara jemarinya perlahan bergerak menggerayah lekuk tubuh Arka.

"Ahh..!" desah Arka saat secara tiba-tiba merasakan cengkraman yang begitu erat menyerang kedua bilah bokongnya.

"Respon yang bagus. Sebagai kawan yang baik, gue bakal ngelatih lo supaya lebih binal."

"Binal?"

"Supaya bisa ngebuat cowok lain terangsang."

Braakk

Brian mendorong Arka sampai jatuh ke atas ranjang, bagian spon memantul yang kemudian kembali mendapatkan beban. Brian di sana, mengungkung Arka yang masih kucel dengan seragam lengkapnya. Juga mimik wajah terdiam, mendapati Brian yang nampak begitu sumringah.

"Bokong semok punya lo emang manteb, sih! Atau minta percobaan bagian lainnya? Gue sih, ayo aja!"

Brian memang usil, selain itu kombinasi porno yang tertancap dalam ingatan kecilnya makin memperbangsat gerak jemarinya yang memutar di dada milik Arka.

Plakk

Tanpa ampun Arka pun menoyor kepala Brian, dengan sekuat tenaga mendorong jatuh kawan tak berfaedahnya itu.

Duagh

Suara terjungkal Brian yang berhasil terguling ke lantai membuat Arka bersemangat karena telah membalas. Namun tidak lagi setelah tubuhnya menegak dan melihat pemandangan rimbun dari sela kaki Brian yang mengangkang. Handuk kecil itu tersibak, dan seketika membuat Arka histeris.

"Akhhh...! Mama, Aku mau di perkosa...!"

Nächstes Kapitel