webnovel

Wujud Baru

Metamorphosis

Sebuah cahaya muncul dari dalam kepompong besi yang berada di wadah raksasa. Seluruh staff yang berjaga di laboratorium sudah tertidur pulas. Reaksi pada kepompong besi terjadi pada pukul 01:00 AM, waktu dimana yang bertugas piket sudah tertidur lelap.

*bip bip…*

Suara dari komputer pemantau kepompong raksasa pun terus berbunyi ketika mendeteksi energi jiwa di wadah raksasa. Perlahan air jiwa murni yang mengelilingi kepompong besi mulai surut dan berkurang. Air jiwa murni adalah nutrisi penting bagi kepompong besi saat makhluk yang ada didalamnya hampir keluar. Setelah semua air dalam wadah terserap ke dalam kepompong besi, cahaya dari dalam kepompong bersinar semakin terang.

*creack… sret…*

Retakan pada cangkang kepompong besi terus menjalar hingga membuat retakan besar. Sosok tangan keluar dari retakan tersebut dan melebarkan retakannya hingga menjadi lubang besar.

*tap…*

"Ini dimana…?"

Sosok wanita remaja tanpa busana keluar dari cangkang kepompong besi, rambutnya panjang dengan warna perak yang memukau. Gadis itu terlihat kebingungan saat pertama kali keluar dari cangkang kepompong besi.

"...!"

Rigma yang awalnya tertidur lelap langsung terbangun saat merasakan energi jiwa yang sangat besar.

'Syna ini…?'

'Iyap tidak salah lagi bocah… kemungkinan kepompongnya sudah menetas…'

Rigma langsung menggunakan pakaiannya dan bergegas keluar dari kamar. Sementara itu sosok remaja cantik yang memiliki rambut lurus berwarna perak terus berjalan mengitari laboratorium pengembangan senjata jiwa. Ia berhenti ketika menemukan sebuah cermin besar yang memperlihatkan wujud barunya.

"Ini aku…? Ini terlihat seperti diriku saat masih berumur 15 tahun… yang berbeda hanya rambutku saja… dan entah kenapa aku merasakan sangat kuat..."

"Itu karena kau sekarang bukan lagi manusia…"

"Siapa…!?"

*sling…*

Tanpa sadar dini merubah tangannya menjadi sebuah mata pedang yang sangat tajam.

"Ini…!? Apa yang terjadi pada tubuhku…!!"

"Tenanglah dini… ini hanya satu-satunya cara yang bisa aku lakukan untuk menolongmu…"

"Rigma…? Tuan rigma... tolong jelaskan apa yang terjadi pada tubuhku…!? Kenapa tanganku bisa seperti ini…!?"

Rigma menundukkan kepalanya sambil memalingkan muka, ia melakukan semua eksperimen senjata hidup tanpa persetujuan dini. Tentunya rigma sudah menduga dini akan panik jika tubuhnya tiba-tiba menjadi sebuah senjata.

"Ini satu-satunya cara untuk menarikmu kembali dari kematian… maafkan aku yang begitu egois…"

"Menarikku kembali dari kematian….? Jangan bilang anda merubah tubuhku untuk menghidupkanku kembali..."

"Iya bisa dibilang begitu…"

Rigma menjawab dengan nada suara pelan dan ia juga tak berani menatap wajah dini.

"Hahaha… jadi begitu… anda benar-benar mengubah saya menjadi alat sekarang…"

"Tenang dulu kau wanita penggoda…"

"Huh…!? "

Tiba-tiba syna muncul dengan wujud fisik di depan dini yang kesal karena mendengar perkataannya.

"Kau bisa melihatku kan…?"

"Tunggu apa maksudmu…!? Dan kenapa tadi kau menyebutku wanita penggoda dasar wanita mesum…"

"Aku hanya mengatakan fakta yang aku lihat… sebelum menjadi senjata kau terus menggoda rigma dengan tubuhmu yang sudah matang… namun sekarang kau hanya memiliki tubuh remaja yang belum matang sempurna…"

"Kau…!"

*sling…*

Dini kembali mengeluarkan bilah pedang dari kedua tangannya saat merasa dirinya dihina. Namun syna tidak gentar sedikitpun ketika melihat dini yang mentalnya masih belum stabil.

"Syna jangan memperburuk keadaan…"

"Tenang saja bocah… wanita ini bahkan belum bisa menggunakan kekuatan jiwa… dia hanya seorang anak kecil yang tidak mengerti apa-apa…"

"Haaaa…. Terserah kau saja… asal jangan sampai dia terluka…"

"Tenang… dia adalah senjata hidup… tidak mungkin dia terluka semudah itu…"

Rigma pun menjauh dari tempat syna dan dini agar tidak terlibat pertarungan mereka. Dini semakin kesal karena ia diremehkan oleh wanita bernama syna di depannya.

"Sekarang mari kita lihat sekuat apa tubuh senjata hidup pertama buatan rigma…"

"Kau akan menyesal…!"

*sling… wushhh…*

Dini melesat dengan cepat ke arah syna untuk menusuk jantungnya, tapi serangannya terhenti tepat beberapa centi sebelum pedangnya mengenai dada syna.

"Bisa sejauh ini lumayan juga… tapi…"

Syna mengayunkan tangannya ke arah dini, lalu tiba-tiba dini merasa ada sebuah tekanan udara yang sangat kuat.

*terpental…*

Dini terpental ke belakang dan menabrak dinding besi di atas kaca besar yang berada di ujung gang kecil itu. Syna menahan dini dengan tekanan udara agar ia tidak bisa lepas dari dinding besi.

"Menyerahlah dan tenangkan dirimu gadis kecil… aku tidak ingin membuatmu babak belur… tapi aku juga tidak menyalahkanmu yang kesal atas keegoisan rigma…"

"Ini…! Tidak seberapa…!"

Dini bergerak melawan tekanan gravitasi yang dibuat oleh syna, lalu ia memanjangkan pedang di tangan kirinya.

*swing… DOOM…*

Pipi kanan syna pun tergores akibat serangan dari mata pedang dini yang memanjang ke arahnya.

"Hoho… lumayan… aku tidak menyangka kau bisa menggunakan energi jiwa secepat ini… itu…!"

Syna terkejut ketika melihat ada cairan besi yang keluar dari zona tekanan gravitasi miliknya. Tubuh dini pun berubah menjadi cairan, kemudian mengalir ke cairan yang berada di luar zona serangan syna.

"Mati kau…!"

*BOOM…*

Kali ini dini melompat dengan menggunakan energi jiwa, lompatannya membuat suara yang sangat keras. Namun saat dini berada di udara tubuhnya langsung terhenti, ia tidak bisa bergerak sedikitpun.

"Haaa… sudah aku bilang… TENANGKAN DIRIMU…!!"

*dom dom dom dom dom duar…*

Syna menggunakan kekuatan gravitasinya untuk melempar tubuh dini dan membenturkannya berkali-kali di dinding besi. Tubuh dini terpental kesana kemari hingga akhirnya ia membuat lubang kedua di atas kaca. Namun kali ini dini terjatuh tanpa melawan seperti sebelumnya, syna masih bersiap untuk melakukan serangan.

"Jadi apa kau sudah tenang…? Apa kau masih marah dengan bocah yang membangkitkanmu dari kematian…?"

"Ini… tidak… bukan berarti aku marah pada tuan muda… aku hanya bingung…"

"Bagus kalau kau sudah tenang… sekarang mari kita bicara…"

Emosi dini yang sebelumnya sangat kuat mulai memudar, sepertinya ia sadar kalau syna jauh lebih kuat darinya. Syna pun mengendurkan kekuatannya dan membiarkan dini turun untuk menenangkan diri.

"Maaf kalau aku agak berlebihan… tapi bocah yang ada di belakang sana tidak akan bisa bertarung melawanmu…"

"Apa benar…? kenapa…?"

"Hahahaha… sudah jelas bukan… karena ia tipe yang tidak bisa melawan temannya sendiri…"

Rigma agak terkejut mendengar perkataan syna, ia memang tidak bisa sepenuh hati kalau bertarung melawan temannya. Tapi sebelumnya rigma belum pernah memberitahukan hal tersebut kepada orang lain.

"Kenapa kau bocah…? Bingung karena aku tahu rahasiamu…?"

*mengangguk…*

"Kamu ini… kami sebagai jiwa petualang yang bersemayam di tubuhmu tentu bisa membaca pikiranmu… oh iya sudah waktunya aku tidak bisa lama-lama dalam wujud ini… sekarang urus gadis kecil ini…"

"Oke…"

Tubuh syna pun perlahan menghilang seperti butiran debu yang tertiup angin. Rigma langsung memberikan pakaian untuk dini yang sedari tadi tidak mengenakan pakaian.

"Makasih tuan muda… dan maaf karena saya terbawa emosi…"

"Siapapun akan terbawa emosi kalau ia dibangkitkan dari kematian tanpa izin…"

"Tapi saya…"

"Sstt… tidak perlu ada permintaan maaf lagi… aku sekarang ingin kita tetap bersama… entah itu sebagai rekan… atau sebagai pelayan dan masternya seperti dulu…"

Saat rigma membawa dini keluar, mereka berdua melihat harun sudah menunggu di depan pintu laboratorium.

"Jadi sudah selesai ya…"

"Kamu sudah tahu…? Dan kenapa kamu ada di laboratorium jam segini…?"

"Aku menginap tahu… masa hanya kamu yang boleh menginap di sini…?"

"Yaa… tapi kan…"

"Gak usah tapi-tapian… sekarang serahkan dini padaku… aku tidak akan membiarkan seorang gadis tidur bersama dengan pria dalam satu kamar yang ukurannya kecil…"

"Eh…?"

Rigma benar-benar tidak menyangka tujuan harun yang sebenarnya adalah mencegah dini tidur di kamar seorang pria. Akhirnya malam penuh ketegangan pun berakhir, dini juga berhasil menerima kehidupan keduanya.

Misi Kedua

Setelah beberapa minggu absen dalam kegiatan etranger lepas rigma akhirnya kembali ke gedung administrasi etranger.

"Rea… kau benar-benar yakin soal misi kali ini…?"

"Sangat yakin… kita akan menjadi etranger sukarelawan untuk memusnahkan pasukan teroris…"

"Tapi lokasi misinya…"

"Benar… welcome to kalimantan…!"

Rigma langsung terjebak dengan misi merepotkan ketika selesai dengan pembuatan senjata hidup.

Bersambung...

Nächstes Kapitel