webnovel

S1 015 Tanjung Lesung 3 (21+)

Matanya begitu lekat mengikuti ke mana Audia melangkah dan berhenti tepat di tepi kolam. Audia yang sedari tadi menyadari tatapan Alvin, menjulurkan lidahnya. Terburu-buru melepas bathrobenya dan menceburkan dirinya ke kolam renang. Menimbulkan riak dan percikan besar air kolam, mengenai tubuh Alvin.

"Audia!" Audia tertawa keras.

Alvin segera meluncur mendekati Audia yang masih menertawakannya.

"Awas kamu, ya. Ngerjain mas!" Audia semakin tertawa keras, ikut meluncur menjauhi Alvin.

"Gak kena, weee ...." Audia menjulurkan lidahnya, mengejek Alvin.

Selama beberapa saat Audia berhasil mengelak dari kejaran Alvin. Meluncur dengan berbagai gaya renang, gaya bebas, dan gaya katak, selebihnya gaya punggung, agar tetap bisa mengejek Alvin. Tanpa sadar ....

"Didi, awas!!" Alvin bergerak cepat meluncur mendekati Audia dan menariknya.

"Auw!!" Kepala Audia membentur pinggiran kolam renang. Beruntung, benturannya tidak terlalu kencang, karena berhasil Alvin tahan, meski sedikit terlambat.

Ini pertama kalinya mereka berenang, dan dengan pakaian yang sangat minim. Audia akhirnya mengenakan bikini yang diberikan Alvin. Merah menyala. Dan, begitu menggoda.

Alvin memeriksa bagian kepala Audia. Memastikan kepalanya tidak cedera. Yang tidak Alvin sadari, dengan jarak sedekat ini, dan pakaian minim membalut tubuh keduanya. Wajah Audia memerah. Matanya tak henti-hentinya mengagumi tubuh atletis Alvin. Baru kali ini, Audia benar-benar melihatnya dengan seksama. Menimbulkan gelanyar aneh di bawah perutnya.

Tanpa sadar, Audia meletakkan kedua tangannya di dada Alvin. Seketika, Alvin menghentikan pemeriksaannya dari kepala bagian belakang Audia.

"Sepertinya semuanya normal. Gak ada luka serius." Tangan Alvin bergerak dari belakang kepala, berhenti di antara telinga dan pelipis Audia.

"Hah?" Audia tiba-tiba baru menyadari tangannya telah berada di dada Alvin. Mencoba mengelak, namun kalah cepat.

Bibir mereka kembali menyatu. Alvin menciumnya dengan lembut. Menyesapnya perlahan, hingga Audia merasa sekujur tubuhnya meremang.

Alvin mendorong pelan tubuh Audia hingga ke pinggir kolam. Punggungnya menyentuh dinding kolam.

Bibir Alvin mulai bergerak dari bibir Audia, menjelajah setiap bagian lekukan tubuh Audia yang lain.

"Mas, Alvin ...." suara Audia terdengar tertahan. Dan, Alvin mengabaikannya. Terus menyusuri bagian-bagian favoritnya.

"Mas ... Alvin ... kita ... di luar ... aaach ...." Audia tiba-tiba merasa pening. Sensasi yang diberikan Alvin membuatnya tidak berkutik. Terlena.

Mata Alvin telah diliputi kabut gairah. Tidak peduli mereka masih berada di kolam renang. Dengan satu tarikan, Alvin berhasil melucuti pakaian Audia. Tinggal selangkah lagi, Alvin pun melepas pakaiannya. Mendorong Audia agar makin merapatkan tubuhnya ke dinding kolam.

Alvin mengangkat tubuh Audia, melingkarkan kakinya di tubuhnya. Dan tubuh mereka pun menyatu, merasakan kembali ekstasi yang membawa Audia dan Alvin melayang ke nirwana.

"Mas Alvin, igh ...." Wajah Audia terlihat memerah.

"Kamu cantik dan seksi pakai itu." Alvin kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Audia.

"I love you."

"I love you, too?" Audia mengerling nakal, menggoda Alvin. Membuat Alvin gemas.

Sekali lagi, Alvin mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya di atas bibir Audia.

Tiba-tiba Audia melepaskan tautan bibirnya, dan bersin.

"Sudah waktunya kita naik." Alvin mengangkat Audia ke tepi kolam dan menyampirkan bathrobenya, memastikan seluruh tubuhnya tertutupi. Kemudian Alvin pun ikut naik dalam keadaan saat ia lahir ke dunia.

"Mas Alvin!!" seru Audia dan memejamkan matanya. Wajahnya memerah. Alvin mengacak rambut Audia dan tertawa.

Usai mandi pagi yang terlambat, Alvin membuatkan segelas jahe hangat untuk Audia. Memastikan suhu tubuh Audia dan sekali lagi memeriksa kepala belakang Audia. Alvin tertegun sesaat.

Audia merasa Alvin menghentikan gerakan jari jemarinya di kepalanya. Penasaran, lalu bertanya, "Ada apa? Apa kepalaku luka?"

"Tidak. Tidak ada yang luka, hanya saja ...." Alvin menggantungkan ucapannya.

"Hanya saja apa?" Audia mengerutkan dahi.

"Apa Didi pernah jatuh sebelumnya?" Audia menggeleng.

"Memang ada apa di kepalaku?" Audia menarik tangan Alvin, agar duduk di sampingnya.

"Ada bekas luka ...." Audia mengangguk.

"Kata mama, Didi pernah operasi di kepala. Tapi, Didi gak inget." Audia menundukkan kepalanya.

"Hei, Didi kenapa?" Alvin memegang dagu Audia, agar ia menatap wajah Alvin.

"Didi jadi cacat, kan. Pasti Mas Alvin nyesel nikahin Didi. Apalagi tanpa rencana." Alvin tersenyum.

"Siapa bilang?"

"...."

"Biar pun pernikahan kita tidak direncanakan. Mas, gak nyesel, kok. Mas nikahin Didi, karena mas memang tertarik sama Didi." Pengakuan Alvin, membuat Audia membelalak.

Benarkah, mas Alvin tertarik pada Audia? Batinnya menyangsikan. Karena selama ini, sebelum pernikahan terjadi, sikap yang Alvin tunjukkan sama sekali bukan sikap orang yang tertarik pada wanitanya.

Atau, jangan-jangan Alvin berbohong? Demi menghibur Audia. Lagi-lagi, batinnya curiga.

Audia merasakan kelembutan yang basah dah hangat. Lama, sesuatu yang kenyal itu menempel di pipinya.

"Jangan terlalu lama melamun." Audia tersenyum. Dan tiba-tiba memeluk Alvin.

"Hei." Alvin terkejut sesaat karena pelukan Audia yang tiba-tiba. Namun, tak urung, Alvin membalas pelukan sang istri. Membelai rambutnya.

"Kita cari makan, yuk. Kamu mesti lapar. Kepala Didi udah gak sakit, kan?" Audia melepaskan pelukannya, dan mengangguk.

Alvin membawa Audia ke dalam mobil mereka. Perlahan, CR-V hitam meninggalkan cottage, menuju kawasan pantai di tempat lain, jauh dari cottage mereka menginap.

Mobil yang ditenagai dua pilihan mesin Petrol berkapasitas 1498 cc, panjang 4623 mm, lebar 1855 mm, wheelbase 2660 mm. Dan, memiliki kapasitas 7 penumpang, tiba di sebuah pantai tidak jauh dari penginapan yang ada di sepanjang pinggir pantai.

Audia menoleh, memandang Alvin. Setelah mengetahui, di mana mobil itu berhenti melaju.

"Teringat sesuatu?" Alvin tersenyum, Audia mengangguk.

Pantai yang mereka kunjungi hari ini, adalah pantai yang sama, saat Audia terseret ombak, menjauhi pinggir pantai.

Malam yang nahas itu, ombak yang sangat besar, berhasil menggulung dan mengalahkan Audia yang sebetulnya memiliki kemampuan untuk berenang. Ada sesuatu hal, yang hingga kini membuat Audia pun bertanya-tanya.

Bagaimana bisa? Dirinya bisa terseret hingga hampir ke tengah lautan, dan hampir merenggut nyawanya.

Jika saja, pria di sampingnya ini, yang kini menjadi suaminya, tidak datang menolong. Audia diselamatkan dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Kamu pasti bertanya-tanya, kenapa mas bawa kamu ke sini." Audia mengangguk ragu-ragu.

"Sejujurnya, mas awalnya tidak tahu, siapa orang yang mas selamatkan." Alvin menatap mata Audia begitu dalam. Begitu intens.

Alvin melepas kacamatanya, mengurut bekas tempat kacamata itu bertengger di hidungnya. Kemudian berkata, "Mas baru tahu, setelah lifeguard itu datang. Ternyata ... itu kamu."

"Jadi, mas bawa Didi ke rumah sakit terdekat, berharap yang terbaik buat kamu."

'Aku gak sanggup, melihat lagi kematian yang akan datang, tanpa melakukan sesuatu untuk mencegahnya, seperti dulu,' lanjut Alvin dalam hati.

"Tapi, kata Erika, Mas terburu-buru pergi setelah membayar biaya rumah sakit Didi ...." Audia tidak melanjutkan.

"Karena aku, ... mas saat itu masih sama Laras .... Mas punya tanggung jawab lain, menemaninya kembali ke acaranya malam itu." Alvin berhenti bertutur.

Hening beberapa saat.

Audia paham, saat itu, mereka bahkan tidak saling mengenal dengan baik. Untuk apa Alvin menunggunya hingga ia selesai ditangani? Laras lebih berhak daripada dirinya saat itu.

Pikiran Alvin, berbeda dengannya. Ada alasan lain, mengapa Alvin tidak ingin menunggu Audia selesai ditangani.

"Mau turun? Di dekat sini, ada makanan laut yang diolah sangat enak." Alvin memecah keheningan. Ia pun beranjak keluar dari mobilnya, diikuti Audia.

***

Nächstes Kapitel