webnovel

Setelah Rasa Sakit Itu, Ada Kenikmatan

Ai Zhiyi merasakan Chu Weixu mencium bibirnya dengan kasar dan liar, yang hampir membuatnya gila. Lidahnya yang dipenuhi saliva terdorong masuk melewati deretan gigi putih, lalu menari di dalam rongga mulut Ai Zhiyi dengan irama napas yang beraturan. Begitu bibir mereka berpisah, ada benang bening yang panjang, menjuntai seperti benang sutra tipis yang berkilau diterpa cahaya remang, lalu dipotong oleh angin dan menjadi kering.

Itu hanya sementara. Chu Weixu sebenarnya adalah orang yang agresif saat mereka berhubungan intim, yang tidak ingin memberi jeda yang lama walau hanya beberapa detik. Ia lalu kembali menikmati bibir Ai Zhiyi yang berwarna merah muda, yang merekah seperti bunga sakura yang baru saja mekar, merasakannya seperti permen yang begitu manis di lidahnya.

Udara bahkan belum sempat memenuhi paru-paru Ai Zhiyi, tapi Chu Weixu sudah membungkam bibir dan kata-katanya.

Namun, Chu Weixu melakukannya lebih lembut dari malam-malam sebelumnya. Hanya saja, karena Ai Zhiyi sedang tidak pada suasana hati yang baik, tindakan Chu Weixu tidak jauh berbeda seperti kekerasan seksual, hingga Ai Zhiyi berpikir bahwa Chu Weixu benar-benar kasar dan akan membunuhnya malam ini.

Sentuhan kulit dan kulit terasa seperti dua besi tipis yang saling gesek menggesek yang menimbulkan percikan api, lalu secara bertahap menjadi kobaran api saat rasa panas mencapai ubun-ubun. Begitu menjalar ke sekujur tubuh Ai Zhiyi, darahnya seakan mengalir dengan suhu pada titik terpanas, lalu berkumpul di jantungnya seperti ledakan hebat yang bertubi-tubi, yang bisa ia dengar di telinganya yang tuli karena pemikirannya yang terasa kacau. Ia kesulitan berpikir jernih karena kegilaan Weizu.

Ai Zhiyi merasakan ada hal menyenangkan di kepalanya, tetapi ia juga bisa mendengar bagaimana sel-sel di tubuhnya menjerit kekasikatan, memohon padanya untuk melarikan diri. Sehingga, ia secara refleks mencoba untuk melakukan perlawanan sekali lagi, namun karena ia juga tidak ingin menyakiti Chu Weixu, jadi yang bisa ia lakukan hanyalah memberinya dorongan-dorongan kecil yang sama sekali tidak berguna. Itu tidak memberikan pengaruh apa pun untuk menjinakkan Chu Weixu, sehingga ia menyerah dan membiarkan dirinya tenggelam ke dalam rasa sakit.

Ai Zhiyi sebenarnya ingin tidur lebih cepat walau dengan memaksa dirinya sendiri. Namun, setelah ia mulai kehilangan kesadaran, dimana jiwanya perlahan-lahan meninggalkan tubuhnya untuk berkelana ke dunia fana, ia merasa bahwa jiwanya seolah ditarik kembali secara tiba-tiba, sangat kasar, dan penuh paksaan, sehingga menimbulkan sensasi mengejutkan yang membuatnya linglung seperti mayat yang baru saja bangkit dari kematian, dimana jiwa dan tubuhnya perlu menyesuaikan diri namun tidak memiliki kesempatan itu.

Ia seakan-akan berada di antara dunia mimpi dan realita, yang benar-benar membuatnya seperti terombang-ambing di tengah lautan api yang luas, sendirian, tanpa satu orang pun yang bisa menolongnya. Kemudian, ketika ia benar-benar sepenuhnya sadar, yang ia rasakan adalah rasa sakit di kulitnya seperti pisau yang sedang mengulitinya hidup-hidup, tetapi ia bisa menahan seberapa parah sakitnya, dan di luar akal sehatnya sendiri bahwa ia mulai menikmati semua itu.

Sementara Chu Weixu sama sekali tidak membiarkannya untuk lari dari kesenangan ini, dan tidak berniat menolongnya. Ia bahkan terus memaksa Ai Zhiyi untuk berlagak seperti seorang wanita di bawah tubuhnya, hanya untuk kesenangan satu pihak.

Karena perlawanan yang Ai Zhiyi lakukan, Chu Weixu pun dengan segera mengangkat kedua tangan Ai Zhiyi di atas kepalanya dan menekannya kuat-kuat, sambil terus merasakan sesuatu yang manis dari tubuh Ai Zhiyi, seperti makanan lezat yang disajikan khusus untuknya.

Pergelangan tangan Ai Zhiyi kurus dan ramping, jadi Chu Weixu tidak kesulitan sama sekali saat ia hanya menggunakan satu tangannya untuk menekan, sementara tangan lainnya merangsang pasangannya, mengelus kulit Ai Zhiyi dari atas ke bawah, di pinggulnya.

Chu Weixu sangat tahu dimana titik sensitif Ai Zhiyi, jadi dengan sedikit sentuhan saja, Ai Zhiyi tidak bisa menahan suaranya saat sesuatu yang tidak bisa ia analogikan tiba-tiba muncul di pikirannya, yang membuatnya menjadi seperti sebuah batu yang berlubang karena tetesan air, dimana jika dipikirkan itu mustahil tapi benar-benar terjadi.

Ai Zhiyi merasa ia benar-benar telah ditaklukkan.

Sebenarnya, sejak awal Chu Weixu tidak ingin melakukan kekerasan pada hubungan seksual mereka malam ini, dan ingin memintanya kepada Ai Zhiyi dengan cara lembut. Tetapi, karena Ai Zhiyi menolaknya dengan intonasi kuat, sehingga Chu Weixu merasa ditantang dan tidak bisa untuk tidak menjadi dirinya sendiri disaat ia menginginkan 'seks', dimana ia ganas dan kejam, tanpa ampun dan belas kasihan.

Ai Zhiyi merasakan debaran jantungnya semakin keras, dan bahkan bisa mendengar detak jantungnya yang tak beraturan seperti dentuman yang berdengung hebat di telinganya, dan suara napas yang seolah-olah memenuhi ruang remang-remang ini, yang terdengar sangat memalukan — bahkan ia sendiri merasa malu untuk mendengarnya.

Walaupun Ai Zhiyi terbiasa untuk memerankan peran masokis saat mereka bercinta, rasa gugup saat ia berjuang untuk menahan rasa sakit di tubuhnya adalah hal yang tak mampu ia tekan untuk waktu yang lama, dan pada akhirnya ia menangis di tengah keintiman mereka.

Memang selalu begitu. Saat Chu Weixu berperan Sadis (S), maka Ai Zhiyi akan menangis sebagai Masokis (M), namun pada akhirnya mereka tersenyum sebagai gambaran dari perdamaian itu sendiri.

Mungkin juga Ai Zhiyi tidak waras, sebagaimana Chu Weixu.

Ai Zhiyi berusaha keras untuk menatap Chu Weixu yang berada di atasnya, yang memangsanya seperti hewan buruan yang baru saja ditangkap. Namun, kabut di matanya semakin tebal, disertai rasa pusing karena sentuhan di tubuhnya nyaris membuatnya kehilangan akal. Ia hanya bisa mengerang, dimana ia sama sekali tidak tahu apakah ia kesakitan atau bahkan merasa senang.

Namun, berbeda dengan Chu Weixu. Suara Ai Zhiyi saat mereka melakukan hubungan intim adalah salah satu yang terbaik, yang terdengar begitu erotis dibanding dengan suara erangan wanita pada beberapa film dewasa yang perna ia tonton, sehingga mendorongnya untuk melakukan hal yang lebih ganas, layaknya binatang buas.

Ketika Chu Weixu selesai dengan sentuhan itu, ia dengan segera mengangkat kedua kaki Ai Zhiyi, membukanya lebar-lebar hingga tak ada yang bisa Ai Zhiyi sembunyikan, bahkan untuk rasa malunya sendiri yang sudah tak tersisa sejak bertahun-tahun lalu. Kemudian, Chu Weixu menekan pinggulnya di antara kedua paha Ai Zhiyi, yang bahkan itu dilakukan dengan sangat tiba-tiba.

Itu membuat Ai Zhiyi mengerang lebih keras tanpa ia sadari. Begitu Chu Weixu mulai bergerak, Ai Zhiyi hanya bisa menggigit selimut agar ia tidak mengeluarkan suara memalukan itu lagi, namun sia-sia. Seberapa kuat dirinya untuk menahan, ia adalah seorang pelacur untuk pria kuat ini, yang selalu dilecehkan di tempat tidur. Bagaimanapun caranya ia menyembunyikan jati dirinya saat ini, Chu Weixu sangat pandai membuatnya mengaku walau tanpa kata-kata dengan cara yang paling memalukan.

Rasa panas di tubuh mereka semakin terasa. Chu Weixu bergerak kuat di atas tubuhnya, sementara Ai Zhiyi seperti seseorang yang diayun dengan kekuatan besar, membuat tubuhnya terguncang dan menjadi berantakan, seolah-olah pikirannya pecah bersama suaranya.

Tak lama kemudian, ada kembang api yang meledak di kepala mereka, seolah membuat keduanya terbawa oleh angin yang bertiup dari balik jendela, yang dingin namun ketika menyatu dengan rasa panas di tubuh dua orang itu, mereka merasakan kehangatan perlahan-lahan menjadi sesuatu yang menyejukkan.

Suhu panas di tubuh mereka berangsur-angsur menjadi dingin, sedingin batu pualam. Lalu, dengan perlahan mereka seolah dibawa kembali ke daratan oleh angin muson yang bergerak membawa kemarau dan hujan secara periodik.

Merasakan hal ini, Ai Zhiyi mengetahui dengan jelas bahwa ini adalah kenikmatan setelah rasa sakit yang ia rasakan.

Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia menyukainya.

Nächstes Kapitel